Opini  

Vaksin Anti-Korupsi (Urgensi Impelentasi Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah)

Kegiatan ‘Sosialisasi Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di SMK Stella Maris Labuan Bajo. Foto/Sil Joni

Oleh: Sil Joni)* 

Okebajo.com, – Hari ini, Selasa (6/2/2024), bertempat di Ruang Praktek Siswa (RPS) Perhotelan, SMK Stella Maris menyelenggarakan acara ‘Sosialisasi Implementasi Pendidikan Anti Korupsi’. Pak Belasius dari Dinas Inspektorat Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) ‘didaulat’ sebagai ‘pemateri’ dalam kegiatan ini. Hadir pada kesempatan itu adalah ibu Hortensia Herima (Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK se-Kab. Mabar), Markus Randu (Ketua Komite Sekolah), Dorotheus Jamin (Pengawas Pembina) dan pak Laurens (Koordinator Pengawas).

Saya sendiri berindak sebagai Master of Ceremony (MC) sekaligus moderator dalam sesi diskusi. Di tengah ‘keseriusan’ menjalankan tugas sebagai ‘pemandu diskusi’, rasionalitas dan nurani saya ‘tertantang’ untuk coba membuat semacam ‘narasi anti terhadap korupsi’ itu. Tulisan ini merupakan ‘cetusan nurani’ ketika ‘bersua dengan isu korupsi’ dan bagaimana membangun sistem untuk meruntuhkan kencenderungan korupsi dalam diri kita masing-masing. Upaya memotong akar korupsi itu mesti dimulai dari dalam keluarga dan diteruskan dalam lembaga pendidikan. Menerapkan pola pendidikan anti korupsi di sekolah menjadi sebuah kemestian dan mendesak saat ini.

Tubuh republik terus ‘digerogoti’ virus korupsi. Pondasi moral bangsa rapuh. Para pejabat gemar pamer laku nir-etik. Kreativitas iblis dirayakan dengan antusias. Naluri perkaya diri jadi obsesi. Strategi curi uang publik seolah menjadi ‘adat aparat’. ‘Berpesta pora’ di atas derita warga. Modus dan jurus ‘merampok’ dana negara begitu perkasa. Alhasil, Indoensia jadi ‘negara terkorup’. Sebuah label yang bikin miris.

Kendati ‘korupsi’ dibaptis sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), jaju aksi ‘pembusukan moral’ itu tak kunjung surut. Genderang perang terhadap ‘musuh besar’ ini, terus ditabuh. Tetapi, hasilnya nihil. Insting koruptif para pejabat publik, makin tak terbendung. Seruan etis-profetis terus didengungkan. Namun, korupsi nyaris tak pernah menyingkir dari tubuh republik.

Hampir semua “sendi hidup”, ‘terpapar virus busuk’ itu. Lembaga peradilan dan Komisi Pemberantas Korupsi pun, tak luput dari ‘amukan’ virus jahat ini. Lembaga pendidikan bukan pengecualian. Warta plagiarisme guru besar, dosen dan mahasiswa, jadi contoh kasus. Raih gelar sarjana dengan jalan pintas. Mental terabas dan instan, tumbuh subur. Disiplin dan kejujuran jadi barang langka. Peserta didik tak akrab dengan kerja keras dan tanggung jawab. Para guru sering telat dan alpa menanam pohon moral. Bau tengik korupsi menjalar di setiap sudut.

Kita sedang diterjang ‘bencana moral’. Badai ‘tsunami korupsi’ membuat hidup berbangsa ‘porak-poranda’. Situasi ‘darurat korupsi’ tidak hanya ada dalam ranah politik. Sekolah juga ‘ditimpa musibah yang sama’. Ditengari, sekolah jadi ‘lokus berseminya’ kanker korupsi. ‘Rahim tumbuhnya embrio tindakan laknat’ itu. Mengapa?

Korupsi itu bukan ‘perkara pencurian atau penggelapan uang semata’. Korupsi juga mengacu pada perilaku busuk. Selaras dengan arti etimologis kata itu, corruptio yang berarti ‘pembusukan’. Indisipliner, malas, apatis, inkonsisten, tidak berintegritas (tidak jujur) bisa menjadi contoh laku negatif itu yang bisa dipatok sebagai ‘korupsi’.

Panji optimisme dan harapan tetap dipasang. Sekolah tidak boleh jadi ‘medan persemaian bibit kebusukan’. Korupsi mesti ‘menjadi musuh bersama’ warga sekolah. Perang melawan ‘monster korupsi’, sangat urgen. Pendidikan anti- korupsi, tak bisa ditawar lagi.

Sejak dini, generasi kita diinjeksi dengan ‘vitamin anti korupsi’. Dengan itu, sekolah menjadi ‘steril’ dari terjangan virus korupsi. Tetap jadi tempat berseminya budaya kebaikan. Bukan produsen koruptor. Yang terbukti ‘merusak citra bangsa’.

Ekosistem ‘anti korupsi’ segera didesain dan dieksekusi. Nila-nilai kedisiplinan, kejujuran dan tanggung jawab. Jadi muatan inti kurikulum ‘anti-korupsi’ yang terintegrasi dalam pembelajaran. Peserta didik ‘dibiasakan’ untuk bersikap adil, kerja keras, dan peduli. Hidup sederhana dan berjiwa mandiri. Mereka dilatih ‘mendayagunakan apa yang ada padanya’ guna menghasilkan sesuatu. Harus ‘tetes keringat’ terlebih daulu sebelum kecap hasilnya. Terlibat aktif dalam proses, bukan ambil jalan pintas.

“Vaksin anti-korupsi” mesti diberikan sejak dini. Dengan vaksin semacam itu, generasi muda kebal terhadap korupsi. Ketika orang muda ‘imun’ dari virus korupsi, maka moralitas bangsa kian sehat.Kita bisa ‘bernafas legah’ sebab darah bangsa tidak dihisap oleh koruptor.

Minum ‘obat anti-korupsi’ sekarang juga. Niscaya Indonesia tumbuh jadi negara sehat dan kuat. Daya rusak korupsi begitu mengerikan. Kita tidak ingin ‘kengerian’ itu terus menghantui bangsa ini. Jangan jatuh dalam ‘lumpur korupsi’ yang sama. Sekolah mesti berada pada ‘garda terdepan’. Membasmi jentik korupsi hingga tuntas. Kisah tragis korupsi tak mengidap pada tubuh Stella Maris.

*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.

Exit mobile version