Pemeriksaan Saksi Kasus Dugaan Penipuan Haji Ramang, Polres Mabar Lakukan Pengecekan Lokasi Obyek Sengketa

Tim penyidik Sat Reskrim Polres Manggarai Barat saat melakukan pengecekan di lokasi obyek sengketa pada Selasa, (9/7/2024) pagi. Foto/Okebajo

Labuan Bajo, Okebajo.com – Tim penyidik Sat Reskrim Polres Manggarai Barat telah memeriksa dua saksi dari Pelapor terkait laporan polisi LP/B/80/VI/2024/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR yang diajukan oleh Stephanus Herson. Pemeriksaan ini terkait dengan dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan Haji Ramang selaku Fungsionaris Adat Nggorang terkait hak atas tanah yang berlokasi di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.

Pemeriksaan terhadap dua saksi pelapor dilakukan di ruangan unit II Tipidter Polres Manggarai Barat Pada Senin, 8 Juli 2024, pukul 09.15 Wita. Selama kurang lebih 2 jam, dua saksi dari pihak pelapor, yaitu Wihelmus Warung dan Surion Florianus Adu, memberikan keterangan kepada tim penyidik.

Sebagai tindak-lanjut atas keterangan dari pihak pelapor dan juga keterangan dari para saksi, tim penyidik Sat Reskrim Polres Manggarai Barat melalui Kepala Unit II Tipidter bersama anggotanya langsung turun melakukan pengecekan di lokasi obyek sengketa pada Selasa, (9/7/2024) pagi.

Wihelmus Warung salah satu saksi dari Pelapor, kepada media ini menjelaskan bahwa ia telah memberikan keterangan kepada tim penyidik tentang kesaksiannya terhadap laporan dari Stephanus Herson.

“Kemarin saya menghadap Polres Manggarai Barat, terkait memberikan keterangan saya atas laporan dari saudara Stephanus Herson atas dugaan penipuan oleh Haji Ramang,” jelas Wily sapaan akrab Wihelmus Warung, Selasa (9/7) siang.

Wily mengungkapkan bahwa Ia mengetahui secara langsung mengenai status kepemilikan tanah yang menjadi objek sengketa tersebut.

“Dapat saya jelaskan di Polres Mabar kemarin bahwa tanah yang dilaporkan oleh Stephanus Herson saya tahu. Karena Stephanus sendiri pernah mengajak saya untuk menanam padi, jagung, ubi dan tanam jambu mente pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 di lokasi tersebut. Sehingga saya tahu berapa luas tanahnya, dapat darimana tanahnya, dan kemudian hibah dari siapa?. Jadi tanah tersebut yang saya ketahui adalah tanah hibah dari keluarga Ibrahim Hanta melalui Suwandi Ibrahim dan dihibahkan kepada Stephanus Herson pada tahun 2020,” beber Wily

Selain itu, Wihelmus juga menjelaskan kesaksiannya saat permohonan pensertifikatan tanah di BPN Manggarai Barat bersama Stephanus Herson pada tahun 2020. Saat itu mereka mendapatkan penolakan dari BPN Manggarai Barat karena adanya Gambar Ukur atas nama orang lain.

“Pada bulan Februari tahun 2020 itu, Stephanus Herson mengajak saya untuk mengajukan permohonan pensertifikatan tanah di BPN Manggarai Barat. Sesampainya di BPN kami langsung bertemu dengan Kepala Sengketa namanya pa Herman. Namun proses permohonan dari Stephanus ini malah ditolak oleh BPN karena di atas tanah yang diajukan ini sudah ada Gambar Ukur (GU) atas nama orang lain. Ketika kami menanyakan terkait siapa nama-nama pemilik di atas GU tersebut, saat itu BPN tidak memberikan informasi nama-nama di atas GU itu. Namun Kepala Sengketa (Pak Herman,red) menyuruh kami untuk tanyakan hal itu kepada Haji Ramang selaku Fungsionaris Adat Nggorang. Sehingga saya berkesimpulan bahwa tidak salah kalau pelapor (Stephanus Herson) melaporkan Haji Ramang,” jelasnya

Wilhelmus juga menjelaskan bahwa warkah atas nama Suwandi Ibrahim sebagai bukti tanah tersebut sah dimiliki oleh Stephanus Herson berdasarkan hibah yang dilakukan.

“Kemarin ketika penyidik menanyakan tentang Warkah atas nama Stephanus Herson (pelapor), saya jawab bahwa warkahnya ada yaitu atas nama Suwandi Ibrahim selaku ahli waris langsung anak bungsu dari Ibrahim Hanta. Diketahui bahwa Ibrahim Hanta juga mendapatkan tanah tersebut pada tahun 1973 berdasarkan adat “Kapu Manuk Lele Tuak” sehingga untuk kepentingan pengajuan sertifikat di BPN Manggarai Barat pada tahun 2020 maka Stephanus Herson menggunakan hibah seluas 2 Hektar dari Suwandi Ibrahim. Ketika penyidik tadi menanyakan apa dasarnya saya sebagai saksi bahwa Haji Ramang melakukan tindakan penipuan terhadap orang lain? Saya sampaikan bahwa ada pernyataan di atas Materai dari anaknya Fungsionaris Adat pada 1 Maret 2013 bahwa segala tanah-tanah yang sudah diatur, ditata oleh penata terdahulu tidak boleh lagi ditata kembali oleh Fungsionaris Adat yang sekarang. Sehingga tanah yang sudah diberikan secara adat “Kapu Manuk Lele Tuak” tidak boleh ditata kembali,” tutup Wily.

Selain Wily, Surion Florianus Adu yang ikut diperiksa sebagai saksi dalam laporan ini mengungkapkan bahwa sebagai saksi Ia berharap agar pihak penyidik Polres Manggarai Barat dalam pengembangan kasus yang dilaporkan oleh Stephanus Herson prihal “dugaan penipuan”, bisa meminta kepada ahli waris dari Niko Naput, ahli waris dari Ketua/Wakil Fungsionaris adat Nggorang dan juga oknum-oknum pemilik SHM yang telah menjadi produk BPN untuk menunjuk lokasi sehingga dapat mengetahui batas-batas dari total luas lahan yang diklaim kepemilikanya oleh Niko Naput.

Selain itu Kata Feri Adu, pengembangan penyelidikan setidaknya dapat dipastikan apakah dalam pengajuan permohonan dari Niko Naput ke BPN disertai surat pengukuhan fungsionaris adat.

“Jika ditemukan fakta bahwa ada pihak yang bertindak atas nama Fungsionaris saat ini telah membuat surat pengukuhan, maka oknum tersebut sangat berkewajiban secara bersama-sama dalam menunjuk lokasi dan batas-batas yang dimaksud,” tegas Feri Adu

Ia mengungkapkan bahwa tanah seluas 40 hektar yang berlokasi di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT yang telah diklaim kepemilikannya oleh Niko Naput perlu ditelusuri lebih dalam terkait dokumen kepemilikan tanah yang mereka miliki.

“Perlu ditelusuri itu dokumen seperti surat jual beli antara Haji Nasar Supu dan Niko Naput tanah seluas 16 hektar (surat keterangan bukti penyerahan Tanah Adat 10 maret 1990 dan bukti kwitansi 21 Oktober 1991 lokasi Keranga. Selain itu dokumen Akta BPJB 40 hektar (salinan PPJB nomor 5 tanggal 29 Januari 2014) Lokasi di Keranga dan juga tanah seluas 27 hektar berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan pihak tergugat dalam perkara perdata antara penggugat Muhamad Rudini ahli waris Almarhum Ibrahim Hanta melawan tergugat ahli waris Nikolaus Naput di Pengadilan Negeri Labuan Bajo,” imbuhnya

Ia Jelaskan, dari perkara pidana yang dilaporkan pelapor yang sedang berproses di penyidik Polres Mabar saat ini tentu diharapkan akan menemukan atau mengungkap alat bukti warkah surat pelepasan tanah adat asli dari Fungsionaris adat Nggorang untuk diuji secara fisik lokasi (luas serta batas-batasnya).

“Hal itu demi memastikan letak atau total luas obyek lahan milik Niko Naput dari mana ke mana, untuk diketahui secara pasti apakah lahan itu fakta atau dugaan sebuah skenario, yang sengaja dibuat, untuk dikemudian hari klaim secara diam-diam dengan penerbitan SHM yang ternyata lahanya milik pihak lain. Hal tersebut tentu akan memicu konflik yang membahayakan stabilitas di daerah,” ujar Feri

Selain itu kata dia bahwa publik juga saat ini berharap penyidik Polres Manggarai Barat akan bisa mengungkapkan hal-hal yang selama ini menjadi kebingungan masyarakat Labuan Bajo atas lahan milik Niko Naput berdasarkan PPJB 40 hektar, 27 hektar dan 16 hektar berlokasi di Kerangan dan surat pernyataan pembatalan penyerahan milik Betrix Seran (istri Niko Naput) yang berlokasi di Golo Keranga dan pernyataan pembatalan penyerahan terhadap Nikolaus Naput tanggal 17 januari 1998 berlokasi di Lengkong Keranga yang diterbitkan Fungsionaris adat Nggorang.

Feri menuturkan bahwa Mikael Mensen dan Stephanus Herson sebagai korban akibat dari penerbitan Gambar Ukur (GS) diatas lahan milik yang diperoleh berdasarkan Hibah dari ahli waris Ibrahim hanta 7 Februari 2020.

“Obyek lahan yang pelapor daftarkan sudah memiliki produk hukum BPN yaitu Gambar ukur (GU) atas nama KHS dengan Luas 27874 m2 dan EEH dengan Luas =29719 m2 yang diduga keluarga kedua nama pemegang Gambar Ukur tidak diketahui beralamat dimana,” ungkapnya

Atas penyampaian BPN pelapor telah berulang-ulang melakukan aksi demo di kantor BPN untuk membatalkan/mencabut GU di atas lahan pelapor. Lalu menanyakan alamat, warkah, surat pengukuhan sebagai dasar penerbitan Gambar Ukur oleh BPN tetapi permintaan tersebut tidak diberikan oleh BPN Manggarai Barat.

“Atas dasar itulah pihak pelapor melapor kejadian penipuan ini ke penyidik polres Manggarai Barat. Artinya pihak-pihak yang terkait sebagai terlapor akan menjelaskan di hadapan penyidik Polres Manggarai Barat, apa yang menjadi alas hak diterbitnya Gambar ukur (GU) atas nama pihak lain diatas lahan milik pelopor. Sebagai saksi pelapor Stephanus Herson, saya pastikan bahwa bukanlah tanpa dasar penerbitan gambar ukur oleh BPN tapi kuat dugaan saya menggunakan warkah surat pelepasan hak tanah milik Betrix Seran Nggebu berlokasi di Golo Keranga yang diterbitkan ketua/wakil Fungsionaris adat Nggorang Haji Ishaka dan Haku Mustafa tanggal 21 oktober 1991 yang kemudian surat tersebut dibatalkan oleh Fungsionaris adat yang sama pada tanggal 17 Januari 1998,” tegas Feri

Ia menambahkan, jika kemudian surat pelepasan hak milik Beatrix Seran Nggebu yang dipergunakan sebagai warkah asli dikukuhkan oleh pihak ahli waris Haji Ishaka dan Haji Mustafa yang dianggap sebagai Fungsionaris adat, hal tersebut adalah sebuah pengingkaran adat, mengangkangi tintah/keputusan Ketua/wakil fungsionaris terdahulu yang sangat dihormati masyarakat adat Nggorang.

“Konflik antar masyarakat akan sulit terhidar di masa yang akan datang. Anak/cucu dari mendiang ketua/wakil fungsionaris adat Nggorang harus sadar betul bahwa lahan komunal Nggorang adalah milik masyarakat adat Nggorang bukan milik pribadi ahli waris fungsionaris adat Nggorang,” Tegas Feri Adu

Sementara itu, Haji Ramang Ishaka hingga saat ini juga belum memberikan klarifikasi terkait dengan pemberitaan dari media okebajo selama ini. Meskipun sudah beberapa kali wartawan telah menghubunginya via WhatsApp namun tidak ada respon. Pesan yang dikirim hanya dibaca. **

Exit mobile version