Diduga Karena Ulah Haji Ramang, Akta PPJB Kadiman Santosa Tanah 40 Hektar di Keranga Diduga Tumpang Tindih dengan Tanah Pemda Mabar

Labuan Bajo, Okebajo.com – Sidang lanjutan kasus sengketa tanah seluas 11 hektare di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, NTT, kembali digelar pada Rabu, 17 Juli 2024, pukul 11.00 WITA di Pengadilan Negeri Labuan Bajo. Agenda persidangan kali ini adalah pemeriksaan saksi dari pihak tergugat, ahli waris Niko Naput, serta saksi ahli dari pihak turut tergugat, Santosa Kadiman.

Para saksi dari pihak tergugat yang hadir diantaranya Ibu Maria (Istri alm. Don Amput) dan Bapak Yohanes Don Bosco, sedangkan saksi dari pihak turut tergugat yaitu Aryo Yuwono (Staf dari Santosa Kadiman/pemilik hotel St. Regis) dan saksi ahli Profesor Agraria dan Hukum Adat Universitas Hasanudin Makassar Prof. Dr. Farida Patitingi, S.H., M.Hum.

Kuasa Hukum ahli waris almarhum Ibrahim Hanta (pihak penggugat), DR. (c) Indra Triantoro, S.H., M.H. dan Jon Kadis, SH pada Kamis, (18/7/2024) pagi menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan dari beberapa para saksi pihak tergugat yang dihadirkan dalam persidangan yang telah digelar di PN Labuan Bajo menunjukan bahwa status tanah yang diklaim kepemilikan oleh Niko Naput itu diduga kuat adanya persekongkolan antara pihak-pihak yang terlibat hingga munculnya SHM atas nama ahli waris Niko Naput di atas lahan obyek sengketa. Hal ini terlihat dalam pernyataan yang kontradiktif antara saksi-saksi terkait.

Indra menjelaskan bahwa fakta dalam persidangan berdasarkan keterangan dari saksi pihak tergugat atas nama Maria (pemilik batas tanah bagian Utara dari obyek sengketa. Red) yang menyebut bahwa tanah milik suaminya almarhum Don Amput seluas kurang lebih 3 hektar yang terbentang mulai dari atas jalan Labuan Bajo-Keranga, sampai di pantai laut. Batas bagian Barat itu adalah laut, bagian selatannya tanah milik Istri Niko Naput dan Niko Naput, bagian timurnya bukit, sedangkan bagian utaranya tanah milik Haji Ramang Ishaka.

Anehnya kata Indra, ketika diperlihatkan gambar peta, lokasi tanah itu di tanah milik Mori Rongkeng atau sebelah utaranya Mori Rongkeng (Putra) dan tanah tersebut sudah dijual kepada Baba Hugeng.

“Kesaksian Maria (Istri alm. Don Amput) menunjuk lokasi tanahnya, di lokasi tanah Mori Rongkeng persis luasnya kurang lebih 3 hektar, ini menunjukkan bahwa BPN salah ploting, juga penipuan Niko Naput dan Haji Ramang. Karena letak lokasi tanah milik ahli waris Niko Naput atas nama Maria F. Naput dan Paulus G. Naput yang sudah terbit SHM tahun 2017, seratus % salah ploting, ” kata Indra

Selain itu, keterangan dari saksi tergugat atas nama Aryo Yuwono yang diketahui sebagai salah satu staf dari Erwin Kadiman Santosa bahwa Ia ditugaskan oleh Santosa Kadiman untuk datang ke Labuan Bajo menemui orang yang bernama Yohanes Don Bosco.

“Aryo ditugaskan oleh atasannya Santosa Kadiman untuk datang ke Labuan Bajo menemui orang yang bernama Yohanes Don Bosco. Saat itu Aryo dengan Yohanes Don Bosco cari lokasi di kawasan Keranga sekitar tahun 2013. Aryo mengaku bahwa yang tunjuk batas saat itu adalah Yohanes Don Bosco (dia tunjuk saja), lalu Aryo jalan keliling cari koordinat menggunakan google. Kurang lebih 40 hektar. Selanjutnya Aryo mengaku bahwa saat itu Niko Naput memperlihatkan 3 surat alas hak, dan langsung ke Notaris, tandatangan PPJB di Notaris Bili Ginta awal tahun 2014,” jelas Indra

Anehnya kata Indra, ketika ditanya Hakim apakah saudara saksi tahu atau pernah dengar bahwa surat-surat alas hak itu sudah dibatalkan oleh Fungsionaris ulayat? Saksi menjawab “saya tidak tau itu”. “Apakah saudara tahu bahwa tanah 40 hektar itu di atasnya ada tanah Pemda? Pernah dengar ada perkara tanah pemda di kawasan itu?” Saksi juga menjawab “tidak tahu”.

Selain itu, saksi Aryo juga menyebut sesuai hasil titik kordinat sehingga kurang lebih 40 hektar, namun Hakim perlihatkan 3 warkah masing-masing 10 hektar, 16 haktar dan 5 hektar sehingga jumlahnya 31 hektar. Temuan hakim bahwa sisa 9 hektar tidak ada warkah.

Selain ditanya hakim, pengacara dari penggugat menanyakan kepada saksi Aryo terkait kompetensinya sehingga saksi dipercayakan oleh Kadiman Santosa untuk melakukan pengukuran? Saksi juga tidak bisa menjawab alias diam.

Berdasarkan keterangan saksi Aryo, Indra menduga kuat bahwa selain tanah milik ahli waris Ibrahim Alm. Ibrahim Hanta yang diklaim oleh Niko Naput diduga di dalamnya termasuk tanah milik Pemda Manggarai Barat bagian dari 40 hektar yang sudah diPPJB-kan tahun 2014 di Notaris Billy Ginta.

Sementara itu, saksi pihak tergugat atas nama Yohanes Don Bosco yang menjelaskan terkait pengangkatan Haji Ramang Ishaka sebagai Fungsionaris Adat Nggorang diumumkan pada saat acara penguburan Haji Ishaka (Ayah Haji Ramang.red) di Perkuburan Umum Muslim Desa Gorontalo pada tahun 2003 lalu

“Saksi Yohanes Don Bosko ini mengatakan bahwa pengumuman pengangkatan Haji Ramang sebagai Penerus Fungsionaris Adat Nggorang diumumkan oleh Bapak Ismail Karim selaku keluarga Haji Ramang yang mana pada saat itu beliau menyampaikan permohonan maaf apabila ada yang belum mendapatkan surat pelepasan hak tanah dari Ulayat maka akan dilanjutkan oleh anaknya Haji Ramang karena Haji Ramang sekarang pengganti dari Haji Ishaka sebagai Fungsionaris adat,” ungkap Indra mengulangi kembali keterangan saksi di persidangan.

Menurut Indra, keterangan saksi Yohanes Don Bosco itu justru kontrakdiktif dengan pernyataan Haji Ramang pada tahun 2021 di Pengadilan Tipikor Kupang sebagai saksi dalam kasus lahan Pemda Toro Lema Batu Kalo yang sudah ada putusan ingkrah.

“Ayah saya (Haji Ishaka) sebagai Dalu meninggal pada tahun 2003 dan sebagai penggantinya adalah kakak saya yaitu Haji Umar Ishaka. Namun dalam pelaksanaan fungsi sehari-hari dilakukan oleh saya, karena Haji Umar tidak sehat Fisik dan mental. Sedangkan Haku Mustafa sebagai Wakil Fungsionaris adat meninggal pada tahun 2000 dan kedudukannya digantikan oleh saya,” ungkap Haji Ramang mengutip dari hasil BAP kasus aset Pemda yang salinanya diperoleh media ini.

Indra menjelaskan bahwa ketika Hakim bertanya kepada saksi, fungsionaris adat/ulayat di masyarakat adat Manggarai umumnya dan (saya yang nanya), dijawab bahwa itu Tua Golo /Tua Likang, penerusnya adalah turunannya.

“Ketika ditanya kenapa di Nggorang beda, tidak dijawab, tapi menyebutkan bahwa untuk Nggorang dan Mburak, Fungsionaris adat/ulayat itu adalah Dalu dan turunannya. Lalu Hakim tanya apakah Saudara kenal Erwin Kadiman? Dijawab ‘kenal, ia menemui saya untuk minta bantuan cari lahan untuk investasi di Labuan Bajo. Lalu saya hubungi Niko Naput, lalu terjadilah hubungan antara mereka,” jelas Indra

Tak hanya itu, Anton Hantam (78) salah satu sesepuh Fungsionaris Adat Nggorang dan juga salah satu orang kepercayaan almarhum Haji Ishaka (ayah Haji Ramang.red) ketika ditemui media ini pada Kamis (18/7) siang di rumah kediamannya, ia mengaku bahwa apa yang disampaikan oleh Yohanes Don Bosco di persidangan kemarin itu adalah sebuah pembohongan, karena Ia sendiri juga hadir di lokasi saat penguburan Haji Ishaka pada tahun 2003.

“Itu tidak benar, saya hadir saat itu. Tidak ada itu pengumuman pengangkatan Haji Ramang sebagai pengganti dari Haji Ishaka selaku Fungsionaris Adat Nggorang. Dan tidak mungkin itu dilakukan pada saat situasi berduka. Saat itukan situasi lagi berduka, tentu kalaupun ada rencana seperti itu ya Tara caranya bukan langsung saat di penguburan. Jadi tidak langsung diumumkan begitu saja. Semua tokoh-tokoh masyarakat harus diundang untuk membicarakan hal ini,” kata Anton

Anton menuturkan bahwa keterangan saksi Don Bosco ini menggambarkan sebuah pelecehan terhadap adat istiadat dan kebiasaan dalam budaya Manggarai.

“Ini sebuah pelecehan terhadap adat istiadat. Karena prosedur ataupun tata cara itu tidak pantas dan tidak layak dilakukan di tempat penguburan karena yang hadir di lokasi penguburan saat itu sebagai pelayat bukanlah sebagai masyarakat Fungsionaris Adat Nggorang. Keterangan ini mau menunjukan bahwa mereka tidak memiliki masyarakat adat, mereka hanya berpikir tentang tanah. Dari keterangan tersebut mau menunjukan bahwa kesakralan Fungsionaris Adat Nggorang tidak lebih semacam arisan yang hanya bisa diumumkan pakai microfon. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan masyarakat adat Nggorang terkait legalitas pengangkatan yang dinilai cacat adat,” tegas Anton

Selain itu Indra mengungkapkan bahwa, sangat jelas keterlibatan Yohanes Don Bosco yang mengatasnamakan Niko Naput menunjukan lokasi 40 hektar.

“Pertanyaannya apakah Don Bosco ini bagian dari Fungsionaris Adat ataukah wakil dari Haji Ramang yang diangkat berdasarkan calling-calling?,” tanya Indra

Lebih lanjut, Indra mengugkapkan bahwa Saksi ahli Profesor Agraria dan Hukum Adat Universitas Hasanudin Makassar Prof. Dr. Farida Patitingi, S.H., M.Hum yang dihadirkan dalam persidangan di PN Labuan Bajo menjelaskan terkait kepastian hukum adat atas kepemilikan tanah perorangan .

“Kemarin itu saksi ahli katakan bahwa penyerahan secara lisan menurut tata cara adat oleh Fungsionaris Ulayat Itu adalah sah. Jika dibuatkan suratpun oleh Fungsionaris Ulayat, itu juga kuat. Jika ada kekeliruan lokasi, semisal tanah yang diserahkan ternyata sudah milik orang lain, Fungsionaris ulayat bisa membatalkannya,” ungkap Indra

Ia menuturkan bahwa pernyataan saksi ahli tergugat sangat relevan dengan tata cara adat perolehan tanah komunal di wilayah Fungsionaris adat Nggorang.

“Surat keterangan kepemilikan itu adalah sebuah syarat administrasi dan dasar utamanya adalah tetap dengan tata cara adat “kapu manuk lele tuak” yang tidak secara tertulis,” tutup Indra

Exit mobile version