4 Sertifikat Dibatalkan BPN, Tanah Samping Hotel Marriot Sah Milik Keuskupan Denpasar

Lokasi tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) 532 yang terletak di kawasan Binongko, di samping Hotel Marriot, Labuan Bajo. Foto/YB

Labuan Bajo | Okebajo.com | Saling klaim kepemilikan atas tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) 532 yang terletak di kawasan Binongko, di samping Hotel Marriot, Labuan Bajo, kembali menguat.

Meski empat lembar sertifikat ganda atas nama Ayana, Rudi, Harto, dan  Abdulah Fatah telah dibatalkan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN). Meski demikian, masih ada pihak yang melakukan pemagaran di atas tanah seluas 532 hektar yang terletak di kawasan Binongko, samping Hotel Marriot, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Hal itu, ditegaskan oleh
Pihak perwakilan Keuskupan Denpasar, Rm. Alfons Kolo mengatakan hal itu kepada awak pers di Labuan Bajo, Kamis, 5 Oktober 2023.

Romo Alfons menjelaskan bahwa tanah tersebut sudah menjadi hak milik Keuskupan Denpasar sejak tahun 1994. Namun kemudian ditemukan 4 sertifikat ganda atas nama pihak lain di atas tanah milik Keuskupan Denpasar itu.

Menurut Romo Alfons, tanah Keuskupan Denpasar dengan SHM 532 itu sudah ada sejak tahun 1994. Kemudian dalam perjalanan waktu muncullah 4 sertifikat ganda di atas tanah Keuskupan ini, yaitu Ayana dua sertifikat, Pak Harto dan Pak Abdul Fatah.

Pihak Keuskupan Denpasar menempuh jalur hukum. Hasilnya,  4 Sertifikat ganda itu dibatalkan oleh BPN sehingga tanah itu sah milik Keuskupan Denpasar.

“Kemudian proses hukum telah dilewati  dan kita menang. Pada tahap terakhir, BPN telah membatalkan 4 sertifikat ganda ini. Dengan demikian, kita memiliki hak atas tanah itu. Bahwa pemilik utama dan pertama adalah Keuskupan Denpasar karena sertifkat ganda itu telah dibatalkan oleh BPN”, tegas Romo Alfons.

Romo Alfons menambahkan, tindak lanjut dari putusan pembatalan itu adalah pihak BPN memasang plang pembatalan 4 sertifikat di atas lahan itu.

“Untuk diketahui bahwa setelah putusan hukum itu, pada lokasi  itu dipasang Plang Pembatalan 4 Sertifikat ganda oleh BPN. Semua proses telah dilewati bahkan sampai pengumuman di koran selama 30 hari. Tidak ada reaksi dari 4 pemilik ini”, sambung Romo Alfons.

“Namun pada tanggal 24 Agustus terjadi aktivitas di lahan tanah Keuskupan itu oleh pihak Ayana dengan memagarinya dengan pagar seng biru”, kata Romo Alfons menjelaskan.

Menurut Romo Alfons, dirinya sempat ke lokasi dan bertemu dengan pihak Ayana untuk menyampaikan secara baik agar kegiatan pemagaran itu dihentikan.

“Pada waktu itu, saya sempat datang ke lokasi dan menyampaikan baik-baik supaya tidak boleh ada yang beraktivitas di atas lahan itu. Namun besoknya mereka (Ayana) tetap melanjutkan aktivitas pemagaran.  Ketika mereka sedang memagar kita datang lagi. Mereka sempat berhenti. Tapi saat kita pulang mereka melanjutkan lagi aktivitas”, ungkap Romo Alfons.

Keesokannya,  Romo Alfons menemukan plang dengan tulisan,
Tanah ini adalah hak milik perseorangan dengan AJB sekian“.

“SHM memang sudah dibatalkan. Mereka hanya mengandalkan AJB. Padahal, AJB itu kan untuk mendapatkan sertifikat. Ketika sertifikatnya gugur maka dengan sendirinya AJB itu juga gugur.  Tetapi, mereka tetap memasang itu”, beber Romo Alfons.

Tulisan ini bernada klaim kepemilikan atas tanah  tersebut yang tentu saja memancing emosi.
Sebab putusan Makhama Agung (MA) dan putusan hukum di tingkat PTUN itu sudah bulat bahwa 4 sertifikat itu dibatalkan. Tanah ini sah milik Keuskupan Denpasar.

“Ini memancing emosi. Mencari masalah, Katakanlah begitu. Apa tujuan mereka?  Sekarang BPN sudah membatalkan 4 sertifikat, namun mereka masih  tetap  melakukan aktivitas di atas lahan itu. Maka kita pihak keuskupan Denpasar tidak terima”, ungkap Romo Alfons.

Ayana tidak kantongi sertifikat tanah

Saat ditanya media perihal pengakuan dari pihak Ayana atas lahan Itu Pihak keuskupan menjelaskan bahwa  pihak Ayana memang  mengakui lokasi itu, tetapi tidak mengantongi sertifikat.

Pihak keuskupan menambahkan  jika mereka bisa menunjukkan sertifikat maka pihak keuskupan Denpasar juga menunjukkan surat pembatalan sertifikat milik Ayana.

“Tadi sempat kita bertemu dengan perwakilan Ayana yaitu Pak Budi. Kita tanya, bagaimana menurut kamu tanah ini sebenarnya milik siapa? Dia tetap menjawab milik kami dong. Ini lucu. Lalu kita minta mana sertifikatmu. Kalau pun dia tunjuk sertifikat, kita tunjuk surat pembatalan Sertifikat.  Sertifikat ini adalah bukti hak kepemilikan seseorang atas tanah atau lahan”, pungkas Romo Alfons.

Menanggapi klaim  pihak Ayana, salah seorang perwakilan Keuskupan Denpasar, Yusdi Dias menejelaskan bahwa pihak Ayana tidak memiliki sense of urgency.

“Kami berpandangan bahwa, pihak manajemen Ayana kurang  punya rasa Sense Of Urgency. Masalah ini adalah urgen, mendesak untuk disikapi, bukan masalah yang main-main”, tegas Yusdi Dias

Ayana langgar hukum
Sementara itu, Ardi Ganggas selaku pihak yang diberi kuasa oleh Keuskupan Denpasar menjelaskan bahwa Ayana telah melakukan pelanggaran hukum sebab melawan putusan dari BPN.

“Kami melihat terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak Ayana. Sudah sangat jelas  BPN sendiri sudah memasang Plang di sana, bahwa tanah tersebut merupakan milik Keuskupan Denpasar”, ungkap Ardi.

Ardi menambahkan, berdasarkan surat dari Kementerian Agraria Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional yang dikeluarkan di Provinisi ada pembatalan 4 sertifikat.

Yang pertama itu luasan 1566 atas nama Rudianto Setiawan. Yang kedua, 2068 yang luasannya itu 600 meter persegi. Yang ketiga, atas nama Hendrikus Adi Suharto dan yang keempat atas nama Abdul Fatah.

“Dua orang ini atas nama Suharto dan Abdul Fatah sudah tidak ada masalah dan mereka iklas bahkan mereka menyampaikan permohonan maaf kepada Keusukupan Denpasar. Ini sudah jelas,” kata Ardi Ganggas. **

Exit mobile version