Dugaan Mafia Tanah di Labuan Bajo, Polemik Penerbitan SHM di BPN Mabar Membuat Pemilik Tanah Asli Menderita

Avatar photo

Labuan Bajo, Okebajo.com – Sengketa tanah di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, terus bergulir. Sidang lanjutan gugatan dari Muhamad Rudini, ahliwaris alm. Ibrahim Hanta (Perkara register no.1/Pdt/.G/2024/PN tertanggal 5 Januari 2024) berlangsung di kantor Pengadilan Negeri Labuan Bajo tanggal 14 Agustus 2024 berfokus pada pembuktian dokumen terkait perkara tersebut.

Permasalahan ini bermula ketika sebagian tanah milik ahli waris almarhum Ibrahim Hanta tiba-tiba disertifikatkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 31 Januari 2017 atas nama anak-anak dari Nikolaus Naput, yaitu Paulus Grant Naput dan Maria Fatmawati Naput. Meskipun klaim tersebut telah dipertahankan oleh para tergugat, di persidangan pihaknya tergugat bersama dengan BPN Manggarai Barat tidak mampu menunjukkan dokumen warkah sebagai dasar hukum penerbitan sertifikat tersebut.

Jon Kadis, SH, mewakili tim penggugat, dengan tegas menyoroti terkait kejanggalan ini.

“Dalam fakta persidangan itu, BPN hanya menunjukkan asli SHM, tanpa warkah aslinya. Padahal BPN harus bawa ke ruang sidang. Pada moment yang amat penting dan penentu ini, warkah itu seharusnya ada, tapi faktanya tidak ada. Jadi jelas faktanya, bahwa BPN terbitkan SHM itu tanpa warkah, tanpa surat-surat administrasi sebagaimana persyaratan perundang-undangan yang berlaku untuk otoritas tatacara pekerjaan BPN,” ujar Jon dengan nada geram.

Ia bahkan menyamakan BPN dengan “mafia tanah” yang bersekongkol dengan pihak tergugat.

“Ini ya, bagaimana ya, koq BPN itu, maaf ya, dia koq seperti Tuhan Sang Pencipta sertifikat tanah sesukanya saja. Ya, bukan Tuhan-lah, tapi kepala setan mafia tanah di Labuan Bajo”, geram Jon Kadis

Dalam sidang tersebut, terungkap bahwa pihak BPN Manggarai Barat hanya membawa surat dari Lurah dan Camat yang terbit pada 15 April 2021, yang dianggap sebagai dasar administrasi.

Namun, Kata Jon Kadis bahwa surat ini memiliki jarak waktu yang mencolok dengan tanggal penerbitan SHM, yakni 31 Januari 2017, hal ini memunculkan kecurigaan tentang keabsahan dokumen-dokumen tersebut. Menurutnya bahwa surat yang dibawa oleh BPN tidak relevan dan menunjukkan bahwa proses penerbitan sertifikat itu cacat hukum.

“Nah, perhatikan tanggal surat ini, yaitu 15 April 2021. Jarak waktunya dari tanggal penerbitan SHM tertanggal 31 Januari 2017 itu adalah 4 tahun. Tandatangan dan. cap stempel Lurah dan Camat itu adalah terhadap surat keterangan kepemilikan tanah ahliwaris alm. Ibrahim Hanta tertanggal 24 Januari 2019, surat mana dibuat oleh kuasa penata tanah yang sah dari Fungsionaris adat Nggorang, Hj Ishaka dan Haku Mustafa tahun 1996. Surat keterangan Penata ini mengkorfirmasi dan menyebutkan kebenaran perolehan tanah alm. Ibrahim Hanta dengan cara adat, kapu manuk lele tuak sejak tahun 1973,” ungkapnya

Jon mengatakan bahwa Itu untuk memenuhi syarat administrasi yang diminta oleh BPN saat pengajuan penerbitan SHM ke atas nama ahli waris, yang diregistrasi BPN dalam nomor berkas 813/2020 dan ada 2 (dua) nomor lainnya juga, tertanggal 25 Februari 2020.

“Itu artinya bahwa syarat administrasi permohonan penerbitan SHM ke atas nama ahli waris alm. Ibrahim Hanta sudah memenuhi syarat oleh BPN. Kakan BPN waktu itu bernama Abel Asa Mau,” ujarnya

Lebih lanjut, Jon menjelaskan bahwa seharusnya BPN mengetahui bahwa surat keterangan dari Fungsionaris adat tidak dapat dibatalkan oleh Lurah dan Camat. Namun, BPN tetap melanjutkan penerbitan SHM kepada anak-anak Nikolaus Naput dan Santosa Kadiman, berdasarkan dokumen-dokumen yang dianggap tidak valid.

“BPN tidak melanjutkan proses penerbitan SHM ke atas nama ahli waris saat itu, gara-gara menerima dan mengakomodir surat pembatalan tandatangan dan cap stempel Lurah Labuan Bajo, Syarifufin Malik, dan Camat Komodo, Imran, S.IP. di surat keterangan Kuasa Fungsionaris adat Haji Adam Djuje,” ungkapnya

Menurutnya, penerimaan surat Lurah dan Camat itu oleh BPN bisa dipandang sebagai kongkalingkong jahat bersama Tergugat, anak-anak Nikolaus Naput dan Kadiman.

“Padahal BPN seharusnya tahu bahwa surat alas hak dari Fungsionaris adat tidak dapat dibatalkan oleh Lurah dan Camat, apalagi dengan itu lalu disimpulkan Haji Djuje bukan Fungsionaris Adat yang sah”, beber Jon.

Jon menuturkan, yang menjadi pertanyaan adalah jikalau BPN setuju apa kata Lurah dan Camat, lalu kira-kira dugaannya siapa dan mana surat alas hak bagi anak-anak Nikolaus Naput dengan Kadiman sampai-sampai BPN terbitkan SHM ke atas nama Tergugat itu tanggal 31 Januari 2017 dan GU-nya?.

“Pertama, sebagaimana fakta persidangan tanggal 14 Agustus 2024 ini, bukti alas hak anak-anak Niko Naput dan Santosa Kadiman, salah satunya adalah surat alas hak tanah 16 hektar atas nama Nasar Bin Haji Supu (dan beberapanya lagi), dan alas hak inilah yang mereka gunakan untuk klaim hak atas tanah di lahan 11 ha ahliwaris Ibrahim Hanta, sebagiannya sudah disertifikatkan dan sebagian lainnya sudah GU (Gambar Ukur). Itu jelas sekali, karena klaim itu yang mereka cantumkan dalam surat respond mereka atas surat gugatan Penggugat,” ujar Jon Kadis

Kedua, kata Jon yaitu BPN seharusnya tahu, perolehan tanah Nasar ini sudah dibatalkan oleh Fungsionaris adat, Ishaka dan Haku Mustafa pada 27 Januari 1998, surat mana turut ditandatangi dan cap stempel Lurah Labuan Bajo, Yoseph Latip, dan Camat Komodo, Drs. Ndahur.

“BPN tahu surat ini seharusnya tidak berpengaruh, tapi ia dengan sengaja mengabaikannya. Lalu siapa oknum selain Hj Djuje yang tampil mengklaim diri berhak sebagai Fungsionaris adat sehingga klaim hak atas tanah Niko Naput dan Kadiman masih tetap berangsung? Fakta persidangan ini menunjukkam buktinya, yaituu Haji Ramang dan Muhamad Sair, dimana Tergugat menyerah surat keterangan Haji Ramang dan Muhamad syair yang antara lain menerangkan bahwa merekalah Fungsionaris adat sekaligus penata tanah yang berhak membagi tanah adat Nggorang sampai hari ini. Dan BPN mengakuinya, karena waktu mediasi di Kantor BPN pada Februari 2020, bahwa Ramang turut sebagai penentu dalam sidang proses penerbitan SHM tersebut beserta Gambar Ukurnya ke atas nama ahli waris Niko Naput”, tambah Jon Kadis.

Sebagaimana berita media ini sebelumnya, bahwa ada dokument surat bukti yang diperlihatkan oleh Penggugat dalam fakta persidangan sebelumnya, tertanggal 27 Januari 1998, semua alas hak tanah Niko Naput, istrinya Beatrix Seran sudah dibatalkan (10 ha, 5 ha) dan ada dokumen asli pembatalan alas hak Nasar Bin Haji Supu (16 ha). Total jumlahnya 31 ha.

Tanah ini kemudian diperjualbelikan antara Niko Naput dan Santosa Kadiman (pemilik Hotel St Regis), yang dibuatkan Akta PPJB di Notaris/PPAT Bily Ginta. dibulatkan sejumlah 40 hektar, berdasarkan ukur secara elektronik google map oleh pegawai Kadiman yaitu Aryo Yuwono berdua saja didampingi oleh John Don Bosco yang menyebut dirinya saat jadi saksi di persidangan sebagai kuasa penata tanah Haji Ramang Ishaka sejak tahun 2004.

“Ya, ada dokumen pembatalan tanah 16 ha atas nama Nasar Bin Haji Supu tanggal 27 Januari 1998, tandatangan di atas meterai yang sah oleh Fungsionaris adat Hj Ishaka dan Haku Mustafa, turut tandatangan Lurah Yoseph Latip dan Camat Drs.Ndahur,” jelasnya

Letak tanah 16 ha itu kata Jon, berada di luar tanah alm. Ibrahim Hanta di bagian selatannya.

“Tapi koq BPN tidak perduli semua itu, lalu dengan kekuasaannya seperti Tuhan untuk menciptakan SHM Tergugat. Sangat diharapkan agar dari bukti persidangan ini menjadi pertimbangan yang amat penting bagi Majelis Hakim dalam menjatuhkan keputusan atas perkara ini”, tutup Jon Kadis, SH, satu dari tim PH Penggugat dari Kantor Advokat ELICE LAW FIRM & PARTNERS, Denpasar, Bali.

Berita media ini sebelumnya juga, DR. (c) Indra Triantoro, S.H., M.H selaku kuasa hukum ahli waris Ibrahim Hanta mengatakan bahwa ditemukan fakta baru oleh pihak penggugat berupa adanya dokumen perubahan status obyek sengketa dari SHM menjadi SHGB oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat pada tahun 2023 lalu yang pada saat itu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat dijabat oleh Gatot Suyanto, A. Ptnh., M.H.

Sebelumnya status tanah sengketa tersebut terdaftar sebagai Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 02549 atas nama Maria Fatmawati Naput yang diterbitkan pada 31 Januari 2017 sudah berubah menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) nomor 00176 tertanggal 20 Desember 2023. Sementara sebelum ada perubahan status SHM menjadi SHGB obyek sengketa tersebut, pihak penggugat telah mengajukan permohonan pemblokiran ke BPN Manggarai Barat pada 29 September 2022.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Kantor ATR/BPN Manggarai Barat, Eksam Sodak menjelaskan, bahwa pihaknya saat ini masih menunggu hasil putusan proses perkara perdata antara para pihak sedang bergulir di pengadilan.

“Kita sedang menunggu hasil perkara perdata antara ahli waris Ibrahim Hanta dan pihak Maria Fatmawati Naput. Karena sampai saat ini pun belum ada keputusan yang final. Jadi kita tunggu saja pengadilan memutuskan seperti apa”, kata Eksam Mengutip dari media Jurnalflores

Lebih lanjut, sambung Eksam, terkait tudingan kuasa hukum ahli waris Ibrahim Hanta itu dapat dijelaskan sesuai runtutan peristiwa berdasarkan prosedur dan mekanisme yang berlaku di Kantor ATR/BPN di seluruh Indonesia.

“Semua mekanisme yang dilakukan oleh pemohon (Maria Fatmawati Naput -red) waktu itu mungkin dinyatakan lengkap, sehingga adanya perubahan jenis hak dari SHM ke HGB. Tetapi saya mau tegaskan bahwa perubahan itu bukan proses peralihan hak. Beda perubahan hak dengan proses peralihan hak. Perubahan hak itu adalah perubahan dari jenis tertentu menjadi jenis tertentu, belum ada peralihan hak disitu”, tegas Pelaksanaan Harian Tugas Kepala Kantor ATR/BPN Mabar Eksam Sodak di ruang kerjanya

Lanjut dia, apa yang dituduhkan oleh kuasa hukum ahli waris Ibrahim Hanta adalah tidak benar.

“Karena itu belum bisa dikategorikan sebagai peralihan hak”, tambahnya.

Walau demikian kata Eksam apa yang di mohonkan oleh pemohon dalam hal ini Maria Fatmawati Naput belum bisa dilanjutkan.

“Lagipula HGB yang dimohonkan oleh pemohon itu dipending dan belum selesai karena adanya perkara antara ahli waris Ibrahim Hanta dan pihak Maria Fatmawati Naput. Kita tunggu hasil perkara mereka saja”, pungkasnya. **

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *