Labuan Bajo, Okebajo.com – Polemik sengketa tanah 11 hektar yang berlokasi di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat semakin memanas. Laporan polisi bernomor LP/B/148/X/2024/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT yang diajukan oleh Muhamad Syair pada 3 Oktober 2024 kini menjadi sorotan publik. Laporan tersebut, yang telah ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh Polres Manggarai Barat, diduga mengandung unsur pembohongan publik, memicu desakan agar Syair bertanggung jawab atas Laporanya tersebut.
Pihak terlapornya adalah Muhamad Rudini, Suwandi Ibrahim, Mikael Mansen dan Stefanus Herson.
Laporan Polisi tersebut menyebutkan adanya dugaan pemalsuan dokumen terkait surat keterangan pembatalan penyerahan tanah adat tertanggal 17 Januari tahun 1998 yang digunakan pihak ahli waris alm. Ibrahim Hanta di sidang perkara perdata di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.
Muhamad Syair yang mengaku dirinya adalah keturunan Haku Mustafa mengklaim bahwa surat pembatalan tahun 1998 tersebut diduga palsu baik isi maupun tanda tangan sehingga Ia melaporkannya ke Polres Manggarai Barat.
“Dokumen itu kita beri nama surat keterangan tertanggal 17 Januari tahun 1998. Dimana surat ini telah digunakan terlapor dalam satu sidang pidana perkara perdata di Pengadilan Negeri Labuan Bajo yang mana isi suratnya diduga palsu baik isi maupun tanda tangan,” kata Mursyid Surya Candra selaku kuasa hukum Muhamad Syair di Mako Polres Mabar, Selasa (19/11/2024) siang, mengutip dari media flores.pikiran-rakyat.com yang diterbitkan pada 19 November 2024.
Menurut kuasa hukum Muhamad Syair bahwa dalam surat itu tertera beberapa nama dan tanda tangan yaitu Haji Ishaka dan Haku Mustafa selaku Fungsionaris Adat Nggorang dan juga bapak Yoseph Latif selaku Lurah Labuan Bajo serta Yos Vins Ndahur selaku camat komodo. Namun demikian, surat itu dirasa janggal oleh pelapor Muhamad Syair selaku keturunan dari Haku Mustafa. Kejanggalan pertama dari segi tanda tangan, menurutnya tanda tangan dalam surat itu tidak identik dengan tanda tangan Haku Mustafa.
Tak hanya itu, kuasa hukum Muhamad Syair menyebut bahwa terdapat kejanggalan isi surat. Menurutnya, stelah dilakukan pengecekan, ternyata surat itu tidak ada di arsip/dokumen fungsionaris adat Kedaluan Nggorang (sistem pemerintahan setingkat kecamatan adat Manggarai jaman dahulu).
“Menjadi sangat aneh ketika orang yang mengeluarkan surat itu tidak memiliki arsip atau kopiannya. Kemudian diperkuat keterangan dari berbagai sumber soal dokumen pembatalan itu dan menyatakan tidak ada pembatalan,” pungkasnya.
Sementara dalam surat itu menerangkan adanya penyerahan tanah adat tahun 1991 kepada bapak Nasar Sopu oleh Haji Ishaka dan Haku Mustafa, kemudian tahun 1998 dibatalkan secara sepihak tanpa diketahui si Nasar.
“Karena itu, selaku pelapor sebagai keturunan Haku Mustafa dan merupakan pelaku fungsionaris Adat Nggorang, ia memiliki kapasitas menilai isi surat itu. Menurutnya tidak mungkin ada pembatalan sepihak terhadap penyerahan tanah adat yang sudah diserahkan tahun 1991,” terang Mursyid.
Namun, klaim tersebut mendapat bantahan keras dari berbagai pihak, termasuk Zulkarnain Djudje, yang menyebut laporan Syair tidak didukung bukti kuat. Ia mengatakan bahwa dokumen yang dijadikan dasar laporan Syair tidak relevan dengan tanah yang dinyatakan sah milik ahli waris Ibrahim Hanta berdasarkan putusan Pengadilan Labuan Bajo.
Dengan tegas Ia menuduh Muhamad Syair melakukan kebohongan publik terkait laporan dugaan pemalsuan dokumen tanah seluas 16 hektar di wilayah Keranga. Ia menegaskan bahwa Muhamad Syair harus mampu menunjukkan lokasi maupun batas-batas tanah tersebut secara jelas sesuai dengan dokumen yang yang dia laporkan di Polres Manggarai Barat.
“Jika dia tidak bisa membuktikan lokasi tanah milik Nasar Sopu yang katanya seluas 16 hektar itu, maka jelas dia hanya membuat gaduh dan membohongi Polres Manggarai Barat serta masyarakat umum,” ujar Zulkarnain, Sabtu, (30/11/2024).
Zulkarnain juga menyoroti dugaan keterlibatan pihak lain, termasuk seorang oknum perwira Polres Manggarai Barat dan pengacara Niko Naput, dalam laporan yang dibuat oleh Muhamad Syair. Ia menyebut mereka diduga terlibat dalam skenario pembohongan publik jika tidak mampu memberikan bukti yang konkret.
Ia menyebut bahwa dasar laporan Muhammad Syair dianggap tidak memiliki hubungan dengan tanah 11 hektare yang menjadi sengketa.
“Kalau memang ada dugaan pemalsuan, mana bukti dokumen asli untuk dibandingkan? Bahkan, tanah yang diklaim Syair berada jauh dari lokasi tanah ahli waris Ibrahim Hanta,” ujarnya
Ia mengatakan bahwa keluarga ahli waris Ibrahim Hanta harus mendesak Polres Manggarai Barat untuk meminta pertanggungjawaban dari Muhamad Syair.
“Jangan asal buat laporan tanpa bukti yang jelas. Tunjukkan lokasi 16 hektarnya dan batas-batasnya dimana?dan pengacaranya Muhamad Syair harus tunjukkan surat alas hak tanah yg asli 16 hektar itu, karena sepengetahuan saya tanah Nasar Sopu di keranga hanya 4 hektar saja,” tambahnya.
Menurut Zulkarnain, langkah ini penting untuk memastikan kebenaran laporan yang diajukan Muhamad Syair.
Ia menjelaskan bahwa Muhamad Syair, Oknum Perwira Polres Manggarai Barat, dan pengacara Niko Naput diduga kuat lakukan pembohongan publik jika pihak pelapor tidak bisa buktikan.
“Jadi dia (Muhamad Syair. Red) yang mengaku keturunan fungsionaris adat Nggorang jangan asal buat LP sembarang saja. Jika tidak bisa buktikan. Ayo harus jentle dan ksatria tunjukan alas hak asli dan tunjukan dimana lokasi dan batas-batasnya,” tegasnya
Ia juga meminta keluarga ahli waris ailm. Ibrahim Hanta untuk mendesak pihak berwenang agar menangani laporan serupa yang diajukan oleh Mikael Mansen dan Steph Herson.
“Pihak Ahli waris harus mendesak polres Mabar untuk menindaklanjuti LP dari Mikael Mensesn dan Steph Herson terkait keterlibatan Haji Ramang dalam sengketa tanah Keranga ini,” tegas Zul Djuje
Hal serupa juga dipertegas oleh Wihelmus Warung salah satu saksi dari pihak ahli waris Ibrahim Hanta. Ia turut membantah klaim Muhammad Syair. Ia menegaskan bahwa dokumen yang dijadikan dasar laporan Syair tidak relevan dengan tanah yang diputuskan sah milik ahli waris Ibrahim Hanta.
“Klaim Muhammad Syair jelas salah lokasi. Tanah yang dipermasalahkan bukan tanah 11 hektar di Keranga. Jadi, apa pun dokumen yang mereka sebut asli atau palsu, tidak ada hubungannya dengan tanah milik ahli waris Ibrahim Hanta,” ujar Wihelmus Sabtu (30/11/2024)
Jon menjelaskan bahwa tanah 16 hektar yang disebut dalam laporan Muhammad Syair, dengan dokumen tertanggal 17 Januari 1998, tidak berada di lokasi yang sama dengan tanah milik ahli waris Ibrahim Hanta.
“Tanah 16 hektar milik Nasar Sopu yang disebutkan dalam surat itu berada di selatan, jauh dari tanah milik Muhammad Rudini. Surat perolehan Nasar Sopu 16 hektar tanggal 10 maret 1990 yang mereka sebut dalam berita di salah satu media yang kami baca itu yang dibatalkan tgl 17 Januari 1998 letaknya di bagian selatan jauh dari tanah Rudini cs dan tidak ada hubungan dgn tanah rudini, cs. Ini adalah dua lokasi yang berbeda. Jadi, klaim Muhammad Syair benar-benar tidak relevan,” tegas Wihelmus
Oknum Perwira Polres Mabar Dilaporkan ke Propam Mabes Polri
Berita media ini sebelumnya, seorang oknum perwira Polres Manggarai Barat berinisial NNB dilaporkan oleh Keluarga ahli waris almarhum Ibrahim Hanta ke Divisi Propam Mabes Polri atas dugaan keberpihakanya dalam proses penanganan LP sengketa tanah 11 ha di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, NTT. Laporan dengan nomor SPSP2/005488/XI/2024/BAGYANDUAN, tertanggal 14 November 2024, diajukan sebagai bentuk protes atas ketidakadilan yang mereka alami.
Persoalan ini bermula dari sengketa tanah seluas 11 hektare di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo. Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada 23 Oktober 2024, tanah tersebut dinyatakan sah sebagai milik ahli waris almarhum Ibrahim Hanta dalam perkara perdata No. 1/Pdt.G/2024/PN.LBJ. Namun, konflik muncul ketika Muhammad Syair melaporkan dugaan pemalsuan dokumen oleh ahli waris Ibrahim Hanta ke Polres Manggarai Barat.
Jon Kadis, SH., kuasa hukum ahli waris Ibrahim Hanta, menuding laporan Syair hanyalah upaya kriminalisasi tanpa dasar hukum kuat.
“Polres lebih memprioritaskan laporan Muhammad Syair, padahal ia kalah di pengadilan perdata. Sebaliknya, laporan ahli waris Ibrahim Hanta mangkrak tanpa perkembangan,” ungkap Jon, Selasa (19/11/2024).
Jon Kadis mempertanyakan prioritas Polres Manggarai Barat yang dinilai tidak adil. Laporan Muhammad Syair yang baru diajukan pada Oktober 2024 langsung naik ke tahap penyidikan. Sementara itu, empat laporan dari ahli waris Ibrahim Hanta yang sudah diajukan sejak 2022 hingga 2024 tidak menunjukkan kemajuan.
“Kami menduga ada skenario jahat yang dirancang untuk memojokkan ahli waris Ibrahim Hanta. Oknum perwira Polres Mabar diduga terlibat dalam memuluskan laporan Muhammad Syair, yang jelas tidak relevan dengan tanah milik ahli waris,” tegas Jon.
Keempat laporan tersebut meliputi: LP/B/249/IX/2022 (13 September 2022) oleh Suwandi Ibrahim, LP/B/79/VI/2024 (29 Juni 2024) oleh Mikael Mensen.
LP/B/80/VI/2024 (29 Juni 2024) oleh Stephanus Herson, LP/B/124/VIII/2024 (26 Agustus 2024) oleh Muhammad Rudini dan Mikael Mensen.
Ia juga mengkritik dasar laporan Muhammad Syair, yang dianggap tidak memiliki hubungan dengan tanah 11 hektare yang menjadi sengketa.
“Kalau memang ada dugaan pemalsuan, mana bukti dokumen asli untuk dibandingkan? Bahkan, tanah yang diklaim Syair berada jauh dari lokasi tanah ahli waris Ibrahim Hanta,” ujarnya.
Muhammad Rudini, salah satu ahli waris, bahkan merasa harus melaporkan ketidakprofesionalan dan keberpihakan dalam penyelidikan ini ke Biro Propam Mabes Polri di Jakarta.
“Saya merasa ada keanehan juga pada oknum penyelidik di Polres Mabar. Tidak profesional merespon laporan pidana Muhamad Syair itu. Juga tebang pilih, dimana LP saya sejak tgl 26 Agustus 2024 berjalan di tempat. Itulah sebabnya saya datang melakukan pengaduan ke Biro Propam Mabes Polri, Provos Mabes Polri di Jakarta”, ucap Muhamad Rudini, Selasa (19/11/2024)
Keluarga ahli waris berharap Propam Mabes Polri dapat memberikan keadilan dan mengusut dugaan ketidakprofesionalan aparat.
“Kami ingin seluruh laporan, baik dari pihak Muhammad Syair maupun ahli waris Ibrahim Hanta, diproses secara transparan dan adil. Penyidik harus netral dan tidak tebang pilih,” tegas Rudini
Ia menekankan pentingnya penyelesaian sengketa ini tanpa keberpihakan.
“Saran kami, biarkan seluruh proses perdata selesai lebih dulu. Jangan sampai penegak hukum dianggap tidak netral,” tutup Rudini
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Manggarai Barat, AKBP Christian Kadang, S.I.K., melalui Kasi Humas Polres Manggarai Barat IPTU Eka Darmayuda ketika dikonfirmasi via WhatsApp pada Minggu, (1/12/2024) hingga saat ini belum memberikan tanggapan**