Dugaan Konspirasi Majelis Hakim di PT Kupang: Perintah Sidang Ulang Sengketa Tanah Keranga Dinilai Penuh Kejanggalan

Avatar photo

Labuan Bajo, Okebajo.com – Tim kuasa hukum ahli waris almarhum Ibrahim Hanta mengungkap dugaan adanya

konspirasi yang melibatkan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang dalam memutuskan perkara sengketa tanah 11 hektare yang terletak di Kelurahan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.

Jon Kadis, S.H., anggota tim kuasa hukum, mencurigai bahwa dalam waktu hanya tiga hari sejak berkas banding diterima pada 6 Januari 2025, Majelis Hakim langsung memutuskan untuk melakukan sidang ulang pada 10 Januari 2025.

“Masa hanya dalam kurun waktu 3 hari, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang sudah mengambil keputusan penting ini? Kami kuat menduga adanya konspirasi antar pihak tergugat dan 3 Majelis Hakim yang mempengaruhi keputusan tersebut,” ujar Jon dengan tegas.

Ia juga menyoroti ketidakwajaran keputusan yang dianggap terburu-buru dan penuh kejanggalan. Menurutnya, Majelis Hakim langsung memerintahkan untuk membuka kembali sidang di Pengadilan Negeri Labuan Bajo guna memeriksa ahli dan menerima bukti baru dari pihak tergugat, meskipun perkara tersebut telah diputus secara final di tingkat pertama.

“Kami menduga ada konspirasi di balik keputusan ini, di mana Majelis Hakim dipaksa untuk memenuhi permintaan Santosa Kadiman, yang tercatat dalam memori bandingnya, untuk membuka kembali persidangan,” tambah Jon.

Keanehan lain yang diungkapkan Jon adalah kenyataan bahwa hanya dua saksi ahli dari pihak tergugat yang dipanggil untuk hadir dalam sidang ulang tersebut, sementara saksi ahli dari pihak penggugat tidak dipanggil sama sekali, menciptakan ketidakseimbangan yang jelas dalam proses hukum dan tidak ada keadilan antara kedua belah pihak.

Sebagai respons terhadap dugaan konspirasi ini, Tim kuasa hukum ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, yang dipimpin oleh Dr. Ch. Indra Triantoro, S.H., M.H., resmi mengajukan pengaduan terhadap dugaan pelanggaran kode etik oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang kepada Presiden RI, Wakil Presiden RI, Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Komisi Yudisial RI, Kejaksaan Agung RI, dan KPK

Dalam laporan yang disampaikan pada Sabtu, 18 Januari 2025, kuasa hukum tersebut menyoroti keputusan yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip finalitas hukum dalam perkara sengketa tanah yang melibatkan ahli waris almarhum Ibrahim Hanta di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

Menurut Dr. Indra Triantoro, keputusan kontroversial yang dibuat oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang – yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis Tjondro Wiwowo, S.H., M.H. serta Hakim Anggota I Ketut Tirta, S.H., M.H. dan Lucius Sunarno, S.H., M.H. – memerintahkan sidang ulang meskipun putusan tingkat pertama telah ditetapkan dengan jelas dan final. Keputusan ini dinilai melanggar asas kepastian hukum dan memunculkan ketidakpastian bagi para pihak yang berperkara.

Kronologi Sengketa Tanah

Kasus ini bermula dari gugatan mengenai sengketa sebidang tanah seluas 11 hektare di Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Pada 23 Oktober 2024, Pengadilan Negeri Labuan Bajo memutuskan:

Mengabulkan sebagian gugatan dan menyatakan Penggugat sebagai ahli waris almarhum Ibrahim Hanta dan almarhumah Siti Lanung, menyatakan tanah sengketa sebagai milik ahli waris dan menganggap sertifikat yang diterbitkan atas nama Tergugat tidak sah dan menghukum para tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp 3.218.500.

Namun, keputusan ini tidak diterima dengan oleh pihak tergugat, yang kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kupang. Di sinilah muncul perintah untuk sidang ulang guna mendengarkan keterangan tambahan dari dua ahli yang dipilih oleh majelis hakim.

Pelanggaran yang Diduga Terjadi

Menurut Dr. Indra, perintah sidang ulang yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Kupang dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan bertentangan dengan prinsip finalitas hukum. Hal ini menciptakan ketidakpastian bagi para pihak berperkara dan membuka kemungkinan penyalahgunaan wewenang.

“Keputusan untuk mengadakan sidang ulang dengan memeriksa ahli yang sebelumnya sudah diperiksa di pengadilan tingkat pertama adalah langkah yang tidak masuk akal. Keterangan ahli tersebut tidak relevan lagi karena seluruh bukti sudah dipertimbangkan dalam putusan yang telah final,” jelas Indra.

Selain itu, ia mengungkapkan bahwa permintaan pemeriksaan terhadap Ahli Sapta Dwikardana, Ph.D., yang berkompeten dalam analisis tulisan tangan, tidak dapat dibenarkan, mengingat bahwa belum ada bukti forensik yang dihadirkan di persidangan terkait surat palsu.

Dugaan Pelanggaran Etika oleh Majelis Hakim

Tindakan yang diambil oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang, menurut Dr. Indra, juga berpotensi melanggar kode etik hakim yang mengatur prinsip-prinsip seperti independensi, profesionalitas, dan integritas.

“Putusan yang sudah lengkap dan final seharusnya tidak boleh dibuka kembali kecuali melalui mekanisme yang sah seperti peninjauan kembali (PK),” tambahnya.

Menurut Indra, perintah untuk membuka sidang kembali tidak hanya melanggar asas kepastian hukum, tetapi juga bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan Indonesia, menciptakan preseden buruk yang berpotensi menyebabkan manipulasi hukum di masa depan.

Atas dasar dugaan pelanggaran tersebut, tim kuasa hukum ahli waris almarhum Ibrahim Hanta memohon agar Presiden dan Wakil Presiden RI, Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Komisi Yudisial RI, Kejaksaan Agung RI, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pembatalan sidang tambahan yang direncanakan di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.

Mereka juga meminta agar dilakukan penyelidikan menyeluruh terhadap dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang. Jika terbukti ada pelanggaran, mereka menuntut agar diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, demi menjaga integritas dan kredibilitas lembaga peradilan.

Pihak kuasa hukum juga berharap agar sistem peradilan Indonesia semakin mengedepankan kepastian hukum dan memastikan bahwa putusan yang telah final di tingkat pertama tidak dapat dibuka kembali tanpa dasar yang sah.

Seiring dengan berkembangnya isu ini, hingga berita ini diterbitkan, media ini belum berhasil mendapatkan konfirmasi dari Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang terkait tuduhan yang disampaikan oleh Tim Kuasa Hukum ahli waris Ibrahim Hanta. ***

Oke Bajo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *