Menara Tower Telkomsel di Desa Manong Diduga Berdiri Tanpa Ada Persetujuan Warga Pemilik Lahan Sekitar

Avatar photo
Menara Tower Telkomsel di Desa Manong Berdiri Tanpa Ada Persetujuan Warga Pemilik Lahan Sekitar
Foto Ilustrasi

Labuan Bajo, Okebajo.com – RS, Seorang warga Kampung Wewak, Desa Manong, Kecamatan Pacar, mengungkapkan kekecewaannya terhadap pihak Telkomsel terkait keberadaan menara (tower) jaringan yang berdiri di samping tanah miliknya. Tower tersebut dibangun sekitar tahun 2020, namun RS mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses pembangunannya.

Menurut RS, salah satu persyaratan pendirian menara telekomunikasi adalah adanya persetujuan dari pemilik tanah yang berbatasan langsung dengan lokasi pembangunan. Sayangnya, dalam kasus ini, ia merasa diabaikan. Selama hampir lima tahun, RS menunggu itikad baik dari pihak Telkomsel untuk memberi klarifikasi atau melibatkan dirinya dalam diskusi, namun hingga kini belum ada tindak lanjut.

“Saya berencana membangun rumah di tanah saya yang berada di sebelah selatan tower tersebut. Namun, sejak awal pembangunan, saya tidak pernah diberi tahu atau diajak berdiskusi oleh pihak Telkomsel. Saya justru mendengar bahwa beberapa warga lain yang tanahnya berdekatan dengan tower telah diajak bicara, tetapi saya sendiri tidak pernah dipanggil,” ungkap RS dengan nada kecewa.

RS berharap sebelum kontrak penggunaan tanah untuk tower tersebut diperpanjang, pihak Telkomsel bisa lebih transparan dan melibatkan dirinya sebagai pemilik tanah yang berbatasan langsung.

“Saya hanya ingin hak saya diakui dan dipertimbangkan. Jika ada perpanjangan kontrak, sebaiknya pihak Telkomsel juga melibatkan kami yang memiliki tanah di sekitar lokasi tower, karena saya juga punya rencana membangun rumah di sana,” tambahnya.

Divisi Operation Tower Telkomsel yang bernama Mungkar ketika dikonfirmasi media ini pada Kamis, (20/2/2025) menjelaskan bahwa masalah tersebut lebih tepat ditanyakan kepada Divisi Project. Menurutnya, Divisi Operation hanya menangani operasional setelah menara mulai berfungsi, sedangkan proses awal pembangunan ditangani oleh Divisi Project.

“Saya kan di bagian divisi operation, nah yang seharusnya lebih tepatnya ini adalah divisi Projeck karena saat pembangunan awal itu kan saya tidak paham histori awalnya. Jadi tower itu tidak serta Merta dari awal pembangunannya saya mengetahui historinya. Saat tower itu on air kan dari divisi projek baru penangananya jatuh ke tangan saya.

Lalu terkait dengan info bahwa warga tidak menerima ganti rugi menurut Mungkar bahwa waktu pengurusan berkas untuk mengurus IMB, rune paradise warga seradius tingginya tower itu dilibatkan semua.

“Nah sempat saya mendengar kabar dari pa Kades yang barusan saya konfirmasi bahwa bapak pemilik tanah yang di samping rumah waktu itu tidak ada di tempat. Nah kalau di saat yang sekarang di konfirmasikan kembali terkait ini ya boleh dikonfirmasikan kembali ke Pa Kadesnya,” kata Mungkar.

Ia menuturkan bahwa Kalau soal IMB yang waktu ddirikan itu persayaratanya itu memang harus ada persetujuan dari warga seradius tingginya tower.

“Dan itu berkasnya ada. Nanti saya cek berkasnya. Jadi saya ini kan divisi operation, ketika ada yang komplain maka saya harus ngecek dulu ke divisi projeknya karena mereka yang tahu persis histori dari awalnya,” tegasnya.

Ia juga mengakui bahwa tower tersebut memang milik mereka.

“Tower itu memang milik kita, istilahnya gini jadi kita yang punya menara sewakan ke Telkomsel. Ibaratnya saya punya ruko saya siapkan tempatnya disewakan sama operatornya untuk tarokan perangkatnya. Jadi kita bermitra dengan Telkomsel. Kita hanya mendirikan saja,” tuturnya.

Lebih lanjut Ia menyarankan kepada RS untuk konfirmasi kepada Kepala Desa Manong selaku pemilik lahan.

“Terkait info tersebut apa sudah di konfimasi ke pak Kades ya? Karena by phone kemarin pak kades minta ditemuin dan ditanyakan langsung ke beliau. Kades selaku pemilik lahan Meminta jika ada pihak yang merasa complain bisa langsung konfirmasi sama beliau,” kata Mungkar.

Sementara itu, I GP Manik Punarbawa selaku Divisi Legal kepada media ini, Jumat, (21/2/2025) menjelaskan bahwa berdasarkan proses yang telah dilakukan sebelumnya, administrasi dari Kepala Desa menjadi dasar mengapa tower tersebut bisa berdiri.

“Saya tanyakan kepada Kepala Desa bahwa saya menerima komplain dari warga. Kenapa beliau komplain lagi sementara kami sudah melalui proses saat pembangunan di awal? Info dari Kepala Desa menyatakan bahwa keberadaan tower ini sudah mendapatkan kesepakatan dari warga melalui sosialisasi dan persetujuan,” jelas Manik.

Lebih lanjut, ia meminta Kepala Desa untuk memfasilitasi dialog dengan warga terkait komplain ini, mengingat pihak perusahaan telah menjalankan investasi berdasarkan prosedur yang dianggap sah.

“Kepala Desa menyatakan bahwa sudah ada kesepakatan. Sebagai perusahaan, kami tidak mungkin melewati proses yang telah kami lalui sesuai prosedur. Jika ada anggapan bahwa Kepala Desa membohongi perusahaan, kami tidak tahu siapa warganya yang merasa dirugikan. Pemerintah Desa yang lebih memahami situasi ini,” tambahnya.

Manik menegaskan bahwa secara legal, keberadaan tower tersebut telah mendapatkan persetujuan dari pihak desa dan diketahui oleh camat.

“Kalau berdasarkan dokumen legal yang kami miliki dari desa dan camat, menara ini bukan ilegal, melainkan sah secara hukum. Itu menjadi dasar kami dalam membangun tower,” pungkasnya.

Harapan Warga untuk Kejelasan

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dalam proses pembangunan infrastruktur publik, terutama yang berdampak langsung pada masyarakat sekitar. RS berharap ada itikad baik dari pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan bijak, sehingga hak-hak pemilik tanah tetap dihormati dan keberadaan infrastruktur tetap memberikan manfaat bagi semua pihak.

Hingga berita ini terbit, Kepala Desa Manong, Marianus Sumardi Karim belum berhasil di konfirmasi. Media ini masih berupaya untuk mendapatkan keterangan resmi darinya. **

 

Oke Bajo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *