Labuan Bajo, Okebajo.com – Sengketa tanah di Keranga, Labuan Bajo, memasuki babak baru dengan munculnya tujuh orang warga yang mengklaim sebagai pemilik sah tanah yang terletak di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Lokasi ini merupakan tempat di mana Hotel St. Regis Labuan Bajo mengadakan acara peletakan batu pertama pada 21 April 2022 yang lalu.
Tujuh warga yang mengklaim sebagai pemilik sah tanah di lokasi tersebut kini bersiap membawa kasus ini ke ranah hukum. Tanah yang dipersengketakan ini tepat berdekatan langsung di bagian selatan dengan lahan 11 hektar milik ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, yang juga tengah berjuang di jalur hukum.
Ketujuh warga yang berencana menempuh langkah hukum ini adalah Lambertus Paji Elam, Abdul Haji, Muhamad Hata, Usman Umar, Mustarang, Muh. A. Adam Djudje, dan Djulkarnain Djudje. Mereka menuding ahli waris almarhum Nikolaus Naput, Santosa Kadiman (Pemilik Hotel St. Regis Labuan Bajo), serta Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair (keturunan Fungsionaris Adat Nggorang) diduga telah melakukan penyerobotan lahan.
Mereka berencana melaporkan persoalan ini secara pidana ke Bareskrim Mabes Polri atas dugaan penyerobotan tanah tersebut dan juga akan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Labuan Bajo dalam waktu dekat.
Tanah Sengketa dan Dugaan Penyerobotan
Tanah yang dipersoalkan telah memiliki Gambar Ukur (GU) atas nama Rosyina Yulti Mantuh (luas 29.946 m²) dan Albertus Alviano Ganti (luas 26.692 m²). Saat ini, di lokasi tersebut sudah berdiri bangunan rumah penjagaan yang diduga milik Hotel St. Regis serta terdapat alat berat seperti mesin penggiling batu dan ekskavator.
Jon Kadis SH., yang mewakili tim kuasa hukum ketujuh warga tersebut yakni Inspektur Jendral Polisi (pur) Drs. I Wayan Sukawinaya M.si SH., dan Dr. (c) Indra Triantoro, S.H., M.H., kepada media ini, mengungkapkan bahwa kliennya memiliki bukti surat perolehan hak tanah asli yang diterbitkan oleh Fungsionaris Adat Nggorang, yakni Haji Ishaka dan Haku Mustafa pada tahun 1992 yang mana bentuk surat perolehan hak tanah yang benar adalah 1 lembar bolak balik saja. Menurutnya tidak ada bentuk surat alas hak tanah dari Haji Ishaka dan Haku Mustafa yang jumlahnya 2 sampai 3 lembar surat.
“Jika ada surat perolehan tanah yang bentuknya lebih dari 1 lembar, itu bisa dipastikan bahwa Itu bentuk surat yang diduga palsu. Pengusaha atas nama Santosa Kadiman, pemilik Hotel St. Regis Labuan Bajo, dan ahli waris almarhum Nikolaus Naput diduga telah melakukan perampasan dan perusakan tanah milik mereka,” tegas Jon, Jumad, (21/3/2025) pagi.
Lebih jauh, Jon menyebut bahwa akibat tindakan ini, ketujuh warga yang merasa dirugikan ini siap memagar bahkan mengosongkan lahan tersebut serta menuntut kompensasi atas penggunaan lahan yang digunakan pemilik hotel St. Regist selama ini.
Putusan Pengadilan dan Dugaan Mafia Tanah
Pada 18 Maret 2025, Pengadilan Tinggi Kupang telah mengeluarkan putusan yang memenangkan ahli waris almarhum Ibrahim Hanta dalam sengketa tanah seluas 11 hektar di Keranga. Putusan ini menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo yang sebelumnya telah menetapkan tanah tersebut sebagai milik ahli waris Ibrahim Hanta.
Jon Kadis menuturkan bahwa kekalahan kelompok penyerobot tanah di Keranga dalam perkara No.1/2024 disebabkan karena satu-satunya alas hak mereka hanyalah fotokopi surat tertanggal 10 Maret 1990. Surat tersebut telah secara resmi dibatalkan pada 17 Januari 1998 oleh Fungsionaris Ulayat Nggorang.
Meskipun mereka mencoba mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kupang, hakim tetap memenangkan ahli waris Ibrahim Hanta, meskipun ada sidang tambahan dengan menghadirkan saksi ahli baru dari pihak Niko Naput, Santosa Kadiman, dan PT Mahanaim Group (Hotel St. Regis). Namun, kedua saksi tersebut hanya berasumsi tanpa riset yang jelas.
“Yang paling menguatkan putusan hakim Pengadilan Tinggi Kupang adalah dalam alasan pertimbangannya yang menegaskan bahwa surat alas hak 10 Maret 1990 SUDAH DIBATALKAN 1998. Bahkan diperkuat Oleh hasil Satgas Mafia Tanah Kejagung RI karena tidak ada Aslinya dan Digugurkan oleh Pengadilan Negeri labuan bajo karena salah lokasi dan salah ploting. Selain itu, surat-surat pembatalan tanah Niko Naput dan istrinya dengan total luas 31 hektar dinyatakan sah. Ditambah lagi, tanah fiktif seluas 40 hektar yang diperjualbelikan melalui PPJB pada tahun 2014 antara Niko Naput dan Santosa Kadiman di Notaris Billy Ginta juga turut dinyatakan tidak sah. Bahkan, dari keterangan saksi sopir pribadi Niko Naput, Emeltus Jemau, serta orang suruhan atau sekretaris Haji Ramang Ishaka, John Bosco, dapat disimpulkan bahwa tanah tersebut tumpang tindih dengan tanah milik tujuh klien kami,” jelas Jon.
Jon Kadis, SH., yang juga merupakan bagian dari tim pengacara bersama Dr(c) Indra dari Kantor Advokat Elice Law Firm dalam perkara ahli waris Ibrahim Hanta, menegaskan bahwa putusan ini semakin memperkuat fakta bahwa para penyerobot tanah di Keranga tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Mafia Tanah di Labuan Bajo?
Kasus ini semakin menguak praktik mafia tanah yang diduga telah lama beroperasi di Labuan Bajo. Modus yang digunakan mirip dengan kasus ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, yakni penguasaan tanah tanpa dasar hukum yang jelas.
“Mereka lagi, mereka lagi! Kejam dan tidak bermoral! Para mafia tanah ini terus merampas hak warga,” seru Zulkarnain Djudje salah satu warga yang akan menggugat.
“Tanpa dokumen kepemilikan yang sah dari Fungsionaris Adat Nggorang, mereka tetap berani menyerobot tanah milik warga. Akibat ulah mereka, iklim investasi di Labuan Bajo terganggu, dan citra pariwisata daerah ini tercoreng di mata dunia,” tambah Zulkarnain.
Kasus ini masih terus bergulir, dan para pemilik tanah yang merasa dirugikan bertekad memperjuangkan hak mereka hingga ke tingkat tertinggi. **