Labuan Bajo, Okebajo.com – Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, meminta kejelasan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait kebijakan pemungutan pajak hotel dan restoran di atas air. Hal ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Permintaan ini disampaikan dalam audiensi Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Emanuel Melkiades Laka Lena bersama bupati dan wali kota se-NTT dengan Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Luky Alfirman, di Gedung Kemenkeu, Jakarta, pada Kamis (20/03/2025) sore.
Kebijakan pajak hotel dan restoran di atas air di Manggarai Barat masih menjadi perdebatan. Pemerintah daerah berupaya memaksimalkan pendapatan melalui regulasi baru, sementara kepastian hukum dari pemerintah pusat masih diperlukan untuk menghindari polemik berkepanjangan.
“Kabupaten Manggarai Barat adalah yang pertama di NTT yang langsung menindaklanjuti UU 1 Tahun 2022 dan PP 35 Tahun 2023 dengan menerbitkan peraturan bupati. Namun, ada pihak yang menafsirkan bahwa kapal yang menyediakan fasilitas hotel dan restoran tidak termasuk objek pajak. Oleh karena itu, kami meminta kejelasan,” ungkap Bupati Edi.
Hotel dan Restoran di Laut, Objek Pajak yang Sah?
Labuan Bajo memiliki daya tarik wisata yang unik, termasuk akomodasi hotel dan restoran yang berada di atas air, yaitu di kapal-kapal wisata. Menurut Bupati Edi, konsep pajak hotel dan restoran seharusnya tidak hanya berlaku bagi bangunan di darat tetapi juga fasilitas serupa di kapal wisata.
“Biasanya kita memahami bahwa hotel itu ada di darat, tetapi di Labuan Bajo, beberapa hotel paling mewah justru berada di atas laut, di kapal-kapal wisata,” ujar Bupati Edi.
Sejalan dengan itu, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat telah mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Penyediaan Makanan dan/atau Minuman serta Jasa Perhotelan di Atas Air di Kabupaten Manggarai Barat. Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi fiskal.
Namun, kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra. Beberapa pihak mempertanyakan apakah fasilitas perhotelan dan restoran di kapal dapat dikenakan pajak yang sama seperti di darat.
Kemenkeu: Pajak Berlaku Baik di Darat Maupun di Laut
Menanggapi pertanyaan Bupati Edi, perwakilan Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Misra, menjelaskan bahwa UU 1 Tahun 2022 tidak membedakan antara pemungutan pajak di darat maupun di air.
“Berdasarkan Pasal 51 dan 53 UU 1 Tahun 2022, selama ada subjek dan objek pajak, maka pajak dapat dipungut. Tidak ada perbedaan antara darat dan air. Jika terdapat penyerahan jasa akomodasi serta konsumsi makanan dan minuman di kapal, pajak tetap dapat diberlakukan,” jelas Misra.
Lebih lanjut, Misra merujuk pada Pasal 19 PP 35 Tahun 2023, yang menegaskan bahwa pajak dapat dipungut selama objek pajak berada dalam wilayah kabupaten yang bersangkutan.
“Jika kapal pesiar beroperasi di dalam wilayah Manggarai Barat, maka pajak atas jasa perhotelan dan restoran tetap dapat dipungut. Namun, jika kapal berpindah ke luar wilayah, maka kebijakan ini perlu ditinjau lebih lanjut,” tambahnya.