Labuan Bajo, Okebajo.com – Di Golo Mori, musik tidak hanya terdengar. Ia terasa. Mengalun dalam udara, menari di cakrawala, dan menyatu dengan lekuk alam yang menakjubkan. Itulah magis yang terjadi di International Golo Mori Jazz (IGMJ) 2025, sebuah perhelatan musik yang membuktikan bahwa Timur Indonesia punya panggung konser kelas dunia, lengkap dengan sensasi yang tak akan bisa dijumpai di tempat lain.
“Ternyata ada di dunia nyata apa yang kami gambarkan dari lagu-lagu kami. Bukan hanya lukisan,” kata Angga, vokalis Maliq & D’Essentials, usai tampil memukau membuka gelaran ini pada 12 April lalu di Golo Mori Convention Center (GMCC), Labuan Bajo.
Maliq & D’Essentials: Musik dan Alam Menjadi Satu
Dengan tata suara yang jernih dan gema natural dari bukit-bukit serta lautan di sekeliling, Maliq & D’Essentials membuka malam pertama dengan kekuatan penuh. Musik mereka bukan hanya terdengar, ia beresonansi dengan semesta.
Saat intro lagu “Menari” dimainkan, Angga berseru, “Kita menari di Golo Mori Jazz!” dan seluruh penonton larut dalam harmoni. Langit yang cerah, matahari terbenam yang menorehkan warna jingga di cakrawala, hingga sepuluh lagu yang mengalun dengan syahdu, semuanya menjelma menjadi pengalaman spiritual yang menyentuh kalbu. Ini bukan sekadar konser, ini adalah perjalanan rasa.
Dari Bukit ke Purnama: Tohpati Orchestra dan Romansa Orkestra
Ketika malam menjelang dan cahaya remang menggantikan terang, panggung berubah menjadi altar seni yang sakral. Di bawah sinar bulan purnama, Tohpati Orchestra membuka dengan “Kahyangan” dan betapa tepat nama lagu itu. Suasana menjadi mistis, lalu berubah hangat saat “Jatuh Cinta” dibawakan dengan penuh penghayatan.
Tohpati, atau akrab disapa Mas Bontot, menampilkan aransemen yang penuh warna, khas, dan emosional. Orkestranya tidak menguasai lagu, tetapi justru memperindahnya. Dan itulah keahlian seorang maestro.
BACA JUGA : Perdana di NTT, Festival Musik Jazz Berskala Internasional akan Digelar di Golo Mori, Labuan Bajo
Andien: Cinta, Kehangatan, dan Penghormatan
Satu momen paling menyentuh malam itu adalah saat Andien mendedikasikan lagu untuk mendiang Eyang Titiek Puspa.
“Semangatnya selalu hidup dalam tiap harmoni,” ujarnya.
Lagu “Kupu-Kupu Malam” dan “Bimbi” dibawakan secara akustik dan groove, tanpa latihan pun mereka menyatu dalam harmoni. Penonton pun ikut bernyanyi, larut dalam suasana yang sakral.
Ketika Andien menyanyikan “Dia”, suasana berubah lembut, menjadi jembatan yang elegan menuju kehadiran diva Malaysia, Sheila Majid.
Sheila Majid: Puncak Keanggunan di Golo Mori
Mengenakan gaun coklat yang lembut diterpa angin malam, Sheila Majid naik ke panggung dan langsung menghipnotis. Suaranya tetap utuh seperti dalam rekaman, tak berubah oleh waktu.
Ketika menyanyikan “Cinta Jangan Kau Pergi”, penonton langsung bersatu dalam koor. Lagu-lagu seperti “Anyer dan Jakarta” disuguhkan dalam balutan orkestra megah dengan dinamika emosi yang menghanyutkan.
Tohpati Orchestra kembali tampil impresif, membungkus suara Sheila dengan komposisi string, brass, dan rhythm section yang menghidupkan nuansa orkestra, tanpa menghilangkan jiwa lagu aslinya.
Golo Mori: Harmoni Musik dan Alam
Tak peduli seberapa sering Anda menonton penampil seperti Maliq, Andien, Tohpati, atau Sheila Majid di Golo Mori, semuanya terasa baru. Seperti menemukan versi lain dari lagu yang sudah lama kita kenal, namun kini menyentuh lebih dalam. Alam yang hadir bukan hanya latar, tetapi bagian dari pertunjukan.
Ia berperan aktif, menambahkan energi, gema, dan estetika yang tidak bisa disimulasikan di gedung konser manapun.
“Kami ingin menjadikan acara ini agenda tahunan. Musik dan infrastruktur yang dikelola InJourney di sini akan memberikan dampak berganda bagi masyarakat Labuan Bajo,” ungkap Ari Respati, Direktur Utama ITDC.
Jangan lupa baca berita menarik dari Oke Bajo di Google News