Ketua Fraksi Demokrat Mabar Minta Pemkab Tinjau Ulang Mutasi ASN: Rotasi atau Balas Dendam Politik?

Avatar photo

Labuan Bajo, Okebajo.com — Mutasi besar-besaran sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), dan Tenaga Kontrak Daerah (TKD) yang baru-baru ini terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menuai sorotan tajam dari politisi Partai Demokrat, Paskalis Sudario.

Ketua Fraksi Demokrat DPRD Manggarai Barat ini mempertanyakan urgensi dan keadilan di balik gelombang mutasi yang mencakup lintas kecamatan, bahkan lintas wilayah daratan dan kepulauan. Ia menilai bahwa mutasi ini tidak hanya perlu dievaluasi dari sisi teknis, tetapi juga dari sudut pandang sosiologis, antropologis, dan kemanusiaan.

“Saya menerima banyak laporan dari masyarakat terkait pemindahan ASN dan TKD dari satu kecamatan ke kecamatan lain, dari Welak ke Pulau Longgos, dari wilayah kepulauan ke Ndoso, dan yang paling mencolok, lima ASN di Puskesmas Kecamatan Pacar dimutasi keluar sekaligus,” ujar Paskalis, Jumat (15/05/2025).

Mutasi yang Abaikan Faktor Sosial dan Keyakinan

Menurut Paskalis, pemindahan pegawai yang dilakukan secara masif tanpa mempertimbangkan konteks lokal bisa mencederai semangat pengabdian itu sendiri.

“Ada ASN Muslim dari Kecamatan Komodo dipindah ke Ndoso, di mana tidak tersedia fasilitas ibadah seperti masjid atau mushola. Sebaliknya, ASN Katolik ditempatkan di wilayah kepulauan yang belum memiliki kapela atau gereja,” ungkapnya.

Ia menegaskan, pegawai negeri adalah manusia, bukan benda mati yang bisa dipindahkan seenaknya.

“Kita bisa bicara soal sumpah jabatan yang mengharuskan ASN siap ditempatkan di mana saja, tapi pemerintah juga harus menggunakan hati dan akal sehat. Ini bukan soal benda yang dipindah dari rak A ke rak B,” katanya lantang.

Rotasi atau Balas Dendam Politik?

Paskalis juga mencurigai adanya motif non-administratif di balik mutasi ini. Ia mengingatkan bahwa dalam sistem meritokrasi, perpindahan pegawai harus didasarkan pada kajian teknis dan kebutuhan organisasi, bukan pada hubungan pribadi atau dinamika politik pasca Pilkada.

“Mutasi jangan dijadikan alat koncoisme atau balas dendam politik. Dinas teknis seperti BKD, Sekda, dan Bagian Mutasi harus melakukan analisis yang menyeluruh, sebagaimana diatur dalam Peraturan BKN No. 5 Tahun 2019,” tegasnya.

Ia pun menyebut, jika mutasi dilakukan tanpa kajian mendalam dan hanya berdasarkan motif politik, maka potensi konflik horizontal di masyarakat akan semakin besar.

“Pilkada yang lalu hanya diikuti dua kontestan dan menciptakan keterbelahan di masyarakat. Jika mutasi dilakukan dengan motif politis, maka luka itu bisa terbuka kembali. Kita semua tentu tak menginginkan itu,” imbuhnya.

Bagi Paskalis, mutasi ASN seharusnya mempertimbangkan juga stabilitas sosial keluarga. Ia mengingatkan bahwa banyak pegawai yang telah lama bekerja di satu tempat bersama keluarga mereka.

“Bayangkan seorang ASN atau PPPK yang sudah tinggal dengan istri dan anak-anaknya di satu tempat selama bertahun-tahun, tiba-tiba dipindah tanpa dasar yang jelas. Ini bukan hanya soal kinerja, tapi juga soal kemanusiaan,” tuturnya.

Ia pun berharap agar Pemkab Manggarai Barat menempatkan nilai-nilai antropologis, sosiologis, dan kemanusiaan sebagai fondasi dalam setiap keputusan mutasi.

“Mutasi itu perlu, tapi harus adil, bijak, dan manusiawi,” pungkasnya

Oke Bajo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *