Sengketa Jual-Beli Tanah, Kuasa Hukum Penjual: Ini Bukan Sengketa Hak Milik, Jhon Kadis Bicara Ngawur

Avatar photo

Labuan Bajo, Okebajo.com – Hipatios Wirawan, S.H., selaku penasihat hukum dari Muhamad Saing Makasau akhirnya angkat bicara. Ia Menanggapi pernyataan yang dilontarkan oleh Jon Kadis, SH., selaku kuasa hukum dari Lie Sian, seorang pengusaha kuliner di Labuan Bajo (pembeli tanah) yang terletak di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo. Menurut Hipatios, narasi yang dibangun oleh Jon Kadis di media terlalu bombastis dan tidak sesuai dengan inti perkara.

“Kami ingin meluruskan bahwa perkara ini bukanlah sengketa hak milik tanah seperti yang coba dibangun oleh Pak Jon. Ini murni gugatan pembatalan PPJB karena objek jual beli ternyata tidak bisa disertifikatkan, dan bukan karena wanprestasi pembayaran. Pa John bicara ngawur dan tidak jujur dengan diri sendiri,” tegas Wira, Rabu, (23/7) sore.

Perlu Pahami Dulu Isi PPJB

Wira menyayangkan jika pihak kuasa hukum pembeli tidak membaca dengan jernih isi PPJB yang ditandatangani pada Februari 2024. Dalam perjanjian itu, disebutkan dengan jelas bahwa pembayaran dilakukan bertahap, yaitu Down Payment (DP) dan pelunasan akan dilakukan hanya setelah sertifikat diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kab. Manggarai Barat.

“Jangan bicara soal surat warisan, surat keterangan dari desa, dari kecamatan ataupun riwayat kepemilikan, atau pun alas hak tanah tersebut, jika tidak memahami isi PPJB yang jadi dasar hubungan hukum ini. Faktanya, permohonan sertifikat oleh klien kami ditolak tiga kali oleh BPN, bukan sekali. Dokumen alas hak asli sebagimana disebutkan oleh Jhon Kadis sudah dilampirkan oleh pemohon. Jadi logikanya, bagaimana mungkin jual beli dilanjutkan jika sertifikat tanah tidak bisa terbit?” ungkap Wira.

Ada Surat Resmi dari BPN: Tanah Masuk Kawasan Sempadan Pantai dan Kawasan Pariwisata

Lebih lanjut, Wira menjelaskan bahwa pihaknya bahkan telah mengirimkan surat resmi kepada BPN Labuan Bajo untuk meminta penjelasan tertulis, dan hasilnya tegas: tanah tersebut masuk sempadan pantai dan zona pariwisata, sehingga tidak bisa diterbitkan sertifikat kepemilikan pribadi.

“Itu bukan pernyataan lisan, tapi surat resmi dari BPN Manggarai Barat. Kami bersurat, kami datang, dan kami tempuh prosedur sesuai hukum. Jadi jangan asal tuduh ada mafia tanah hanya karena sertifikatnya tidak bisa keluar,” ujarnya.

Wira juga mengungkapkan bahwa karena tanah tersebut tidak bisa disertifikatkan, sebagaimana syarat pelunasan dalam PPJB maka pihak melakukan gugatan ke PN Labuan Bajo untuk pembatalan akta PPJB tersebut. Dan kliennya punya itikad baik untuk siap mengembalikan uang muka (DP) senilai Rp120 juta,

Namun, kata Wira, pihak pembeli tidak pernah merespons surat resmi yang dikirim kepada pihak pembeli. Bahkan menurut Wira, Lie Sian menunjukkan sikap yang tidak kooperatif dan intimidatif.

“Kami sudah kirim surat resmi ke pembeli, tidak ditanggapi. Di-telepon, di-WA, tidak dijawab. Sekarang, siapa yang mafia?” kata Wira.

Dokumen Asli Sengaja Tidak Diberikan Karena Hak Pemilik

Soal tuduhan “menyembunyikan dokumen asli”, Wira menegaskan bahwa dokumen asli pernah diserahkan kepada Lie Sian melalui kuasanya. Namun mereka juga tidak bisa mensertifikatkan obyek jual beli tersebut.

Ia menambahkan, penjual mempunyai hak untuk menyimpan dokumen asli. Itu hak penuh dari pemilik tanah. Apalagi dalam situasi ketidakjelasan seperti ini, memberikan dokumen asli bisa menimbulkan risiko hukum lebih besar, termasuk penyalahgunaan dokumen.

“Kalau diberikan dokumen asli dan proses SHM digantung selamanya oleh pembeli, siapa yang rugi? Itu sebabnya klien kami memilih mengamankan dokumen asli. Ini bukan tanda niat jahat, ini justru langkah preventif. Karena klien kami merasa pembeli mempunyai niat jahat untuk menggantung jual-beli ini. Klien kami itu korban,” jelas Wira.

Bantah Tuduhan Mafia: “Kami Jalankan Semua Secara Resmi dan Terbuka”

Wira membantah keras tudingan Jon Kadis yang menyebut adanya permainan mafia tanah. Ia menyatakan semua proses – dari permohonan sertifikat ke BPN, komunikasi lisan, hingga surat resmi – dilakukan secara terbuka dan sesuai prosedur.

“Kalau permohonan ditolak institusi resmi seperti BPN, apakah itu disebut mafia?. Justru klaim sepihak dan narasi bombastis dari Pak Jon yang bisa menyesatkan publik,” katanya.

Wira juga menanggapi keluhan pihak Jon Kadis tentang “diskriminasi” di pengadilan. Ia menjelaskan bahwa sidang sempat tertunda hingga tiga kali karena alamat pembeli yang tidak sesuai, dan kuasa hukumnya sempat meminta penundaan sidang hingga dua bulan, hal yang menurut Wira tidak lazim dalam praktik peradilan.

“Kami tunggu selama berminggu-minggu. Tapi sidang ditunda terus. Dan saat kami lanjutkan, malah dituding seolah kami tak beri ruang. Ini permainan siapa?” ujarnya tajam.

Di akhir keterangannya, Wira meminta Jon Kadis untuk tidak menggiring opini publik dengan narasi dramatis yang tidak sesuai dengan duduk perkara hukum.

“Kalau memang ingin mencari keadilan, mari bicara dalam kerangka hukum, bukan di media dengan narasi bombastis. Kasus ini sederhana: objek PPJB tidak bisa dieksekusi karena status lahannya. Maka secara hukum, perjanjian bisa dibatalkan dan uang DP dikembalikan. Jangan playing victim. Periksa isi perjanjian, baca isi surat dari BPN, dan jujurlah terhadap fakta. Jangan tunjuk orang lain mafia, jika jari-jari lainnya mengarah pada diri sendiri.” kata Wira.

Selain itu, Wira menjelaskan bahwa Kliennya menyampaikan tidak puas ketika BPN menyatakan tanah miliknya tidak bisa terbit sertifikat.

“Pak muhamad Saing sudah terima uang dari pembeli. Dia merasa beban dengan uang itu karena takut sewaktu-waktu digugat oleh pembeli dan minta bung uang DP tersebut. Untuk menghindari kerugian lebih besar klien kami meminta kepada pengadilan untuk batalkan PPJB tersebut. Klien kami bahkan sudah menawarkan agar Lie Sian beli tanah tersebut tanpa sertifikat. Tapi Lie Sian dan suaminya terus mendesak supaya mengurus tanah tersebut,” jelas Wira.

Bahkan kata Wira, melalui surat resmi sudah mengirimkan surat ke pembeli bahwa obyek jual beli tidak bisa terbit sertifikat.

“Surat itu juga mereka tidak respon sampai dengan gugatan diajukan ke pengadilan negeri labuan Bajo. Bahkan sidang pun mereka tidak ikut. Hanya pada saat PS,” tutupnya.

 

Oke Bajo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *