Audiensi Bersama Keluarga Ibrahim Hanta di Kantor Bupati, Pemda Mabar Diminta Hadirkan Haji Ramang dan Muhamad Syair

Avatar photo

Labuan Bajo, Okebajo.com – Sengketa tanah seluas 11 hektar di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, terus berlanjut. Dalam audiensi yang digelar Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat pada Kamis, 16 Januari 2025, keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta meminta Pemda untuk menghadirkan Haji Ramang Ishaka selaku Fungsionaris Adat Nggorang dan Muhamad Syair yang mengaku sebagai keturunan Fungsionaris Adat dalam audiensi berikutnya untuk memperjelas status hak atas tanah yang disengketakan.

Audiensi ini dihadiri berbagai pihak, termasuk Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, Kepala Bagian Tata Pemerintahan, Camat Komodo, Lurah Labuan Bajo, dan perwakilan keluarga ahli waris Ibrahim Hanta.

Jon Kadis menegaskan bahwa kehadiran Haji Ramang dan Muhamad Syair sangatlah penting untuk mengurai persoalan ini. Menurutnya, kedua orang tersebut tentu memiliki pengetahuan mendalam tentang sejarah kepemilikan lahan di wilayah tersebut dan dapat memberikan keterangan yang valid terkait keabsahan alas hak.

“Kami meminta Pemda menghadirkan Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair dalam audiensi berikutnya. Tentu mereka adalah saksi yang dapat menjelaskan riwayat tanah ini dan membuktikan bahwa klaim pihak lain tidak memiliki dasar yang kuat,” ujar Jon Kadis.

Jon juga menambahkan bahwa selama ini keluarga ahli waris telah menempuh jalur hukum dengan putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada 23 Oktober 2024 yang memenangkan pihaknya. Namun, pihak tergugat tetap berupaya mengajukan naik banding.

“Kami ingin memastikan bahwa proses ini berjalan adil dan transparan. Kehadiran Fungsionaris Adat Nggorang seperti Haji Ramang dan Muhamad Syair akan menjadi langkah penting untuk memastikan tidak ada manipulasi,” tambahnya.

Jon Kadis, SH, mengungkapkan bahwa audiensi ini adalah langkah inisiatif keluarga besar. Mereka berharap Pemda sebagai pemegang kekuasaan memberikan perhatian serius terhadap sengketa yang sudah berlangsung sejak lama.

“Kami meminta Pemda melayani rakyat, termasuk keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta yang telah mengelola lahan ini sejak 1973. Namun, tiba-tiba muncul akta PPJB seluas 40 hektar atas nama dua orang tanpa batas yang jelas, yang mengklaim lahan kami,” ujar Jon Kadis.

Hal senada juga diungkapkan oleh
Muhamad Rudini bahwa kakek mereka alm. Ibrahim Hanta sudah menguasai tanah 11 ha itu sejak 1973. Dan Mulai ada gangguan sejak 2014.

Sementara itu Mikael Mensen mengakui bahwa batas-batas tanah tersebut ia mengetahuinya

“Saya tahu persis batas-batasnya, saya ikut kerja pagar, dan menanam kelapa, kayu jati, jambu mente. Mohon apemerintah lindungi kami yang benar-benar memiliki tanah itu,” kata Mikael

Permasalahan ini semakin rumit ketika pada 2017, saat keluarga mengajukan sertifikat tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat, diketahui bahwa lahan tersebut telah bersertifikat atas nama pihak lain. Atas saran BPN, keluarga pun menempuh jalur hukum.

“Pada 23 Oktober 2024, Pengadilan Negeri Labuan Bajo memutuskan memenangkan keluarga kami karena pihak tergugat tidak memiliki bukti alas hak yang jelas,” lanjut Jon.

Namun, setelah adanya putusan pengadilan, pihak tergugat mengajukan banding.

“Hal ini menjadi semakin membingungkan, karena tidak ada bukti baru yang dapat menguatkan klaim mereka,” tambahnya.

Jon Kadis juga menyoroti keterlibatan investor dalam sengketa ini, yang menurutnya menghambat proses sertifikasi tanah milik keluarga. Ia meminta Pemerintah melindungi hak rakyat dan juga hak investor yang berniat baik. Tapi dalam kasus ini, justru Pemerintah terkesan membiarkan investor nakal seperti Erwin Kadiman Santoso yang mau membangun hotel berbintang St. Regis di atas tanah milik ahli waris Ibrahim Hanta, padahal pemiliknya belum pernah menjual tanah itu kepada siapapun. Ternyata sejak Januari 2014 sydah ada akta perjanjian jual beli (PPJB) seluas 40 ha di kawasan itu, antara Niko Naput dan Erwin Santosa Kadiman.

“Kami ingin memastikan bahwa investor nakal tidak punya tempat di Labuan Bajo. Pembangunan harus berjalan dengan keadilan, tanpa mengorbankan hak rakyat, ” Kata Jon.

Ia meminta Pemerintah melindungi siapa saja, baik masyarakat pemilik tanah dan investor yang berniat baik. Tapi jangan membiarkan investor nakal mengabaikan hak kepemilikan tanah masyarakat. Hal ini akan rawan menimbulkan gejolak, bahkan justru menghambat kemajuan di kawasan destinasi pariwisata super premium Labuan Bajo.

Dalam audiensi pertama ini, Pemda berkomitmen untuk melanjutkan proses mediasi dengan mengoordinasikan pertemuan berikutnya bersama BPN Manggarai Barat. Pertemuan lanjutan ini akan menghadirkan berbagai pihak terkait, termasuk tokoh adat, mantan camat dan lurah, hingga pihak investor.

“Audiensi yang pertama ini bukanlah final namun akan dilakukan audiensi ke berikutnya dengan melakukan kordinasi ke BPN Manggarai Barat dan menghadirkan semua pihak seperti Santosa Kadiman selaku investor, anak-anak Nikolaus Naput, Haji Ramang selaku Fungsionaris Adat Nggorang, Tua Golo Lancang, Muhamad Syair, Bapak Anton Hantam, Bapak Zoelkaernaen Djudje, Camat Komodo, Lurah Labuan Bajo termasuk Mantan Camat dan mantan lurah,” tegas Jon Kadis.

Keluarga ahli waris berharap Pemda Manggarai Barat dapat menggunakan kewenangannya untuk memberikan pelayanan yang adil dan transparan. Dengan begitu, sengketa ini dapat diselesaikan tanpa meninggalkan ruang bagi praktik manipulasi atau ketidakadilan.

“Urusan perdata telah kami tempuh, dan putusannya jelas. Sekarang, kami meminta Pemda memastikan tidak ada pihak yang menyalahgunakan kekuasaan atau hukum demi keuntungan pribadi,” ujarnya.**

Oke Bajo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *