Okebajo.com – Desa wisata “Seribu Air Terjun” Wae Lolos bukan hanya menawarkan pesona alam yang memukau dengan panorama hijau dan udara segar, namun juga menyajikan sebuah pengalaman budaya yang tak terlupakan melalui tradisi dan keramahan masyarakatnya. Salah satu momen paling berkesan adalah prosesi penyambutan tamu wisatawan secara adat yang sering digelar di halaman rumah adat Kampung Langgo, sebuah bangunan ikonik yang menjadi jantung kehidupan sosial dan spiritual warga.
Saat rombongan wisatawan tiba di Kampung Langgo, suasana kehangatan dan antusiasme langsung terasa. Mereka disambut dengan senyum tulus dan tatapan ramah dari para tetua adat serta pemuda-pemudi desa yang telah bersiap dalam balutan busana adat Manggarai yang memukau. Kaum pria mengenakan sarung tenun ikat berwarna gelap dengan corak geometris yang khas, dipadukan dengan kemeja putih dan destar (ikat kepala) yang gagah. Sementara itu, kaum wanita tampil anggun dalam balutan kebaya atau baju kurung yang dipadukan dengan kain tenun songke berwarna-warni, menampilkan keindahan motif tradisional Manggarai yang kaya makna.
Puncak dari penyambutan ini adalah sesi “manuk kapu” di dalam “sekang gendang”, di mana wisatawan diajak untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat. Para tetua adat secara simbolis mengalungkan selendang tenun atau topi adat kepada setiap wisatawan, sebagai tanda persaudaraan dan penerimaan mereka ke dalam keluarga besar Kampung Langgo. Momen ini seringkali diiringi dengan senyum, tawa, dan jabat tangan hangat, menciptakan ikatan emosional antara tamu dan tuan rumah.
Prosesi diawali dengan ritual “Tuak Curu” atau “kapu” di pintu masuk Kampung (pa’ang), yaitu sambutan yang tulus dari perwakilan tetua adat. Dengan suara yang tenang namun penuh wibawa, tetua adat menyampaikan ucapan selamat datang, doa keselamatan, serta harapan agar kunjungan wisatawan membawa berkah bagi kedua belah pihak. Kata-kata ini diucapkan dalam bahasa Manggarai yang kental, namun diterjemahkan dengan sigap oleh pemandu lokal agar wisatawan dapat memahami makna mendalam dari setiap untaian kalimat menambah nuansa sakral pada prosesi ini.
Setelah ucapan selamat datang, para wisatawan diajak ke rumah adat diringi tarian Sanda yang memukau. Wisatawan kemudia diajak masuk ke dalam rumah adat. Di dalamnya, mereka dapat melihat arsitektur tradisional Manggarai yang unik dengan tiang-tiang penyangga yang kokoh, atap kerucut yang menjulang tinggi, dan ukiran-ukiran kayu yang kaya akan makna filosofis. Sambil menikmati jamuan ringan berupa kopi lokal atau penganan tradisional, wisatawan dapat berinteraksi lebih jauh dengan masyarakat, mendengarkan cerita-cerita tentang sejarah desa, tradisi leluhur, hingga kehidupan sehari-hari mereka.
Selanjutnya Tari “Caci” diperagakan sebagai bagian dari penyambutan, dengan gerakan-gerakan yang energik dan irama musik tradisional yang menghentak, seperti gendang dan gong. Para penari menampilkan properti khas seperti tameng dan pecut kecil yang merupakan simbol keberanian dan kekuatan. Alunan musik yang khas, berpadu dengan nyanyian tradisional, menciptakan suasana yang meriah namun tetap khidmat.
Prosesi penyambutan adat di Kampung Langgo bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah gerbang yang membuka jendela keunikan budaya Manggarai. Melalui pengalaman ini, wisatawan tidak hanya menjadi penonton, tetapi bagian dari sebuah tradisi yang hidup. Wisatawan merasakan langsung kehangatan persaudaraan, dan membawa pulang kenangan tak terlupakan akan kekayaan budaya Manggarai yang otentik. Ini adalah bukti bahwa Desa Wisata Wae Lolos, dengan daya tarik alam dan budayanya, benar-benar menjadi destinasi yang mempesona pegunungan Labuan Bajo. *(Robert Perkasa, Ketua Pokdarwis Cunca Plias).