Labuan Bajo, Okebajo.com — Gugatan demi gugatan mengalir ke Pengadilan Negeri Labuan Bajo. Di antara pusaran konflik tanah yang kian pelik, satu nama terus muncul ke permukaan yakni Santosa Kadiman.
Jon Kadis, S.H., salah satu anggota tim PH ahli waris alm.Ibrahim Hanta, dari Kantor Advokat Sukawinaya-88 Law Firm & Partners, yang diketuai oleh Irjen Pol (P) Drs. I Wayan Sukawinaya, M.Si, beranggotakan Dr(c) Indra Triantoro, S.H, MH., Indah Wahyuni, S.H., Ni Made Widiastanti, S.H. dll ( 11 PH), dalam keterangan pers yang diterima media ini pada Kamis, 3/7/2025 malam mengungkapkan bahwa Santosa Kadiman diduga sebagai makelar tanah asal Jakarta yang kini diduga tengah memainkan peran sebagai korban dalam kisruh 40 hektare tanah di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
Perkara ini kini tengah memasuki babak akhir di Mahkamah Agung (MA), setelah Santosa Kadiman kalah dua kali berturut-turut , pertama di Pengadilan Negeri Labuan Bajo (23 Oktober 2024), lalu di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Kupang (18 Maret 2025). Namun yang mengejutkan, kata Jon Kadis Bahwa menurut sumber terpercayanya, Santosa justru mulai mengklaim dirinya sebagai korban penipuan oleh mitranya sendiri yaitu Nikolaus Naput, Haji Ramang Syair, dan Muhamad Syair.
Namun benarkah ia korban? Atau justru dalang dari semuanya?
“Dari sejarah keterlibatannya, justru Santosa Kadiman sangat aktif, bahkan terdepan dalam mewujudkan proyek 40 hektare tersebut,” tegas Jon Kadis, SH, anggota tim hukum ahli waris alm. Ibrahim Hanta, dalam pernyataan pers pada Kamis, 3 Juli 2025.
Jejak Panjang Manuver Santosa Kadiman
2013: Sudah Tahu Tanah Adat
Jon Kadis menuturkan bahwa sejak awal, Santosa Kadiman sudah masuk dalam lingkaran rapat tua adat Nggorang yang menyepakati bahwa tanah ulayat di wilayah Labuan Bajo seluas 30.000 hektare telah dibagi oleh fungsionaris adat. Ia tahu betul bahwa tanah di Keranga bukan tanah bebas.
“Namun anehnya pada Januari 2014, Santosa tetap meneken PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) atas tanah 40 ha bersama Nikolaus Naput di hadapan Notaris Billy Yohanes Ginta. Ini dilakukan tanpa dasar kepemilikan tanah yang sah,” ungkap Jon.
Proaktif Tapi Bermasalah
Lebih lanjut Jon Kadis menjelaskan bahwa Santosa Kadiman bahkan mengetahui larangan dalam UU Pokok Agraria (UUPA) yang membatasi kepemilikan tanah maksimal untuk pribadi. Tapi ia tetap jalan terus, bahkan disebut mendanai kelompok tertentu untuk mengintimidasi pemilik tanah sah 11 hektare alm. Ibrahim Hanta yang telah memiliki tanah itu sejak 1973.
“Bukan hanya memasuki lahan, tapi juga mencoba mengambil alih paksa,” ungkap Kadis.
2017–2020: Tanda Tangan Orang Mati?
Lebih parah, kata Jon Kadis, pada 2017 Nikolaus Naput, diduga atas dorongan Santosa, menerbitkan sertifikat hak milik (SHM) di atas tanah 11 ha yang bukan miliknya. Lalu pada 2019–2020, muncul surat palsu yang seolah ditandatangani oleh Ibrahim Hanta, padahal tokoh ini sudah wafat sejak 1986!
“Anehnya, BPN (Badan Pertanahan Nasional) tetap menerbitkan SHM atas nama pihak-pihak yang diduga terkait Santosa Kadiman,” kata Jon.
2021: Serobot dan Bangun di Tanah Sengketa
Jon menjelaskan bahwa dengan semangat seolah tanah itu miliknya, Santosa Kadiman menggelar groundbreaking pembangunan Hotel St. Regis Labuan Bajo di atas lahan yang masih disengketakan. Bahkan, tanah 3,1 hektare milik tujuh warga yang berada di dalam kawasan itu langsung digusur, dipagari seng, dibangun pos jaga, serta ditempeli spanduk “tanah ini milik ahli waris Niko Naput dan Beatrix Seran Nggebu”.
Akibat tindakan ini, para pemilik tanah menggugat ke Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada Mei 2025 dengan nomor perkara 32 dan 33/Pdt.G/2025/PN.Lbj, serta menyiapkan pelaporan pidana terhadap Santosa Kadiman dkk.
Santosa Kadiman Playing Victim?
Jon Kadis mengungkapkan bahwa kini, ketika berada di ujung tanduk hukum, Santosa diduga berusaha mengelabui aparat dengan bermain sebagai korban penipuan. Tapi sejarah tak mudah dihapus. Fakta-fakta menunjukkan ia justru terlibat aktif sejak awal: dari survey, transaksi PPJB, intimidasi, manipulasi sertifikat, hingga menduduki paksa tanah orang lain.
“Kalau dia korban, mengapa sejak awal dia yang paling aktif dan berani bangun hotel di atas tanah yang belum beres statusnya?” tanya Jon Kadis, retoris.
Meski telah kalah di dua tingkat peradilan, Santosa Kadiman tetap ngotot melanjutkan kasasi. Tapi para ahli waris alm. Ibrahim Hanta tetap yakin: Mahkamah Agung akan berdiri pada kebenaran. Sebab bukti sejarah dan fakta hukum menunjukkan bahwa mereka adalah pemilik sah tanah 11 hektare itu.
“Kami percaya keadilan akan menang. Ini bukan sekadar soal tanah, tapi soal martabat dan hak warga kecil yang sudah dijajah mafia tanah,” tutup Jon Kadis.