Borong, Okebajo.com – Sejumlah warga Desa Satar Punda Barat, Kecamatan Lamba Leda Utara, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, resah dengan kebijakan pemerintah desa setempat.
Keresahan itu muncul, usai pihak pemerintah desa bersama ketua RT salah satu wilayah desa itu bersepakat secara sepihak perihal pungutan sejumlah uang kepada warganya.
Dasar uang pungutan itu disepakati, dengan dalil sebagai biaya administrasi proses pengurusan sertifikat atau prona tanah yang dihadiri oleh pihak Badan Pertahanan Nasional (BPN) Manggarai Timur.
“Saat itu kami tidak tahu seperti apa aturan (pengurusan sertifikat tanah, red) republik ini karena kepala RT mendatangi kami untuk minta fotocopy KTP dan biaya administrasi. Kami kasih saja, karena kami tidak tahu aturan”, aku salah seorang warga pengurus sertifikat tanah asal RT 01, Dusun Watu Hedok, Desa Satar Punda Barat, Kecamatan Lamba Leda Utara, Kabupaten Manggarai Timur, yang enggan disebutkan namanya kepada wartawan, Kamis (23/3).
Dikisahkan warga itu, mulanya pungutan biaya administrasi tersebut diminta ketika pada Desember 2022 lalu, ketua RT 01 bernama Siprianus Savino mendatangi warga dua RT untuk meminta fotocopy KTP sekaligus biaya administrasi sebesar Rp50.000 per warga sasaran.
Berdasarkan keterangan ketua RT tersebut, uang pungutan itu merupakan uang administrasi untuk memfasilitasi para petugas saat proses pengurusan tanah.
“Uang administrasi yang diminta RT itu katanya untuk konsumsi mereka yang mengurusi itu”, ujarnya.
Namun belakangan, warga mulai memperoleh informasi bahwa kepengurusan sertifikat tanah untuk masyarakat miskin berlaku gratis.
Selain itu, warga bersangkutan juga telah mendapatkan informasi bahwa pihak pemerintah desa telah mengembalikan uang administrasi milik warga dusun lainnya di desa mereka.
“Kami mulai sadar setelah ada informasi uang warga di dusun lain dikembalikam lagi. Berarti gratis urusan sertifikat ini. Bagaimana dengan uang kami, kenapa kami punya tidak dikembalikan? tanyanya.
Lantas, mereka mulai menyadari jika kepengurusan sertifikat atau prona tanah itu berlaku gratis untuk warga miskin. Hal itu lalu membuat mereka berang dan meminta agar pemerintah desa segera mengembalikan uang mereka yang dipungut ketua RT.
Savio Diperintahkan Aparat Desa Menagih Pungutan ke Warga
Ketua RT 01, Siprianus Savio, saat diwawancarai media di kediamannya membenarkan jika warga RT-nya dipungut Rp50.000 untuk mengurus sertifikat tanah bagian pekarangan rumah.
Pungutan itu, kata Savio, atas dasar kesepakatan bersama dari pemerintah desa. Tujuannya, lanjut dia, untuk biaya akomodasi para petugas yang terlibat selama kegiatan tersebut.
“Kemarin saya memang tidak turun ke bawah (ikut bersepakat dengan pemerintah desa,red). Tetapi setelah saya telusuri terkait dengan pungutan itu, bukan berarti bayar, istilahnya kami spontanitas saja sebagai masyarakat dan kami merasakan bahwa ini untuk kami sehingga meringankan urusan kedepan terkait prona tanah ini”, kata Savio.
Namun, ketika digali wartawan terkait dasar pertimbangan pihaknya menentukan besaran pungutan yang disepakati, Savio mengakui angka pungutan itu merupakan hasil kesepakatan dari para aparat desa bersama masyarakat.
“Saya juga atas perintah dari aparat. Perintah dari aparatnya atas hasil kesepakatan semua aparat-aparat dari desa bersama masyarakat. Kalau memang masyarakat tidak mau, itu juga tidak paksa. Karena banyak yang mau maka oke kalau begitu”, ungkapnya.
Lantas, dasar argumentasi Savio patut dipertanyakan terkait siapa masyarakat yang dimaksud, sebab masih ada saja masyarakat yang mengaku resah dengan tindakan yang dilakukan.
Meski begitu, uang pungutan dari sekitar 80 warga senilai Rp3.000.000 sudah dipergunakan Savio dengan rincian sebanyak Rp1.000.000 untuk konsumsi petugas dan sisanya Rp2.000.000 telah ia diberikan ke kaur desa bernama Astuti.
“1 juta dari uang itu kami gunakan untuk belanja makan minum petugas selama kegiatan dan 2 juta saya sudah serahkan ke kaur desa bernama ibu Astuti”, tutup Savio.
Keterangan Savio mengarahkan Wartawan untuk kemudian menggali informasi itu ke ibu Astuti yang dimaksud.
Wartawan lalu berhasil menemui Astuti yang dimaksud, namun sayang, usai wartawan memperkenalkan diri serta tujuan kedatangan kala itu, dirinya langsung meninggalkan wartawan lalu memanggil seorang pria yang diduga suaminya untuk melayani wartawan.
“Kenapa pak? tanya pria itu kepada wartawan.
Wartawan kemudian menjelaskan terkait maksud kedatangan wartawan menemui Astuti, namun pria itu akhirnya mengambil alih pembicaraan dengan mengatakan bahwa keresahan masyarakat soal pungutan itu erat kaitannya dengan kepentingan pilkades.
“Ketika ada persoalan maka kami paham bahwa dalam waktu dekat ini kan ada kepentingan pilkades”, katanya.
Meski begitu, wartawan sempat berhasil menggali sedikit informasi kepada Astuti soal uang setoran yang dimaksud Savio.
Astuti mengatakan jika itu hasil kesepakatan antara BPD mewakili masyarakat bersama aparat desa.
“Betul uangnya untuk makan minum petugas. Kemarin kan itu kesepakatan bersama to? disetujui. Namun kemarin itu pak RT itu tidak datang”, katanya.
Sementara itu, Sekretaris desa Satar Punda Barat, Muhhamad Kasim, saat dikonfirmasi media membenarkan terkait uang pungutan itu.
“Benar. Pungutan itu dari awal memang sesuai kesepakatan bersama”, aku Kasim.
Ia lalu menjelaskan tujuan pungutan itu. Menurutnya, pungutan itu berawal lantaran desa tidak memiliki anggaran terkait kegiatan yang dijalankan.
Karenanya, menurut dia, untuk menjamin kehidupan para petugas pertanahan selama kegiatan, maka pungutan itu disepakati.
“Siapa yang bisa menjamin kehidupan petugas pertanahan artinya makan minum selama kegiatan? sehingga kemarin itu diambil inisiatif berdasarkan musyawarah”, katanya.