Oleh: Miliani Fatima
Opini, Okebajo.com – Kasus pembunuhan mutilasi yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya di Ciamis Jawa Barat merupakan peristiwa yang sangat mengguncang dan memilukan. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang tidak dapat ditoleransi dalam masyarakat yang beradab.
Kejadian semacam ini mencerminkan ketidakadilan, kekejaman, dan ketidakberdayaan yang dialami oleh korban. Ketika sebuah hubungan yang seharusnya didasari oleh kasih sayang dan saling menghormati berubah menjadi medan pertempuran yang penuh dengan kekerasan, itu adalah tanda dari kegagalan komunikasi, empati, dan pemahaman antara pasangan suami dan istri.
Hal serupa dialami korban berinisial Y yang menjadi korban mutilasi dari sang suami yang berinisial TBD di Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, ke Rumah Sakit Jiwa Cisarua, Bandung Barat, pada Selasa (07/05/2024).
Diduga, pelaku stres karena usahanya bangkrut dan memilki utang sekitar Rp 100 juta untuk modal usaha. Namun masih ada isu yang beredar bahwa utangnya yang sekitar Rp 100 juta bukan modal untuk usaha melainkan karena anaknya mempunyai utang judi online (Slot).
Pelaku langsung ditangkap oleh polisi dan warga setempat tidak lama setelah kejadian pembunuhan dan mutilasi tersebut. Pelaku dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua untuk menjalani pemeriksaan secara komprehensif tentang kondisi kejiwaannya selama 14 hari.
Sebelumnya, pelaku telah menjalani pemeriksaan sebanyak dua kali oleh psikolog yang disiapkan Polres Ciamis sejak Senin (6/5/2024). Untuk kepentingan penyelidikan serta mengungkap motif pembunuhan pada senin pagi polisi memeriksa kejiwaan tersangka (Tarsum).
Tes kejiwaan di lakukan di rungan kasatreskrim Ciamis dengan penjagaan ketat polisi selama 1 jam tersangka (Tarsum) menjalani pemeriksaan oleh Dokter kejiwaan tersangka (Tarsum) sekali-kali terdiam dan tidak mau menjawab pertanyaan Dokter.
Untuk menjaga kejiwaan pelaku tersangkah ( Tarsum) kemudian dikembalikan kerungan tahanan untuk beristirahat.
‘’Hari ini telah dilaksanakan pemeriksaan dari narasude Ciamis yaitu oleh Dokter Andi Fatima spesialis kejiwaan namun demikian beliau belum bisa memutuskan layak tidaknya untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut atau di pidanakan karena ada pemeriksaan lanjutan besok pagi’’. Ungkap AKP Joko Prihatin selaku Kasatreskrim porles Ciamis dikutip dari Liputan6SCTV.
Menurut kornologi pelaku membunuh korban dengan mengunakan sebatang kayu. Ia memukul bagian kepala korban dengan kayu tersebut. Setelah korban tewas, pelaku memutilasi korban menggunakan pisau.
Kapolres Ciamis AKBP Akmal mengungkapkan penyebab kematian korban adalah karena trauma benda tumpul. Setelahnya korban juga dimutilasi.
“Penyebab kematian korban karena trauma benda tumpul di belakang dan depan kepala. Setelah itu dimutilasi,’’ujar Akmal dikutip dari detikcom, Sabtu (04/05).
TBD dijerat dengan pasal 338 kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentang Pembunuhan. Pelaku coba jual jasad korban. Ketua RT setempat di Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Rancah Yoyo Tarya menjelaskan aksi pembunuhan itu diketaui oleh warga ketika pelaku membawa baskom yang diduga berisi potongan jasad korban. Ketika itu, jelas Yoto, Tarsum juga sempat menjajakan daging korban kepada warga yang berada disekitar lokasi kejadian.
‘’Awalnya saya tidak tahu ada pembunuhan. Pelaku itu bawah baskom isi daging sambil berkata peser (beli) daging si Yanti, peser daging si Yanti (Beli daging Yanti). Jadi dagingnya dibawa keliling,’’ kata Yoyo.
Setelah mengetahui aksi pembunuhan itu, Yoyo pun melaporkannya kepada Polsek Rancah. Bukan habya itu pelaku sempat diberikan obat penenang. Akmal menyatakan dari keterangan keluarga korban, masyarakat hingga puskesmas, Tarsum mengalami perubahan perilaku dalam beberapa hari terakhir.
‘’ Pelaku diduga depresi, ada dugaan seperti itu, tapi masih belum dikonfirmasi oleh dokter jiwa,’’kata Akmal.
Tarsum juga diberikan obat penenang saat diperiksa di puskesmas. Pihak puskesmas pun meminta keluarga untuk terus menyampaikan perkembangan pelaku. Motif belum diketahui, Akmal mengatakan berdasarkan keterangan para saksi, insiden pembunuhan ini bermula saat terjadi cekcok antara pelaku dan istri keduanya disebut sempat keluar rumah dan cekcok terjadi sekitar 30 meter dari Rumah.
“Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari saksi, keduanya sama-sama keluar dari rumah. 30 meter dari rumah ada percekcokan. Saat itu lah pertama kali korban dipukul. Dimutilasi disitu juga.’’ Ucap Akmal
Pihak kepolisian mengaku belum diketahui motif Tarsum melakukan aksinya. Adapun menurut penuturan saksi, rumah tangga Tarsum selami ini tidak ada masalah.
Polisi belum menarik kesimpulan terkait motif Tarsum melakukan aksi kejinya. Mereka masih mengumpulkan keterangan para saksi. Disisi lain, Tarsum belum bisa di minta keterangan secara utuh. Kendati demikian, ia telah mengakui perbuatanya.
Dikutip dari CCN Indonesia, Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang mencakup penganiayaan dan mutilasi merupakan tragedi kemanusiaan yang tidak bisa diabaikan. Kejadian ini tidak hanya mencoreng martabat keluarga, tetapi juga mencerminkan kelemahan sistem perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
Kasus seperti ini mengingatkan kita akan urgensi untuk memperkuat kesadaran masyarakat, penegakan hukum yang tegas, serta perlindungan yang lebih baik bagi korban kekerasan. Penting bagi seluruh komponen masyarakat, mulai dari pemerintah, lembaga penegak hukum, hingga individu untuk bersatu dalam menolak segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya pendidikan tentang hubungan sehat, penyelesaian konflik secara damai, dan dukungan psikologis bagi pasangan suami istri. Kita harus mengambil pelajaran berharga dari kasus ini untuk memperkuat kesadaran akan pentingnya menghormati hak asasi manusia, keberagaman, serta pentingnya komunikasi yang baik dalam menjaga keharmonisan rumah tangga.
Semoga kasus ini tidak hanya menjadi peringatan bagi kita semua, tetapi juga menjadi momentum untuk merubah paradigma dan tindakan yang merugikan menjadi tindakan yang lebih manusiawi, empatik, dan beradab.
Melalui kesadaran, edukasi, dan tindakan nyata, kita dapat bersama-sama mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga agar tidak terulang di masa depan. Semoga kejadian semacam ini dapat menjadi pemicu bagi perubahan positif dalam sikap dan perilaku kita sebagai masyarakat yang peduli dan bertanggung jawab.**
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tribhuana Tunggadewi Malang.
Catatan redaksi : Semua isi tulisan dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penuh dari penulis.