Labuan Bajo, Okebajo.com – Sejumlah tokoh masyarakat adat Kedaluan Nggorang di Labuan Bajo mendukung penuh terkait langkah tegas pihak Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo dalam merespon permohonan penetapan penyitaan yang diajukan oleh penyidik Reskrim Polres Manggarai Barat sebagai kelengkapan berkas perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang dilaporkan Muhamad Syair pada tanggal 3 Oktober 2024. Laporan tersebut terkait dengan dugaan pemalsuan dokumen surat pembatalan penyerahan tanah adat tahun 1998 yang digunakan oleh ahli waris alm. Ibrahim Hanta dalam sidang perdata di PN Labuan Bajo beberapa waktu lalu.
Menindaklanjuti Laporan Muhamad Syair tersebut, penyidik Polres Manggarai Barat telah mengajukan permohonan penetapan penyitaan kepada PN Labuan Bajo dengan Nomor B/1876/XI/RES 1.9/2024 tanggal 15 November 2024 dengan obyek yang sita adalah Surat Keterangan Nomor: Pem 593/1856/XI/2024, tanggal 24 Oktober 2024 yang dikeluarkan oleh Camat Komodo dan surat permohonan penetapan penyitaan Nomor: B/1912/XI/ RES 1.9/2024 tanggal 21 November 2024 dengan obyek yang disita adalah Surat Keterangan Nomor: Pem 593/1856/XI/2024 tanggal 4 November 2024 yang dikeluarkan oleh Lurah Labuan Bajo, Kecamatan Komodo.
Namun terkait dengan permohonan tersebut, PN Labuan Bajo telah mengembalikan dokumen permohonan persetujuan penyitaan yang diajukan oleh Polres Manggarai Barat. Hal tersebut dikarenakan dokumen yang diajukan belum dilengkapi oleh penyidik yaitu berupa legalitas dari pelapor, Muhamad Syair yang mengaku sebagai fungsionaris adat dan silsilah sebagai keturunan Haku Mustafa.
Zulkarnain Djudje, salah satu tokoh masyarakat Ulayat Kedaluan Nggorang menyebut bahwa keputusan PN Labuan Bajo yang meminta penyidik Polres untuk melengkapi dokumen legalitas dan silsilahnya sebagai syarat pengajuan penyitaan merupakan langkah yang paling tepat dan penting untuk memastikan kebenaran klaim Muhamad Syair sebagai fungsionaris adat dan keturunan Haku Mustafa.
“Kalau benar dia ahli waris tua adat, mana dokumen yang bisa membuktikan? Tunjukkan silsilah keturunan dan surat penunjukan dari Haku Mustafa sebagai wakil tua adat. Kalau tidak, jangan hanya mengaku-ngaku,” tegas Zulkarnaen.
Ia juga mempertanyakan klaim surat perolehan tanah seluas 16 hektare di Keranga yang disebutkan sebagai dasar penerbitan beberapa sertifikat tanah. Menurutnya, luas tanah tersebut tidak pernah ada.
“Kalau surat itu asli, dengan tanda tangan Haku Mustafa, tunjukkan di mana letak tanah 16 hektare itu di Keranga. Jangan hanya bicara tanpa bukti. Itu baru pantas dihormati,” tambahnya.
Zulkarnain Djudje menyebut laporan Syair tidak didukung bukti kuat. Ia mengatakan bahwa dokumen yang dijadikan dasar laporan Syair tidak relevan dengan tanah yang dinyatakan sah milik ahli waris Ibrahim Hanta berdasarkan putusan Pengadilan Labuan Bajo.
Dengan tegas Ia menuduh Muhamad Syair melakukan kebohongan publik terkait laporan dugaan pemalsuan dokumen tanah seluas 16 hektar di wilayah Keranga. Ia menegaskan bahwa Muhamad Syair harus mampu menunjukkan lokasi maupun batas-batas tanah tersebut secara jelas sesuai dengan dokumen yang yang dia laporkan di Polres Manggarai Barat.
“Jika dia tidak bisa membuktikan lokasi tanah milik Nasar Sopu yang katanya seluas 16 hektar itu, maka jelas dia hanya membuat gaduh dan membohongi Polres Manggarai Barat serta masyarakat umum,” ujar Zulkarnain
Kesaksian serupa disampaikan oleh John Pasir dan Wily Warung, tokoh masyarakat lainnya, yang mengaku pernah menerima fotokopi surat pembatalan 10 ha, 5 ha dan 16 ha dari Haji Ishaka, Ketua Fungsionaris Ulayat sekitar tahun 1999-2000.
“Mereka (keluarga pelapor) datang ke Haji Ishaka membawa ayam dan tuak untuk meminta tanah, tapi Haji Ishaka menolak dan bilang semua tanah sudah habis dibagi. Bahkan beberapa tanah yang sudah diberikan tumpang tindih dengan hak orang lain,” ungkap John Pasir.
Wily Warung menambahkan, surat perolehan tanah yang diklaim pelapor sebagai bukti sah sudah dibatalkan sejak lama. Ia menegaskan bahwa tidak ada tanah seluas 16 hektare di Keranga sesuai dengan klaim tersebut.
“Saya dikasih oleh Bpk Haji Ishaka koq, sewaktu saya pergi minta tanah kepadanya sekitar tahun 2000”, kata Willy.
Ia menegaskan bahwa dokumen yang dijadikan dasar laporan Syair tidak relevan dengan tanah yang diputuskan sah milik ahli waris Ibrahim Hanta.
“Klaim Muhammad Syair jelas salah lokasi. Tanah yang dipermasalahkan bukan tanah 11 hektar di Keranga. Jadi, apa pun dokumen yang mereka sebut asli atau palsu, tidak ada hubungannya dengan tanah milik ahli waris Ibrahim Hanta,” ujar Willy
Sementara itu, Jon Kadis, S.H., menjelaskan bahwa tanah 16 hektar yang disebut dalam laporan Muhammad Syair, dengan dokumen tertanggal 17 Januari 1998, tidak berada di lokasi yang sama dengan tanah milik ahli waris Ibrahim Hanta.
“Tanah 16 hektar milik Nasar Sopu yang disebutkan dalam surat itu berada di selatan, jauh dari tanah milik Muhammad Rudini. Surat perolehan Nasar Sopu 16 hektar tanggal 10 maret 1990 yang mereka sebut dalam berita di salah satu media yang kami baca itu yang dibatalkan tgl 17 Januari 1998 letaknya di bagian selatan jauh dari tanah Rudini cs dan tidak ada hubungan dgn tanah rudini, cs. Ini adalah dua lokasi yang berbeda. Jadi, klaim Muhammad Syair benar-benar tidak relevan,” tegas Jon Kadis
Para tokoh adat menegaskan bahwa sikap PN Labuan Bajo yang berhati-hati dalam memproses kasus ini sangat tepat.
Zulkarnaen menilai, dengan meminta kelengkapan dokumen, pengadilan telah menunjukkan integritas dan profesionalisme yang patut diapresiasi.
“Kami mendukung langkah PN Labuan Bajo yang meminta bukti legalitas dan silsilah pelapor. Ini bukan hanya soal dokumen, tetapi juga soal keadilan dan kebenaran yang harus ditegakkan,” ujar Zulkarnaen. **