Keluarga Ibrahim Hanta Desak Keluarga Niko Naput Tunjukkan Surat Alas Hak 10 Maret 1990 yang Asli dan Lokasi Tanah ada Dimana

Avatar photo

Labuan Bajo, Okebajo.com – Jon Kadis, SH, kuasa hukum keluarga ahli waris Ibrahim Hanta, menanggapi klaim dari pihak keluarga Nikolaus Naput, Santosa Kadiman, Ika Yunita selaku perwakilan Mahanaim Group terkait sengketa tanah Keranga/Karangan.

Ia menegaskan bahwa hasil pemeriksaan satgas mafia tanah Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) menjadi bukti kuat dalam mengungkap fakta sebenarnya, meski terus dibantah oleh pihak-pihak tersebut.

Jon Kadis mengungkapkan bahwa hasil penyelidikan dari Kejagung RI beberapa waktu lalu telah memperjelas bahwa kelima SHM atas nama keluarga Niko Naput tidak sah.

“Hasil pemeriksaan Kejagung RI telah menjadi bukti yang sangat kuat. Temuan tersebut menyatakan bahwa kelima SHM itu cacat yuridis, cacat administrasi, dan tidak memiliki alas hak yang asli. Anehnya, temuan ini dibantah oleh pihak-pihak terkait, seolah-olah mengabaikan fakta hukum yang telah diungkap Kejagung,” ujar Jon Kadis.

Ia juga menyoroti alasan penerbitan kelima SHM, yang didasarkan pada surat perolehan tanah adat tanggal 10 Maret 1990 seluas 16 hektar.

“Surat itu sendiri sudah diperiksa oleh Kejagung dan dinyatakan sebagai dokumen yang tidak benar. Oleh sebab itu, kelima SHM yang diterbitkan berdasarkan surat tersebut juga dinyatakan tidak sah,” tegasnya.

Selain itu, Fakta ketika PS (Pemeriksaan Setempat) oleh Majelis Hakim PN (Pengadilan Negeri) Labuan Bajo atas Perkara no.1/2024 dimana putusannya kemudian bahwa Pihak Niko Naput dan Santosa Kadiman kalah, ini salah satu bukti bahwa alas hak pihak Niko Naput berupa surat tertanggal 10 Maret 1990 seluas 16 hektarnya itu diangggap tidak ada, alias palsu, dan salah lokasi, dan lebih jelasnya lagi “tidak ada tanahnya”.

Menurut Jon, bahwa pihak Niko Naput dan Santosa Kadiman bahkan tidak mengetahui batas-batas tanah yang mereka klaim.

“Pihak PH Niko Naput dan Santosa Kadiman, pembeli tanah seluas 40 ha yang berlokasi di Torolema/Keranga, tidak mengetahui batas-batasnya, mereka malah menunjukkan lokasi yang sama di tanah 11 ha milik ahli waris Ibrahim Hanta. Di lapangan juga petugas BPN mengakui salah lokasi, salah ploting”, kata Jon (Rabu, 18/12/2024).

Sementara, Zoelkarnain Djuje, anak dari Hj Adam Djuje, mengatakan bahwa dugaan kepalsuan surat alas hak ini diperkuat oleh informasi dari keluarga Nasar Supu, pemilik asli tanah Keranga.

“Dan surat 10 Maret 1990 yang dipegang PH ahli waris Niko Naput (bersama Santosa Kadiman) itu kuat sekali dugaan itu palsu. Kenapa? Saya memperoleh informasi dari anggota keluarga Nasar Supu, maaf saya tak sebut namanya, bahwa tanah Nasar Supu di Kerangan itu hanya 4 hektar, dan hanya 4 ha itu yang dijual-beli ke Niko Naput. Dan orang itu masih simpan kwitansinya. Bayarnya dulu cicil lagi. Bapak Nasar bolak balik pergi nagih ke Niko Naput di Ruteng, naik oto truck. Jadi, angka 16 ha di surat itu tipuan mafia,” ungkap Zoelkarnain.

Tak hanya itu, Jon Kadis juga menuturkan bahwa ahli waris Ibrahim Hanta tidak pernah menjual tanah tersebut, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada siapapun, termasuk Muhamad Rudini, Nadi Ibrahim, Ibrahim Abraham Hantan, dan Suwandi Ibrahim.

Ia jelaskan, Santosa Kadiman dan Paulus Naput juga telah diperiksa oleh Kejagung terkait sengketa ini.

“Proses hukum di Kejagung tidak hanya berhenti pada dokumen, tetapi juga mencakup pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait, termasuk Santosa Kadiman dan Paulus Naput. Temuan Kejagung jelas: dokumen yang digunakan sebagai dasar penerbitan SHM, yaitu surat tanggal 10 Maret 1990, adalah dokumen yang tidak benar, sehingga kelima SHM tersebut tidak sah,” jelasnya.

Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyurati Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) R.B. Agus Widjayanto dan juga Direktur Jendral (Dirjen) Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (PSKP) Pada Kementrian ATR/BPN Republik Indonesia, Iljas Tedjo Prijono untuk segera membatalkan 5 Sertifikat Hak Milik (SHM) dari keluarga ahli waris Nikolaus Naput seluas 16 hektar tanah yang berlokasi di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, NTT.

Surat yang bernomor R.1038/D/Dek/09/2024 dan R.1039/D/Dek/09/2024 tersebut, tertanggal 23 September 2024, ditandatangani oleh Jaksa Agung Muda Intelijen, Reda Manthovani. Muhamad Rudini, ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, menerima tembusan surat ini pada 24 September 2024.

Surat tersebut menginstruksikan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penerbitan lima SHM atas nama anak-anak dari Nikolaus Naput.

Jon Kadis kembali meminta semua pihak untuk bersikap jujur dan transparan dalam menyelesaikan sengketa ini.

“Jika pihak-pihak seperti Hotel St. Regis, Santosa Kadiman, dan Ika Yunita adalah pembeli atau investor yang beritikad baik, mengapa mereka membeli tanah yang jelas-jelas tidak memiliki dokumen asli? Kenapa mereka tidak melaporkan penjual atas dokumen yang meragukan yaitu surat tanggal 10 Maret 1990 ?Malah terlihat adanya indikasi kesengkongkolan untuk menguasai tanah yang bukan miliknya,” ujar Jon Kadis.

Ia juga menegaskan bahwa fokus penyelesaian kasus ini harus kembali pada keabsahan dokumen dasar, yaitu surat perolehan tanah adat tanggal 10 Maret 1990.

“Jangan mengalihkan isu ke hal lain. Buktikan keaslian dan lokasi surat tersebut, karena ini adalah akar dari seluruh permasalahan,” tutupnya. **

Oke Bajo

Okebajo.com adalah portal berita online yang selalu menghadirkan berita-berita terkini dan dikemas secara, Berimbang, Terpercaya dan Independen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *