Labuan Bajo, Okebajo.com – Sengkarut tanah seluas 11 hektar di Kerangan, Labuan Bajo, terus bergulir meskipun Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo telah memutuskan pada 23 Oktober 2024 bahwa tanah yang diperoleh almarhum Ibrahim Hanta (IH) sejak 1973 adalah sah miliknya dan kini milik ahli warisnya, babak baru justru muncul dengan pengajuan banding oleh keluarga Niko Naput, Santoso Kadiman, dan PT Mahanaim.
Tak hanya itu, kali ini muncul laporan pidana dari Muhamad Syair dengan nomor LP/B/148/X/2024/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT yang dilayangkan pada 3 Oktober 2024 lalu yang telah naik ke tingkat penyidikan oleh Tim penyidik Polres Manggarai Barat (Mabar). LP tersebut menuding ahli waris Ibrahim Hanta, Muhamad Rudini, menggunakan dokumen palsu dalam sidang pada 14 Agustus 2024. Namun, laporan tersebut memunculkan pertanyaan besar setelah saksi-saksi di sidang menyatakan bahwa Muhamad Syair tidak pernah berada di ruang sidang pada hari itu.
Mikael Mensen, salah satu anggota keluarga besar Ibrahim Hanta, mengungkapkan kejanggalan dalam laporan tersebut.
“Di surat panggilan polisi untuk saya, disebutkan bahwa laporan itu terkait dokumen alat bukti yang diduga palsu dan ditemukan di ruang sidang pada 14 Agustus 2024. Saya hadir dalam sidang itu, dan tidak ada orang bernama Muhamad Syair di ruangan tersebut. Dokumen itu hanya dilihat oleh pengacara dari pihak Niko Naput, Kadiman, dan PT Mahanaim,” ujar Mikael Mensen, (Senin 2/12/2024) pagi.
Ia menegaskan bahwa Muhamad Syair bisa dilaporkan balik karena diduga memberikan informasi palsu.
“Polisi harus menyelidiki darimana Syair mendapatkan dokumen itu. Jika dokumen itu berasal dari pengacara pihak tergugat, berarti ada skenario tertentu di balik laporan ini,” tambahnya.
Kesaksian Pengacara Penggugat
Hal serupa disampaikan Jon Kadis, anggota tim kuasa hukum ahli waris Ibrahim Hanta.
“Pada 14 Agustus 2024, sidang hanya membahas alat bukti, dan yang berhak melihat dokumen itu hanyalah para pengacara. Tidak ada orang lain yang ikut mengakses, apalagi seseorang bernama Muhamad Syair,” jelasnya.
Ketidakprofesionalan Aparat?
Muhamad Rudini, ahli waris yang menjadi terlapor, juga merasa ada kejanggalan dalam proses pemeriksaan di Polres Manggarai Barat.
“Ketika diperiksa, suasana terasa seperti ada tekanan untuk memojokkan saya. Padahal saya sampaikan bahwa tanah ini adalah sengketa perdata. Karena itu, saya melapor ke Propam Mabes Polri di Jakarta. Saya yakin ada keberpihakan oknum polisi dalam kasus ini,” tegas Rudini.
Ia berharap Propam Mabes Polri dapat memeriksa dokumen, memanggil Muhamad Syair, dan mengusut dugaan ketidakprofesionalan oknum polisi.
Ahli waris Ibrahim Hanta, Muhamad Rudini, mengungkapkan rencananya untuk melaporkan balik Muhamad Syair atas dugaan kebohongan dalam laporan pidana. Menurut Rudini, laporan Syair yang menuduhnya menggunakan dokumen palsu dalam sengketa tanah merupakan upaya untuk melemahkan posisinya di tengah konflik hukum yang sedang berlangsung.
“Kami menduga Syair hanyalah boneka yang diarahkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengganggu ahli waris. Kami akan melaporkan balik Syair ke polisi agar kebenaran terungkap,” ujar Rudini.
Diketahui, tanah yang dimiliki Ibrahim Hanta sejak 1973 ini telah lama dikuasai ahli warisnya. Di atas tanah itu terdapat pagar batu, tanaman kelapa, jati, jambu mete, serta sebuah pondok. Namun, sejak tahun 2014, keluarga Niko Naput mulai mengklaim lahan tersebut, membuat para ahli waris tidak lagi nyaman tinggal di sana. Meski demikian, mereka tetap menjaga keberadaan tanah itu dengan kontrol rutin.
Muhamad Rudini mengungkapakan bahwa Kasus tanah di Kerangan ini tidak hanya melibatkan perdata, tetapi juga pidana.
“Tidak sulit sebenarnya untuk dakiri, jika para Penegak hukum bekerja profesional. Tapi sesuai peraturan, jika obyek perkara sama, tanah misalnya, maka harus dahulukan perdata sampai inkrah, setelah itu pidananya,” ungkapnya
Para ahli waris berharap hukum tetap menjadi panglima, tanpa ada intervensi atau keberpihakan yang merugikan salah satu pihak. **