LABUAN BAJO | Okebajo.com | Tanah seluas 3600 ha milik warga 3 Desa di Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat, NTT diisukan akan dijadikan kawasan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.
Isu tersebut kini beredar luas dan meresahkan warga di wilayah Desa Warloka, Desa Macang Tanggar dan Desa Tiwu Nampar, Kecamatan Komodo.
Isu ini beredar luas setelah kawasan itu dilintasi jalan hotmix dari Labuan Bajo hingga Golo Mori.
Masyarakat di kawasan selatan Kecamatan Komodo itu semakin cemas dan resah ketika beredar pula gambar peta HPL melalui media sosial.
Warga cemas akan kelangsungan hidup mereka ke depan karena tanah garapan mereka masuk dalam kawasan HPL yang dibuat oleh Pemerintah secara sepihak.
Alexander Hagul, warga kampung Cumbi, Desa Warloka menceritakan bahwa beberapa bulan lalu, ia mendapat informasi terkait kawasan HPL itu dari petugas dari Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Manggarai Barat.
Petugas tersebut mengatakan kepada bapak Alexander Hagul bahwa tanah miliknya seluas 32.086 M2 bahkan tanah milik semua warga di 3 Desa yang telah bersertifikat saat ini sudah masuk dalam kawasan HPL.
“Kami mendapatkan informasi tersebut dari pihak BPN Manggarai Barat dan Dinas Transmigrasi bahwa beberapa bidang tanah milik saya yang berlokasi di Cumbi Desa Warloka yang sudah di sertifikat sudah masuk dalam HPL,” ungkap Alex Hagul saat ditemui Okebajo.com (Senin 13/3) di rumah kediamannya.
Alexander menuturkan bahwa Ia memiliki sebidang tanah garapan yang telah bersertifikat, dengan nomor 01159 yang diterbitkan pada tanggal 14-12-2011 oleh Kepala BPN Manggarai Barat secara prosedural dan mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Tanah seluas 32.086 M2 terletak di Desa Warloka itu telah dijadikan sebagai bagian dari kawasan HPL tanpa sepengetahuannya.
Atas dasar itu, bapak Alexander memohon informasi yang jelas dari Kepala BPN Manggarai Barat terkait hal tersebut.
Ia bertanya, tanah miliknya yang kemudian diklaim sebagai HPL itu atas nama siapa? Batas-batasnya di mana? Nomor sertifikat HPLnya berapa? Kapan itu dijadikan kawasan HPL? Atas dasar kesepakatan dengan siapa, di mana? Kapan kesepakatan itu dibuat? Siapa yang membuat HPL? HPL untuk siapa? batas-batas kawasan HPL itu di mana?
Dia mengaku, selama ini belum ada sosialisasi apapun dan dari pihak manapun terkait HPL itu.
“Selama jni tidak pernah ada sosialisasi kepada masyarakat terkait HPL ini. Kalau pernah sosialisasi, saya mau tanya itu di mana? Sosialisasi tentang apa dan dengan siapa?”? tanya bapak Alek Hagul.
Tidak tahu HPL
Kepala Desa Warloka, Suwandi menjelaskan hal senada. Bahwa pihak pemerintah Desa Warloka, Desa Macang Tanggar dan Desa Tiwu Nampar hingga saat ini tidak tahu menahu soal HPL itu.
Suwandi mengaku, sampai saat ini belum ada sosialisasi dari Pemkab Mabar maupun dari Pemerintah Kecamatan Komodo.
“Terkait tanah PHL ini untuk sementara kami tidak tahu menahu termasuk dengan dua Desa tetangga”, aku Suwandi.
Ia mengatakan, informasi yang berkembang luas mengenai tanah HPL di wilayah 3 Desa itu masih simpang siur karena sampai saat ini belum ada sosialisasi dari Pemerintah Kabupaten maupun dari Kecamatan.
“Informasi seperti itu memang ada tapi sifatnya informasi lepas karena
sampai saat ini belum ada sosialisasi di tingkat Desa”, ujar Suwansi kepada awak Media ini menemuinya di Kenari, Senin (13/3/2023) petang.
Suwandi menambahkan, pihaknya melayani warga masyarakat yang berurusan dengan transaksi jual beli tanah di wilayah Desanya.
“Untuk saat ini berkaitan dengan urusan dokumen jual beli tanah dari masyarakat, ya tetap saya laksanakan karena masyarakat membutuhkannya. Informasi HPL ini kami benar-benar tidak tahu menahu,” ungkap Suwandi.
Ia juga menjelaskan, hampir semua tanah milik warga masyarakat di Desa Warloka sudah disertifikatkan pada tahun 2011 silam.
“Semua tanah milik masyarakat di Desa Warloka ini secara sudah disertifikatkan semua pada tahun 2011 lalu”, kata Suwandi.