Labuan Bajo, Okebajo com – Surion Florianus Adu, yang akrab disapa Feri Adu, adalah salah satu anggota masyarakat ulayat Kedaluan Nggorang, Labuan Bajo, Manggarai Barat dengan tegas mengkritik perilaku beberapa fungsionaris adat Nggorang yang diduga terlibat dalam penggelapan atau penjualan tanah milik warga kepada investor untuk keuntungan pribadi.
Feri Adu menuturkan bahwa fungsionaris adat Nggorang telah melakukan pengkhianatan terhadap adat istiadat yang dimana tindakan merubah atau menjual lahan milik warga yang diperoleh melalui tata cara adat Nggorang, seperti ritual “kapu manuk lele tuak” di hadapan fungsionaris terdahulu, itu merupakan pelanggaran serius.
“Lahan tersebut telah ditata dan diberikan haknya oleh penata yang mendapat kuasa dari fungsionaris adat seperti Ishaka dan Haku Mustafa. Penggelapan lahan dengan cara menjualnya secara diam-diam tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga adat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat,” tutur Feri
Konsekuensi Sosial dan Hukum
Dijelaskanya bahwa Fungsionaris adat yang terlibat dalam praktek penggelapan tanah menghadapi konsekuensi hukum dan sanksi sosial dari komunitas adat.
“Tindakan ini dianggap melanggar norma adat “Puli ipo lait kole” yang berarti keputusan adat tidak boleh ditarik kembali untuk kepentingan pribadi. Keputusan yang telah diambil dalam proses adat harus dihormati dan dilindungi,”ujar Feri
Fakta di Lapangan
Feri Adu mengungkapkan bahwa ada bukti rekaman video yang menunjukkan bukti nyata dari tindakan Haji Ramang Ishaka, seorang fungsionaris adat yang terbukti menjual lahan warga di Golo Binongko secara diam-diam.
“Konflik ini mendorong petugas pertanahan untuk melakukan pengecekan di lokasi yang sudah bersertifikat hak milik (SHM) atas nama investor. Hasilnya, Haji Ramang mengakui perbuatannya dan direkomendasikan oleh petugas BPN untuk mengganti tanah milik Bapak SO, yang telah melapor ke polisi atas dugaan penggelapan tersebut,” ungkap Feri
Krisis Kepercayaan
Praktik semacam ini kata Feri, tidak hanya merusak hak-hak warga, tetapi juga merusak harkat dan martabat lembaga fungsionaris adat Nggorang.
“Fungsionaris yang seharusnya melindungi hak-hak masyarakat adat kini justru merampasnya demi keuntungan investor. Akibatnya, lembaga fungsionaris adat kehilangan kepercayaan dari masyarakat, yang dapat memicu konflik dan mengganggu stabilitas komunitas,” ujarnya
Fungsionaris adat Nggorang menurut Feri Adu seharusnya memiliki dua kualifikasi penting yaitu :
1. Memahami tradisi, adat istiadat, dan nilai-nilai budaya yang berlaku dalam komunitas adat Nggorang, seperti bahasa adat, upacara adat, mitos, dan sejarah lokal.
2. Bertanggung jawab dalam mengadakan upacara adat, seperti pernikahan adat, dan memiliki keterampilan ritual sesuai dengan bahasa adat yang berlaku.
Sebagai salah satu warga adat Nggorang, Feri Adu mendesak fungsionaris adat untuk tidak melakukan hal-hal yang tercela dan berkomitmen tinggi untuk melindungi eksistensi lembaga fungsionaris adat Nggorang.
“Mereka harus menolak godaan keuntungan pribadi dan tetap menjaga marwah lembaga fungsionaris adat yang telah lama dibangun dan dihormati oleh masyarakat. Dalam menjaga nilai-nilai adat, fungsionaris adat tidak hanya melindungi hak-hak masyarakat, tetapi juga memastikan bahwa tradisi dan warisan budaya tetap hidup dan dihormati oleh generasi mendatang,” tutupnya