Labuan Bajo, Okebajo.com – Diduga karena adanya konspirasi jahat yang melibatkan oknum perwira Polres Manggarai Barat berinisial NNB dengan Muhammad Syair, Cs, dalam proses penanganan sengketa tanah Keranga yang sedang berlangsung. Dugaan ini mendorong keluarga ahli waris almarhum Ibrahim Hanta untuk melaporkan kasus tersebut ke Propam Mabes Polri dengan nomor tanda terima laporan SPSP2/005488/XI/2024/BAGIYANDUAN tertanggal 14 November 2024, guna meminta keadilan atas perlakuan tidak adil yang mereka alami.
Jon Kadis, SH., salah satu tim PH ahli waris Ibrahim Hanta kepada media ini menjelaskan bahwa laporan ke Kadivpropam Polri oleh keluarga Muhamad Rudini untuk memohon perlindungan hukum atas adanya ketidakprofesionalan dan keberpihakan oleh Polres Manggarai Barat, Polda NTT, dengan wujud tidak menindaklanjuti laporan polisi keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta, akan tetapi menindaklanjuti laporan polisi yang dinyatakan kalah dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.
“Polres lebih memprioritaskan laporan Muhammad Syair, yang notabene kalah dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Labuan Bajo. Padahal, laporan ahli waris Ibrahim Hanta mangkrak tanpa perkembangan,” ungkap Jon, Selasa (19/11/2024).
Persoalan ini bermula dari sengketa tanah seluas 11 hektar yang berlokasi di Keranga, Keluarahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat yang merupakan milik ahli waris almarhum Ibrahim Hanta yang telah dinyatakan sah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada 23 Oktober 2024 dalam perkara perdata No. 1/Pdt.G/2024/PN.LBJ. Namun, laporan pidana yang diajukan Muhammad Syair ke Polres Manggarai Barat justru mempersoalkan dugaan pemalsuan dokumen oleh pihak ahli waris Ibrahim Hanta.
Ia menjelaskan bahwa laporan polisi oleh Muhammad Syair ke Polres Manggarai Barat dengan nomor LP/B/148/X/2024, yang ditujukan kepada Muhammad Rudini Cs atas dugaan pemalsuan dokumen, merupakan bagian dari upaya kriminalisasi yang tidak memiliki dasar hukum kuat.
“Keputusan “menang” ahli waris Ibrahim Hanta (Penggugat) bukan karena surat pembatalan perolehan tanah Nikolaus Naput dan Nasar Sopu pada tahun 1998, tapi karena alas hak Ibrahim Hanta sendiri. Dan SHM atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput di tanah Ibrahim Hanta adalah karena salah lokasi, salah ploting, cacat administrasi, cacat yuridis serta tanpa alas hak asli. Ini adalah keputusan hakim yang mengadili perkara ini, dan Tergugat harus hormati fakta ini,” kata Jon Kadis
Ia menegaskan bahwa surat pembatalan tanah tahun 1998 yang diangkat oleh Syair sebenarnya tidak memengaruhi keabsahan tanah 11 hektar milik ahli waris alm. Ibrahim Hanta.
“Jika Syair mengklaim ada pemalsuan, seharusnya dia menunjukkan dokumen asli untuk dibandingkan. Namun, faktanya, tanah yang ia klaim berada jauh dari tanah milik ahli waris Ibrahim Hanta. Tanahnya dimana? Hanya Muhamad Syair yang tahu, yang pasti bukan di atas tanah 11 hektar milik ahli waris alm. Ibrahim Hanta,” kat Jom
Terkait laporan pidana dari orang yang bernama Muhamad Syair. Diberitakan bahwa ia turunan Haku Mustafa, wakil fungsionaris adat Nggorang, menemukan dokumen pembatalan pada sidang perkara perdata no.1/Pdt.G/2024/PN.Lbj, saat sidang tanggal 14 Agustus 2024.
“Ini aneh, kenapa? Logikanya, para tergugatlah yang berhak komplain, yaitu Maria Fatmawati Naput, Paulus Grant Naput atau Kadiman pembeli tanah 40 hektar dalam PPJB itu, atau BPN, atau Polres Mabar sebagai turut Tergugat 1 dan 2,” ungkap Jon.
Menurut Jon, pertanyaan atas keanehan kehadiran Muhamad Syair ini adalah ; apa kerugian dia dengan adanya surat itu? Apa hak dia atas tanah yang tercantum dalam surat itu?, apakah punya surat kuasa dari Haku Mustafa dan lainya untuk membuat laporan di polres manggarai Barat ?, apa ada keuntungan di pihak Muhamad Rudini dengan surat pembatalan itu? Tidak ada untungnya! Kenapa? Karena tanah dalam surat itu berada di luar batas 11 ha tanah alm. Ibrahim Hanta.
Keanehan kedua: apa dasar pijakan hukum (legal standing) Muhamad Syair mengatakan surat pembatalan itu palsu? Kalau itu palsu, maka Muhamad Syair harus tunjukkan aslinya, sehingga dapat dibandingkan mana asli dan mana palsu.
“Kalaupun tidak ada. Ya surat perolehan tanah Nikolaus Naput dan Nasar Sopu itu “TIDAK ADA PENGARUHNYA”. Karena letak tanahnya itu jauh di luar tanah 11 ha milik ahli waris alm. Ibrahim Hanta,” kata Jon.
Keanehan ketiga: Muhamad Syair tampak secara terbuka membantah adanya tanah Pemda Mabar 30 ha di Kerangan ! Lho koq bisa? Dari media berita kita baca, bahwa dari perkara Tipikor tanah Pemda tahun 2020, Pemda memperoleh kembali tanahnya, itu karena sudah tidak ada tanah Niko Naput karena sudah dibatalkan.
Dijelaskan Jon, bahwa pembatalan itu diucapkan oleh salah satu saksi yang mewakili fungsionaris, Haji Ramang Ishaka, dibawah sumpah, yang dituangkan dalam berita acara sebagai salah satu dasar keputusan hakim. Dengan demikian, adalah tepat bila Muhamad Syair melaporkan Hj Ramang Ishaka ke Polisi, dan laporkan Pemda yang mengambil keuntungan dari surat pembatalan tersebut.
“Kami menduga ada skenario jahat yang dirancang untuk memojokkan ahli waris Ibrahim Hanta. Oknum Perwira Polres Manggarai Barat berinisial NNB diduga terlibat dalam memuluskan laporan Muhammad Syair yang tidak relevan dengan tanah milik ahli waris Ibrahim Hanta” ujar Jon.
Jon Kadis juga mempertanyakan kecepatan penanganan laporan Muhammad Syair, yang baru diajukan pada 3 Oktober 2024, namun sudah masuk tahap penyidikan. Sebaliknya, empat laporan dari pihak Muhammad Rudini Cs yang telah dilayangkan sejak 2022 hingga 2024 hingga kini tidak menunjukkan perkembangan berarti.
“Ada apa dengan Polres Manggarai Barat? Mengapa laporan dari Muhamad Rudini, cs mangkrak bertahun-tahun, sementara laporan baru dari Muhamad Syair langsung naik sidik? Ini jelas tidak adil. Padahal kalau mau dilihat, bahwa terduga Terlapor di LP Rudini lebih mudah untuk diproses, kenapa? Satgas Mafia Tanah Kejagung sudah dengan jelas menyebutkan salah lokasi, salah ploting, tanpa alas hak asli, cacat yuridis dan cacat administrasi,” tegas Jon.
Keempat laporan tersebut meliputi: LP/B/249/IX/2022 (13 September 2022) oleh Suwandi Ibrahim, LP/B/79/VI/2024 (29 Juni 2024) oleh Mikael Mensen.
LP/B/80/VI/2024 (29 Juni 2024) oleh Stephanus Herson, LP/B/124/VIII/2024 (26 Agustus 2024) oleh Muhammad Rudini dan Mikael Mensen.
Muhammad Rudini, salah satu ahli waris, bahkan merasa harus melaporkan ketidakprofesionalan dan keberpihakan dalam penyelidikan ini ke Biro Propam Mabes Polri di Jakarta.
“Saya merasa ada keanehan juga pada oknum penyelidik di Polres Mabar. Tidak profesional merespon laporan pidana Muhamad Syair itu. Juga tebang pilih, dimana LP saya sejak tgl 26 Agustus 2024 berjalan di tempat di area penyelidikan. Itulah sebabnya saya datang melakukan pengaduan ke Biro Propam Mabes Polri, Provos Mabes Polri di Jakarta”, ucap Muhamad Rudini, Selasa (19/11/2024)
Sementara itu, Florianus Surion Adu salah satu masyarakat Ulayat Nggorang, Labuan Bajo secara tegas membantah klaim Muhammad Syair terkait dugaan pemalsuan dokumen tanah oleh Muhammad Rudini Cs. Florianus menilai laporan di Polres Manggarai Barat tersebut tidak hanya keliru, tetapi juga tidak relevan dengan tanah yang dipermasalahkan.
Florianus menegaskan bahwa laporan polisi Muhammad Syair di Polres Manggarai Barat bernomor LP/B/148/X/2024/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT yang dilayangkan sejak 3 Oktober 2024 terhadap Muhamad Rudini, Suwandi Ibrahim, Mikael Mansen dan Stefanus Herson atas dugaan pemalsuan Surat Keterangan tertanggal 17 Januari 1998 sama sekali tidak berhubungan dengan tanah 11 hektar yang telah dinyatakan sah sebagai milik ahli waris almarhum Ibrahim Hanta dan Siti Lanung berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada 23 Oktober 2024.
“Klaim Muhammad Syair jelas salah lokasi. Tanah yang dipermasalahkan bukan tanah 11 hektar di Keranga. Jadi, apa pun dokumen yang mereka sebut asli atau palsu, tidak ada hubungannya dengan tanah milik ahli waris Ibrahim Hanta,” ujar Florianus, Selasa (19/11/2024)
Florianus menjelaskan bahwa tanah 16 hektar yang disebut dalam laporan Muhammad Syair, dengan dokumen tertanggal 17 Januari 1998, tidak berada di lokasi yang sama dengan tanah milik ahli waris Ibrahim Hanta.
“Tanah 16 hektar milik Nasar Sopu yang disebutkan dalam surat itu berada di selatan, jauh dari tanah milik Muhammad Rudini. Surat perolehan Nasar Sopu 16 hektar tanggal 10 maret 1990 yang mereka sebut dalam berita di salah satu media yang kami baca itu yang dibatalkan tgl 17 Januari 1998 letaknya di bagian selatan jauh dari tanah Rudini cs dan tidak ada hubungan dgn tanah rudini, cs. Ini adalah dua lokasi yang berbeda. Jadi, klaim Muhammad Syair benar-benar tidak relevan,” tegasnya.
Atas dasar itu, Florianus mengatakan bahwa melalui laporan ke Propam Mabes Polri, tentu pihak keluarga ahli waris berharap ada tindakan tegas terhadap dugaan ketidakprofesionalan aparat. Florianus meminta agar seluruh laporan, baik dari pihak Muhammad Syair maupun Muhammad Rudini Cs, diproses secara transparan dan adil.
“Kami hanya ingin keadilan. Aparat harus bertindak netral dan memproses laporan tanpa keberpihakan. Mestinya Penyidik melakukan penyidikan atas dugaan kejahatan hukum berdasarkan Putusan perkara perdata Pengadilan Negeri Labuan Bajo no 1/pdt.G/2024/PN.LB tgl 23 oktober2024 dan berdasarkan hasil kerja Satgas Mafia tanah intelejen Kejagung tgl 23 Aeptember 2024,” tegasnya
Ia berharap agar Penyidik Polres mabar tetap berada pada posisi netral dalm penanganan kasus tanah ataran Ahli waris alm. Nikolaus Naput dan ahli waris alm. Ibrahim Hanta terkait lahan 11 htr di Keranga.
“Saran saya biarkan dulu seluruh proses keperdataanya inkrah. 4 Laporan polisi ahli waris Ibrahim Hanta dan laporan Muhamad Syair ditangguhkan. Dengan demikian penyidik polres mabar tidak dianggap tebang pilih,” kata Florianus.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Manggarai Barat, AKBP Christian Kadang, S.I.K., melalui Kasi Humas Polres Manggarai Barat IPTU Eka Darmayuda ketika dikonfirmasi via WhatsApp pada Rabu, (20/11/2024) pagi belum memberikan tanggapan terkait ini karena masih mengikuti kegiatan zoom.
“Selamat pagi. Ini lagi ikut zoom anev Humas,” jawabnya singkat