Labuan Bajo, Okebajo.com – Misteri kepemilikan 40 hektare tanah di kawasan strategis Keranga, Labuan Bajo, mulai terkuak. Dokumen Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang selama ini menjadi dasar klaim Erwin Kadiman Santoso, diduga kuat fiktif, cacat hukum, dan batal demi hukum.
Akta PPJB tersebut dibuat di hadapan Notaris Billy Yohanes Ginta pada Januari 2014. Namun, temuan demi temuan di ruang persidangan dan investigasi lapangan menunjukkan bahwa tanah itu bukan milik Erwin maupun Nikolaus Naput penjual dalam akta tersebut.
“Ini bukan sekadar sengketa tanah biasa. Ini adalah modus mafia tanah yang merampas hak warga lokal,” tegas Dr(c) Indra Triantoro, SH, MH, penasihat hukum keluarga ahli waris Ibrahim Hanta dalam keterangan pers yang diterima media ini pada Kamis malam, 12 Juni 2025.
Dr(c) Indra Triantoro, SH, MH, menjelaskan bahwa klaim tanah ini berasal dari transaksi jual beli tanah antara Erwin Kadiman Santoso dan Nikolaus Naput, warga asal Ruteng, Kabupaten Manggarai yang jelas menurut mereka bukanlah bagian dari masyarakat adat Kedaluan Nggorang, pemilik sah tanah-tanah ulayat di Labuan Bajo.
Menurut Indra, klaim Erwin Kadiman atas lahan 40 hektare itu runtuh total sejak putusan inkracht di Pengadilan Negeri Labuan Bajo (Putusan No. 1/2024/LBJ) dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Kupang. Bahkan meski Erwin dan Nikolaus mengajukan kasasi, peluang mereka menang dinilai amat kecil.
“Menurut Undang-Undang Pokok Agraria, seseorang tidak bisa begitu saja memiliki tanah pribadi hingga 40 hektare. Ini modus makelar tanah. Akta PPJB itu sudah batal demi hukum. Hal itu diketahui dari putusan perkara No.1/2024 Lbj baik di tingkat Pengadilan Negeri Labuan Bajo (23 Oktober 2024) maupun Pengadilan Tinggi Kupang (18 Maret 2025). Meski perkara ini diajukan kasasi oleh Erwin dan pihak Niko Naput, tapi kecil sekali kemungkinan mereka untuk menang. Erwin dkk bakal gigit jari”, tegas Dr(c) Indra Triantoro, SH, MH, penasihat hukum ahli waris almarhum Ibrahim Hanta.
Sehingga kata Indra bahwa secara materiil, klaim hak Erwin Kadiman Santoso dan Nikolaus Naput atas tanah 40 hektar itu sudah kosong, karena sesungguhnya tanah 40 ha tersebut sudah tidak ada lagi.
“Fakta dari keterangan dan dokumen PPJB di ruang sidang perkara itu ditemukan modus klaim 40 ha
tersebut: Erwin membeli tanah 40 ha hanya dengan PPJB disertai uang muka, dan baru dilunaskan apabila
pihak Nikolaus Naput sudah membuat sertifikatnya. Maka, kewajiban Nikolaus Naput adalah membuatkan
sertifikat tanah terlebih dahulu agar dapat dibayar oleh Erwin Kadiman. Namun PPJB tadi jadi bodong karena batal demi hukum. Artinya, transaksi itu gugur secara otomatis,” ungkap Indra.“PPJB ini bodong karena batal demi hukum. Tidak pernah ada tanah 40 hektare yang sah milik Erwin Kadiman atau Nikolaus Naput,” lanjut Indra.
Mengapa Akta Ini Diduga Fiktif? Ini Fakta Kuncinya:
Jon Kadis, SH juga salah satu anggota tim PH ahli waris alm. Ibrahim Hanta mengungkapkan beberapa alasan PPJB 40 ha itu bodong yaitu :
1. Tumpang Tindih dengan Lahan Warga
Sebagian besar tanah dalam PPJB 40 ha itu ternyata berdiri di atas hak milik warga Labuan Bajo yaitu 11 hektare milik keluarga Ibrahim Hanta (dikuasai sejak 1973) dan tanah seluas 3,1 hektare milik Zulkarnain dan kawan-kawan (perolehan sejak 1992)
“Alas hak yang diajukan Nikolaus dan istrinya Beatrix hanya berjumlah 31 hektare, bukan 40 hektare seperti dalam akta. Bahkan, 16 hektare di antaranya tidak ada dokumen aslinya (surat alas hak tanah hanya bermodalkan surat foto copy saja),” kata Jon Kadis.
2. Proses Pengukuran Tidak Resmi
Tanah tersebut diukur bukan oleh BPN, melainkan oleh staf pribadi Erwin Kadiman menggunakan aplikasi Google Maps!.
“Penghitungan hanya berdasarkan berdiri di empat sudut tanah, praktik yang sangat jauh dari standar legal,” ungkap Jon.
3. SHM Dibatalkan:
Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan atas nama anak-anak Nikolaus Naput dinyatakan salah lokasi dan cacat yuridis, karena berdiri di atas tanah milik orang lain.
4. Temuan Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Agung (23 Agustus 2024):
– Akta PPJB tersebut batal demi hukum karena objek tanahnya dalam sengketa.
– SHM atas nama keluarga Nikolaus dinyatakan cacat administrasi dan tidak sah secara hukum.
5. Dugaan Peran Erwin sebagai Makelar Tanah
Menurut Jon Kadis, SH, anggota tim penasihat hukum Ibrahim Hanta, sejak PPJB ditandatangani pada 2014, Erwin diduga sudah berperan sebagai makelar tanah, menawarkan lahan 40 ha tersebut kepada para investor, termasuk investor besar seperti Hotel The St. Regis.
“Dia mungkin bilang: ‘Ini tanah gue, resmi, ada akta notarisnya’. Padahal akta itu fiktif,” kata Jon.
Peletakan batu pertama Hotel The St. Regis Labuan Bajo pada 21 April 2021 bahkan dihadiri Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat. Ironisnya, acara mewah itu berlangsung di atas tanah yang kini terbukti bukan milik Erwin.
Irjen Pol (P) Drs. I Wayan Sukawinaya, M.Si menegaskan bahwa dugaan keterlibatan Erwin Kadiman tidak hanya merugikan warga lokal, tetapi juga pemerintah daerah dan sejumlah oknum aparat.
“Tanah 40 hektare itu bahkan tumpang tindih dengan aset Pemda yang sedang disidangkan dalam perkara Tipikor. Tapi Erwin lolos jerat hukum.”
Ia juga mengungkapkan bahwa 7 warga pemilik 3,1 hektare tanah yang dikuasai Erwin sejak 2021 akan melaporkannya secara pidana dan perdata.
“Erwin Kadiman telah membangun basecamp, pos jaga, hingga menggusur tanah mereka. Namun kini, warga akan kembali mengolah tanah leluhurnya dengan darah sekalipun.”
Mikael Mensen, salah satu keluarga ahli waris Ibrahim Hanta, menyatakan tekad yang tak tergoyahkan:
“Tanah 11 hektare ini milik kami. Kalau ada investor yang mau bangun di sini, silakan bicara dengan kami. Tapi jangan bawa nama Erwin Kadiman atau Nikolaus Naput. Mereka tak punya hak seujung kuku pun di sini.”
Kini, akta PPJB yang selama ini jadi dasar klaim Erwin Kadiman dan Nikolaus Naput resmi dinyatakan batal demi hukum. Tak ada dasar hukum yang sah, tak ada alas hak yang valid, bahkan tidak ada sertifikat asli.
“Erwin Kadiman dan Nikolaus tidak punya satu surat hak kepemilikan pun. Akta PPJB 40 hektare dari Notaris Billy Ginta itu sudah dibatalkan,” tegas Irjen Pol (P) Sukawinaya.
Ia menuturkan bahwa dengan kata lain, tanah 40 hektare itu tidak pernah benar-benar ada dalam penguasaan mereka secara sah.
Diketahui, media ini telah berupaya melakukan konfirmasi bahkan berkali-kali mengubungi Erwin Kadiman Santoso via WhatsApp untuk dimintai keterangannua namun pesan yang dikirim hanya dibacanya saja tanpa ada respon.