Gelombang Gugatan Terhadap Santosa Kadiman Terus Bertambah, Kini Total 4 Warga Ajukan Gugatan Terkait Tanah 3,1 di Keranga

Avatar photo

Labuan Bajo, Okebajo.com – Gelombang gugatan hukum terhadap Santosa Kadiman dan Hotel St. Regis Labuan Bajo terus bertambah. Hingga pertengahan Juni 2025 ini, sudah empat warga yang resmi mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Labuan Bajo terkait dugaan penyerobotan lahan seluas 3,1 hektare di kawasan strategis bukit Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.

Dua gugatan pertama, yang telah terdaftar lebih awal dengan Nomor 32/2025 PN Lbj dan Nomor 33/2025 PN Lbj, diajukan oleh Mustarang dan Abdul Haji, pemilik sah atas bagian tanah yang kini masuk dalam klaim proyek pembangunan Hotel St. Regis.

Penggugat dalam perkara perdata ini didampingi PH (Penasihat Hukum) dari Kantor Advokat Sukawinaya-88 Law Firm dan Partners, yang diketuai oleh Irjen Pol (P) Drs. I Wayan Sukawinaya, M.Si, beranggotakan Dr(c) Indra Triantoro, S.H, MH., Jon Kadis, S.H., Indah Wahyuni, S.H., Ni Made Widiastanti, S.H.Dan surat kuasanya telah didaftarkan di PN Labuan Bajo 17 Juni 2025.

Tergugatnya adalah Rosyina Yulti Mantuh, Albertus Alvano Ganti, Santosa Kadiman dan Hotel The St.Regis Labuan Bajo. Turut tergugat adalah Ramang Ishaka, Muhamad Syair (yang diduga pembuat surat pengukuhan atas nama Fungsionaris ulayat), Notaris Billy Yohanes Ginta pembuat akta 40 hektar dalam PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) Januari 2014, dan BPN Labuan Bajo.

Diketahui tanah obyek sengketa atas nama Lambertus Paji Elam berupa sebidang tanah yang terletak di Golo Kerangan, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, seluas 1.500 m², lebar 20 Meter dan  panjang 75 meter, perolehan langsung dari Fungsionaris Ulayat Haji Ishaka dan Haku Mustafa Maret 1992 dengan batas-batas sebagai berikut:- batas timur, tanah milik Abdul Haji dan tanah milik Mustaram, batas Barat Tanah Milik Zulkarnain, batas utara tanah Milik Hj.Adam Djuje, batas Selatan Rencana Jalan.

Sedangkan obyek sengketa gugatan Zulkarnain adalah berupa sebidang tanah yang letaknya berdampingan dengan Lambertus Paji, yaitu tanah milik Zulkarnain yang terletak di Golo Kerangan, Kelurahan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, seluas 9.000 m² ( lebar 75 Meter dan  panjang 120  Meter) dengan batas-batas sebagai berikut:-  batas timur, tanah milik Lambertus Paji, batas barat  tanah milik Muhamad Hatta, batas utara tanah milik Hj.Adam Djuje, dan batas selatan rencana Jalan.

Irjen Pol (P) Drs. I Wayan Sukawinaya, M.Si, dalam.keterangan pers pada Sabtu, (21/6/2025) kepada media ini mengungkap bahwa perbuatan melawan hukum dari Tergugat adalah pada fakta sebagai berikut:

Fakta GU Rosyina Yulti Mantuh dan Albertus Alvano Ganti

“Tiba-tiba terdapat Gambar Ukur (GU) atas nama Rosyina Yulti Mantuh dan Albertus Alvano Ganti di lahan milik Lambertus Paji, yang diduga terbit tahun 2017 bersamaan dengan adanya SHM atas nama-anak Nikolaus Naput yang salah lokasi di tempat lain, yaitu bersebelahan di tanah seluas 11 ha milik ahli waris alm. Ibrahim Hanta,” kata I Wayan.

Ia menuturkan bahwa kuat juga dugaan dari pihak penggugat yang mana kedua nama yang tertera dalam Gambar Ukur tersebut tidak memiliki dasar hukum kepemilikan atau surat alas hak atas tanah di 3,1 hektar.

“Ini murni Penyerobot. Kehadiran mereka sangat menghambat bagi Lambertus Paji ketika mengajukan permohonan sertifikat tanah di BPN Manggarai Barat,” kata I Wayan.

Ia pun mempertanyakan terkait siapa Rosyina dan Albertus?

“Kuat dugaan bahwa mereka adalah boneka pinjam nama oleh pembeli dan  penjual tanah 40 ha fiktif dalam akta PPJB Januari 2014, yaitu transaksi jual beli antara Santosa Kadiman (Pembeli) dan Nikolaus Naput (Penjual), lalu diduga bekerjasama dengan oknum BPN dan turunan fungsionaris ulayat, Haji Ramang dan Muhamad Syair,” ungkapnya.

Sementara itu Jon Kadis, SH menegaskan bahwa kalaupun ada surat alas hak milik Tergugat, yang diduga terbit 2017 itu, maka dapat diduga surat alas hak itu dibuat oleh Haji Ramang Ramang Ishaka, yang justru ia melanggar pernyataan kedaulatan fungsionaris masyarakat adatnya sendiri 1 Maret 2013.

“Pernyataan Haji Ramang saat itu, disebutkan bahwa semua tanah di kawasan itu sudah dibagi lagi. Jadi Haji Ramang tidak punya kuasa membagi menata tanah di kawasan itu. Sehingga jika surat itu ada, maka surat itu tidak sah. Lagian tumpang tindih diatas tanah yang sudah diperoleh warga sebelumnya, antara lain diatas tanah milik Lambertus Paji,” jelas Jon Kadis.

Selain itu kata Jon,tiba-tiba sejak sekitar April 2025, terdapat spanduk di pagar lahan ini bertuliskan “tanah ini milik ahli waris alm.Nikolaus Naput dan Beatrix Seran Nggebut berdasarkan surat perolehan 21 Oktober 1991”.

“Padahal dari putusan perkara perdata no.1/2024 PN Lbj 23 Oktober 2024 yang diperkuat putusan banding Pengadilan Tinggi 18 Maret 2025, surat itu dinyatakan sudah dibatalkan 1998. Dipertegas lagi oleh keterangan Haji Ramang dibawah sumpah di hadapan Jaksa Tinggi Kupang dalam perkara Tipikor 30 ha tanah Pemda bahwa “sudah tidak ada lagi tanah Nikolaus Naput di kawasan itu karena sudah dibatalkan 1998″,” ungkap Jon.

Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa jika melihat batas-batas tanah berdasarkan surat perolehan 21 Oktober 1991 itu, jelas-jelas terletak di sebelah timur jalan raya Labuan Bajo -Batu Gosok, bukan di barat jalan, karena di bagian barat jalan itu adalah tanah Lambertus Paji bersama rekannya yang lain yaitu Mustarang, Abdul Haji, Usman Umar, Zulkarnain, Muhamad Hatta dan alm.Adam Djudje, dengan total luas 3,1 hektare.

Fakta tahun 2012

Jon Kadis mengungkapkan bahwa Lambertus Paji, Zulkarnain Djuje bersama rekannya mengajukan proses pensertifikatan tanah pada tahun 2012 karena ada calon pembeli.

“Tanah dibuatkan Gambar Ukur (GU) dan siang Panitia A BPN. Hadir pula saat itu Ramang dan pihak Nikolaus Naput. Nikolaus Naput hadir karena tanahnya yang tak jauh dari situ ikut dijual. Namun tidak dilanjutkan karena ada surat Bupati supaya lahan itu dipakai untuk PLN. Namun PLN batal juga sebagai pembeli, karena harga tanah bagiannya Niko Naput yang ditawarkan ke PLN dirasa cukup mahal saat yaitu Rp.600 tibu/m², padahal harga pasaran dari tanah Lambertus Paji dan Zulkarnain dkk yaitu 200 ribu/m². Akhirnya PLN juga undur diri sebagai pembeli, lalu pindah ke Rangko sekarang ini,” jelas Jon.

Ia menegaskan bahwa inti dari peristiwa 2012 ini adalah baik Haji Ramang maupun pihak Niko Naput menyadari bahwa tanah itu milik Lambertus Paji, Zulkarnain dkk.

Fakta 2023

Selain itu, Jon Kadis juga mengkapkan bahwa Zulkarnain Djuje menjual tanahnya yang berdampingan dengan 3,1 ha 2023.

“Sewaktu mengurus surat di kantor Lurah, Lurah Fekix Gampur mengatakan bahwa untuk pengurusan sertifikat tanah itu harus mendapat surat pengukuhan dari haji Ramang. Mendengar itu, Zulkarnain mendatangai haji Ramang di rumahnya. Kata Haji Ramang kepada Zulkarnain, bahwa tanah itu sudah diserahkan kepada Yayasan/Pemda. Tidak disebut nama yayasannya. Ketika Zulkarnain tanyakan siapa yang menyerahkan, lho ini ‘kan tanah saya, ini surat alas haknya! Dan Haji Ramang tidak bisa menjawab. Lagian Zulkarnain bilang bahwa Haji Ramang ‘kan tidak berhak keluarkan surat pengukuhan sejak adanya pernyataan kedaulatan 1 Maret 2013 karena semua tanah ulayat di wilayah kelurahan Labuan Bajo sudah dibagi,” jelas Jon.

Dan saat itu kata Jon Kadis bahwa Haji Ramang diam saja. Tapi keesokan harinya Haji Ramang pergi menemui Lurah Labuan Bajo, almarhum Felix Gampur supaya tempel surat pengumuman di kantor Lurah, isinya, ‘tanah di bukit Kerangan yang sedang dimohon untuk sertifikat oleh Zulkarnain itu sudah diserahkan kepada Yayasan / Pemda”.

“Permintaan itu dilaksanakan oleh Lurah Labuan Bajo,” ungkap Jon.

Lambertus Paji dan Zulkarnain sangat berharap agar Haji Ramang selaku turut Tergugat 1 dalam perkara ini memberikan keterangan lagi dibawah sumpah di hadapan majelis hakim bahwa ternyata tanah Nikolaus Naput dengan surat alas hak 21 Oktober 1991 itu masih ada.

Fakta Santosa Kadiman dan hotel St Regis Labuan Bajo

Lebih lanjut Jon Kadis menjelaskan bahwa pada 21 April 2021 tiba-tiba Santosa Kadiman menguasai lokasi tanah ini melalui acara peresmian peletakkan batu pertama pembangunan hotel St Regis Labuan Bajo.

“Terlihat Santosa Kadiman ikut bersama Gubernur NTT saat itu menekan tombol sirene tanda resmi dimulainya pembangun hotel St Regis itu. Lebih lanjut pasca peresmian itu, tanah ini dikuasai begitu saja, dipasang portal, dan terlihat ada bangunan basecamp, ada seperti mesin penggilingan batu, dan exacavator yang melakukan penggusuran sekalian penggalian batu yang ditumpukkan di situ,” jelas Jon.

Pemilik tanah Lambertus Paji dan Zulkarnain bersama 5 rekan lainnya saat itu kata Jon Kadis tak kuasa melawan karena rombongan Gubernur beserta pengamanannya yang ketat.

Sementara itu Ia jelaskan bahwa ketika mengetahui dari putusan perdata perkara no.1/2024 PN Lbj dan diperkuat putusan banding Pengadilan Kupang bahwa PPJB 40 ha Januari 2014 batal demi hukum, karena PPJB ini diduga alas haknya Santosa Kadiman, serta dari laporan hasil pemeriksaan satgas mafia tanah Kejagung RI 23 Agustus 2024 bahwa PPJB itu tidak sah, maka kini keinginan Lambertus dan Zulkarnain untuk memperoleh kembali haknya semakin membara dengan melakukan upaya hukum gugatan perdata.

“Dan nanti bersama rekannya Mustarang, Abdul Haji, dan lainya akan segera memagari batas tanah itu, dikosongkan agar status quo itu sampai putusan inkrah,” tegas Jon.

“Kami berdosa di hadapan leluhur dan Tuhan jika tanah kami dikuasai pencuri, karena itu kami siap mempertahankannya hingga tetes darah terakhir,” kata Lambertus.

Oke Bajo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *