Muhamad Saing Klarifikasi Terkait Tudingan Dugaan Penipuan dan Pemerasan Kasus Jual Beli Tanah di Gorontalo

Avatar photo
Iklan tidak ditampilkan untuk Anda.

Labuan Bajo, Okebajo.com — Kuasa hukum Muhamad Saing Makasau, Rikardus Moa, membantah tudingan kliennya melakukan penipuan dan pemerasan dalam kasus jual beli tanah di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.

Menurut Rikardus, tudingan yang disampaikan oleh Lie Sian, seperti dimuat dalam pemberitaan Okebajo.com edisi 24 Oktober 2025 berjudul “Muhamad Saing Diduga Lakukan Penipuan hingga Pemerasan, Lie Sian Akan Tempuh Jalur Hukum”, adalah tidak benar dan cenderung mendiskreditkan kliennya.

Iklan tidak ditampilkan untuk Anda.

“Yang sebenarnya terjadi adalah perjanjian antara klien kami dengan ibu Lie Sian merupakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), bukan transaksi jual beli langsung,” tegas Rikardus, Senin (3/11/2025).

Rikardus menjelaskan bahwa pada 27 November 2023, Muhamad Saing dan Lie Sian bersama-sama mendatangi Notaris Muhamad Taufikurrahman, SH, M.Kn untuk membuat Perjanjian Pra-PPJB. Dalam perjanjian tersebut, Saing bertindak sebagai penjual sebidang tanah di Gorontalo, Labuan Bajo, sedangkan Lie Sian adalah calon pembeli.

Perjanjian itu kemudian ditindaklanjuti dengan PPJB resmi pada 13 Februari 2024, atas tanah seluas 1.500 m² yang masih berstatus belum bersertifikat. Dokumen alas hak berupa surat keterangan riwayat pemilikan dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Gorontalo pada 18 Desember 2023 dengan Nomor Pem.593.2/365/XII/2023 atas nama Muhamad Saing.

Dalam perjanjian PPJB, disepakati harga tanah Rp1 miliar dengan uang muka 5% atau Rp50 juta yang dibayarkan saat perjanjian ditandatangani. Setelah menerima uang muka, Saing segera memproses pembuatan sertifikat di BPN Manggarai Barat.

Namun, lanjut Rikardus, proses itu tidak dapat dilanjutkan di BPN Manggarai Barat karena tanah tersebut terindikasi masuk dalam kawasan garis sempadan pantai.

“Prestasi dalam PPJB adalah terbitnya sertifikat. Ketika BPN menolak karena faktor teknis, maka perjanjian tidak bisa diteruskan. Ini bukan bentuk wanprestasi atau penipuan,” jelas Rikardus.

Setelah mengetahui penolakan dari BPN, Muhamad Saing disebut mendatangi Lie Sian untuk membicarakan kelanjutan transaksi. Saing bahkan berniat menyerahkan pengurusan sertifikat kepada Lie Sian dengan kesepakatan harga dikurangi biaya proses sertifikasi.

Ia menjelaskan bahwa hasil perhitungan kedua pihak menyisakan nilai Rp701 juta yang seharusnya masih diterima oleh Saing. Namun, menurut Rikardus, Lie Sian meminta waktu berdiskusi dengan suaminya dan tidak ada kelanjutan dari pembicaraan tersebut.

“Karena tidak ada kejelasan, klien kami bahkan sempat berniat mengembalikan dana yang telah diterima, tapi langkah itu juga tidak direspons oleh ibu Lie Sian,” ujarnya.

Rikardus menegaskan, kliennya sama sekali tidak memiliki niat menipu atau memeras. Justru sebaliknya, pihak Lie Sian yang diduga ingin menguasai tanah tersebut dengan berlindung di balik perjanjian PPJB.

“Klien kami bukan penipu, bukan pula pemeras. Justru ada indikasi ibu Lie Sian berniat menguasai lahan dengan memanfaatkan perjanjian PPJB,” tegasnya.

Tanggapan atas Tuduhan dan Bukti di BPN

Terkait klaim adanya bukti tanda terima tiga kali pengajuan sertifikat di BPN Manggarai Barat, Rikardus menilai hal itu tidak mungkin.

“BPN tidak pernah mengeluarkan tanda terima pengajuan sertifikat. Semua berkas sudah lengkap, tapi karena lokasi tanah masuk garis sempadan pantai, prosesnya tidak bisa dilanjutkan,” jelasnya.

Rikardus pun menyebut bahwa inti persoalan ini adalah teknis administratif, bukan pelanggaran hukum.

“Jadi tidak ada unsur penipuan, apalagi pemerasan,” tegasnya lagi.

Versi Lie Sian: Merasa Tertipu dan Diperas

Sebelumnya, Lie Sian menyatakan akan melaporkan Muhamad Saing ke Polres Manggarai Barat atas dugaan penipuan, pemerasan, dan kerugian usaha senilai Rp5 miliar.

Lie Sian mengaku membeli tanah tersebut karena iba setelah Saing beberapa kali datang ke rumahnya meminta agar tanahnya dibeli. Ia menandatangani PPJB pada Februari 2024 dengan harga Rp1 miliar dan membayar uang muka Rp120 juta.

“Bahkan saya yang membiayai pembersihan lahan, pagar bambu, hingga tembok setengah jadi,” ujarnya (24/9).

Namun, setelah beberapa bulan, Saing justru menggugat Lie Sian di Pengadilan Negeri Labuan Bajo dengan alasan tanah masuk sempadan pantai. Gugatan itu, kata Lie Sian, ditolak total oleh majelis hakim, sehingga ia merasa posisinya benar.

Selain itu, Lie Sian juga menyebut bahwa Saing beberapa kali meminta uang tunai dan puluhan botol minuman impor sebagai “uang pelicin”.

“Dia sering minta uang puluhan juta bahkan minta dibelikan minuman impor dengan alasan untuk memperlancar urusan surat tanah,” kata Lie Sian.

Karena merasa dirugikan dan ekspansi bisnisnya tertunda hingga menyebabkan kerugian miliaran rupiah, Lie Sian berencana melapor balik ke Polres Manggarai Barat dan Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Negeri Labuan Bajo, bahkan ke Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Agung RI.

“Ini sudah keterlaluan. Kami siap tempuh jalur hukum,” tegas Lie Sian.

Oke Bajo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *