Labuan Bajo, Okebajo.com – Kasus sengketa akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah seluas 1.500 m² di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, masih terus berbuntut panjang. Perkara ini bermula ketika pemilik tanah, Muhamad Saing Makasau (Saing), menjual lahannya kepada Lie Sian, seorang pengusaha kuliner dengan harga Rp1 miliar. Pada Februari 2024, pembeli sudah menyerahkan uang muka Rp120 juta.
Namun beberapa bulan kemudian, Saing justru menggugat pembeli ke pengadilan dengan alasan pelunasan tidak bisa dilakukan. Dalihnya, tanah tersebut masuk dalam kawasan sempadan pantai berdasarkan surat klarifikasi dari BPN.
Gugatan Ditolak Pengadilan
Perkara ini akhirnya diputus oleh Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo pada 17 September 2025. Putusannya tegas: gugatan penggugat ditolak seluruhnya.
“Kami kaget waktu digugat. Semua surat tanah lengkap dan jelas berstatus hak milik warisan. Karena itu, kami berani membeli. Putusan hakim yang menolak gugatan ini sudah membuktikan bahwa posisi kami benar,” kata Lie Sian, Rabu (24/9/2025).
Kuasa hukumnya, Jon Kadis, S.H, mengurai lebih detail. Menurutnya, hakim menyatakan bahwa surat klarifikasi BPN hanya memuat “indikasi”, bukan kepastian hukum. Bahkan hasil pemeriksaan setempat menunjukkan bahwa tanah yang disengketakan berada di belakang jalan setapak yang dibangun Pemda sebagai batas sempadan pantai.
Sementara itu, Jon Kadis, S.H selaku kuasa hukum Lie Sian menjelaskan bahwa Majelis hakim dalam pertimbangannya menyebut bahwa surat klarifikasi BPN hanya menyinggung soal indikasi sempadan pantai, bukan kepastian hukum.
“Menimbang bahwa berdasarkan fakta yang terungkap saat pemeriksaan setempat dihubungkan dengan ketentuan Pasal 65 Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 21 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2021-2041 Majelis Hakim berkesimpulan bahwa jalan setapak
tersebut adalah batas sempadan pantai yang dibangun oleh Pemerintah Daerah yang menjadi kunci batas hak milik negara dan sebelum setapak itu adalah hak masyarakat,” jelas Jon Kadis.
Bahkan kata Jon, hasil pemeriksaan setempat menunjukkan tanah yang disengketakan berada di belakang jalan setapak yang dibangun pemerintah daerah sebagai batas sempadan pantai.
“Artinya, tanah tersebut tidak masuk dalam kawasan sempadan,” ungkap Jon.
Ia menuturkan bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dihubungkan dengan hasil pemeriksaan setempat bahwa tanah objek perjanjian yang terletak di Kampung Gorontalo, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur berada di belakang jalan setapak yang berdasarkan pengamatan Majelis Hakim adalah batas sempadan pantai tersebut.
“Majelis Hakim berkesimpulan bahwa tanah objek perjanjian yang terletak di Kampung Gorontalo, tersebut tidak
termasuk ke dalam tanah sempadan pantai,”jelas Jon.
Ia menegaskan bahwa Jelas-jelas surat klarifikasi BPN itu menulis ‘indikasi”, tetapi Saing bersikeras menyampaikan kepada Ibu Lie Sian sebagai ‘pasti dan final.
“Sehingga ia mengajukan gugatan pembatalan PPJB itu. Bukankah ini
patut diduga kuat sebuah penipuan dan tidak adanya iktikad baik?,” kata Jon.
Lebih lanjut Jon Kadis menuturkan bahwa pihak pengacara penggugat sebelumnya mengklaim di media ini pada 24 Juli 2025 bahwa Muhamad Saing sudah 3 kali mengajukan permohonan sertifikat ke BPN, namun semua permohonan mereka ditolak BPN Manggarai Barat dengan alasan kawasan tersebut masuk kawasan sempadan pantai.
“Ini bisa dikategorikan pembohongan kepada publik. Kenapa? Di persidangan, sama sekali tidak ada bukti tanda terima di BPN Manggarai Barat. Sekurang-kurangnya ada 14 surat keterangan alas hak milik yang perlu dilampirkan saat permohonan ke BPN. Karena kalau surat alas hak tersebut diserahkan kepada BPN, sudah pasti SHM tersebut bisa diterbitkan”, tutup Jon.
Lie Sian selaku pembeli tanah menduga ada motif lain di balik gugatan Saing. Menurutnya, ada kemungkinan tanah tersebut sedang diincar pembeli baru dengan harga lebih tinggi.
“Kami merasa ada yang janggal. Saing begitu saja menerima surat klarifikasi BPN tanpa melawan. Kami menduga ada praktik mafia tanah. Bisa saja tanah itu sengaja mau dialihkan ke pihak lain,” ujar Lie Sian.
Putusan Ditolak, Muncul Laporan Pencemaran Nama Baik
Ironisnya, usai putusan PN Labuan Bajo, Lie Sian justru menerima surat undangan klarifikasi dari Polres Manggarai Barat pada 23 September 2025. Ia dilaporkan Saing atas dugaan pencemaran nama baik melalui pemberitaan media ini pada 28 Juli 2025.
“Kok bisa? Gugatan dia ditolak, tapi kami yang dilaporkan. Kami bahkan mempertimbangkan untuk balik melapor dengan dugaan penipuan dan pemerasan,” tegas Lie Sian.
Tak hanya Lie Sian, pengacaranya Jon Kadis, S.H. juga ikut dilaporkan.
“Benar, saya dapat surat panggilan untuk klarifikasi di Polres. Katanya ada dugaan pencemaran nama baik. Padahal, bagian mana ucapan yang dianggap mencemarkan itu? Aneh sekali,” kata Jon, Rabu pagi (24/9/2025).
Jon menambahkan, laporan balik sangat mungkin dilakukan karena gugatan Saing terbukti tidak berdasar. Bahkan, klaim pengacara Saing di media soal penolakan sertifikat BPN disebutnya pembohongan publik.
“Di persidangan tidak ada bukti permohonan sertifikat itu. Kalau alas haknya benar-benar diajukan, mestinya SHM bisa diterbitkan. Ini justru makin memperkuat dugaan tidak adanya iktikad baik,” tutup Jon.
Dikonfirmasi media ini pada Rabu, (24/9/2025)buntuk dimintai tanggapan terkait putusan PN Labuan Bajo tersebut, Muhamad Saing enggan berkomentar banyak dan menyarankan wartawan untuk konfirmasi langsung kepada Kuasa Hukumnya.
“Kordinasi saja dengn Pa Wira, trima kasih,” ujar Muhamad Saing.
Sementara itu, Hipatios Wirawan, S.H selaku kuasa hukum dari Muhamad Saing belum berhasil dihubungi. Meskipun media ini telah berupaya melakukan konfirmasi pada Rabu (24/9) pagi namun pesan yang dikirim via WhatsApp belum dibaca. **