Labuan Bajo, Okebajo.com – Perseteruan sengketa tanah seluas 1.500 m² yang terletak di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, kian memanas. Setelah Muhamad Saing Makasau kalah di Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo pada 17 September 2025, kini giliran pihak tergugat, Lie Sian, bersiap melancarkan serangan balik dengan laporan pidana.
Lie Sian menegaskan akan melaporkan Muhamad Saing ke Polres Manggarai Barat dalam waktu dekat atas dugaan penipuan, pemerasan, hingga dugaan kerugian usaha diperkirakan senilai Rp5 miliar.
Tak hanya itu, kuasa hukumnya, Jon Kadis, S.H., juga akan melaporkan balik pengacara Saing, Hipatios Wirawan, ke polisi sekaligus ke Dewan Kehormatan Advokat atas dugaan pelanggaran kode etik.
Lie Sian mengisahkan awal mula perjanjian jual beli tanah itu.
“Saing datang ke rumah berkali-kali, minta tolong agar tanahnya dibeli. Katanya sangat butuh uang. Saya kasihan, akhirnya setuju beli setelah semua dokumen alas hak ia perlihatkan. Ada 14 dokumen, termasuk surat keterangan kepala desa yang menegaskan tanah itu bukan sempadan pantai,” tutur Lie Sian, Rabu sore (24/9).
Ia kemudian menandatangani PPJB pada Februari 2024 dengan harga Rp1 miliar. Lie Sian membayar uang muka Rp120 juta, sementara pelunasan disepakati setelah sertifikat terbit dari BPN.
“Bahkan saya yang biayai pembersihan lahan, pagar bambu, hingga setengah tembok. Semua itu biaya dari saya,” tambahnya.
Namun, beberapa bulan setelah itu, Saing justru menggugat dengan dalih tanah masuk kawasan sempadan pantai.
“Gugatannya ditolak total oleh hakim. Artinya jelas, posisi kami benar dan tidak wanprestasi,” tegasnya.
Lie Sian mengaku tidak bisa tinggal diam setelah dirinya digugat di PN Labuan Bajo bahkan yelah dilaporkan di Polres Manggarai Barat oleh Muhamad Saing atas dugaan pencemaran nama baik.
“Padahal, kami yang dirugikan. Maka kami akan lapor balik dengan tiga alasan,” katanya.
Alasan pertama kata Lie Sian bahwa Muhamad Saing menandatangani surat alas hak di atas meterai, menyatakan tanah miliknya bukan untuk kepentingan umum dan tidak dalam sengketa.
“Tapi justru dia menggugat di Pengadilan Negeri Labuan Bajo seolah tanah bermasalah,” ujarnya.
Alasan kedua, kata Lie Sian terkait adanya dugaan penipuan dan pemerasan. Ia menyebut Muhamad Saing diduga sering meminta “pelicin” berupa uang tunai dan puluhan botol minuman import agar urusan dokument tanahnya dipermudah.
“Terus terang, saya merasa tertipu dan diperas habis-habisan oleh mereka. Dia (Muhamad Siang) itu berapa kali minta uang puluhan juta bahkan minta dibelikan puluhan botol minuman import yang jika diuangkan itu senilai ratusan juta. Katanya itu untuk uang pelicin untuk memperlancar urus surat tanah kepada pihak-pihak terkait. Uang amplop senilai puluhan juta dan minuman import tersebut kami berikan dalam dua tahap kepada Ponakan Muhamad Saing atas nama pak Diaman. Kami sudah layani semua permintaan mereka, namun pada akhirnya mereka menggugat saya di PN Labuan Bajo,” kesal Lie Sian.
Selain itu alasan ketiga adalah akibat gugatan Saing, ekspansi usaha kuliner Lie Sian tertunda, dengan kerugian ditaksir mencapai Rp5 miliar.
Atas dasar itu, Lie Sian menegaskan bahwa dirinya akan menempuh jalur hukum dengan melapor pidanakan Muhamad Saing di polres Manggarai Barat bahkan siap melaporkan ke Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Negeri Manggarai Barat dalam waktu dekat.
“Karena ini sudah sangat keterlaluan maka saya siap lapor balik ke Polres Manggarai Barat dan Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Negeri Labuan Bajo, dan tidak menutup kemungkinan kita akan lapor juga ke Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Agung RI,” tegas Lie Sian.
Kuasa Hukum Ikut Lapor Balik
Tidak hanya Lie Sian, kuasa hukumnya Jon Kadis juga menyiapkan langkah serupa. Sasaran laporannya adalah Hipatios Wirawan, kuasa hukum Saing.
“Pertama, ia melakukan pembohongan publik. Ia berkoar-koar di media yang katanya tiga kali ajukan sertifikat ke BPN dan tiga kali ditolak. Tapi di persidangan tak ada bukti dokumen lengkap yang pernah masuk ke BPN,” jelas Jon Kadis.
“Kedua, ia mencemarkan nama saya di media dengan ucapan ‘Jon Kadis ngawur, tidak paham PPJB’. Itu bukan hanya menyerang pribadi saya, tapi juga menodai profesi advokat yang disebut officium nobile, profesi mulia,” lanjutnya.
Jon memastikan pihaknya akan membawa persoalan ini ke ranah pidana sekaligus Dewan Kehormatan Advokat.
“Ucapan dan tindakan seperti itu tidak memancarkan kehormatan profesi. Kami tidak akan tinggal diam,” tegasnya.
Sementara itu, Hipatios Wirawan, S.H., selaku kuasa hukum dari Muhamad Saing menyatakan bahwa jika memang ditemukan adanya dugaan tindak pidana silahkan dilaporkan.
“Intinya silakan aja laporan kalau merasa ada dugaan tindak pidana,” kata Wira, Rabu malam, (24/9).
Terkait putusan PN Labuan Bajo yang menolak seluruh gugatan Muhamad Saing, menurutnya, majelis justru keliru menafsirkan status tanah yang jelas-jelas sudah mendapat catatan “terindikasi masuk kawasan sempadan pantai” dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat.
“Majelis hakim sendiri tampak bingung. Mereka tidak tegas menyatakan tanah itu masuk sempadan pantai atau tidak. Padahal BPN jelas menulis indikasi tanah tersebut berada dalam kawasan sempadan berdasarkan kondisi sertifikat di sekitarnya,” kata Hipatios, Rabu malam (24/9/2025).
Ia menilai majelis memelintir diksi “terindikasi” seolah-olah tidak punya kekuatan hukum.
“Itu dijadikan celah untuk memenangkan pihak pembeli. Padahal, tidak ada bukti lain yang bisa menyingkirkan fakta surat BPN tersebut,” tegasnya.
Hasil Pengukuran Ulang: Masuk 100 Meter dari Pasang Tertinggi
Hipatios menambahkan, pihaknya baru saja melakukan pengukuran ulang pekan ini. Hasilnya memperkuat klaim BPN.
“Jarak dari pasang tertinggi ke batas belakang tanah adalah 100 meter. Itu artinya memang masuk dalam kawasan sempadan pantai. Fakta ini tidak bisa diabaikan,” ujarnya.
Karena itu, pihaknya resmi menyatakan banding agar perkara ini diperiksa ulang oleh Pengadilan Tinggi Kupang.
PPJB Seharusnya Dibatalkan
Menurut Hipatios, jalan terbaik sebenarnya adalah membatalkan PPJB sejak awal. Ia menyinggung kembali proses mediasi di pengadilan.
“Hakim mediator sudah menawarkan agar penjual mengembalikan uang muka, lalu jual beli dihentikan karena tanah tidak bisa terbit sertifikat. Itu solusi adil,” jelasnya.
Namun, tawaran itu ditolak oleh pihak pembeli.
“Aneh, mereka justru memaksa melanjutkan jual beli tanah yang sudah jelas bermasalah. Ini yang jadi persoalan,” kata Hipatios.
Banding Jadi Jalan Selanjutnya
Dengan kondisi ini, Hipatios memastikan langkah banding adalah upaya hukum yang tepat.
“Kami ingin agar Pengadilan Tinggi Kupang melihat lebih jernih perkara ini. Kalau tanah memang bermasalah secara tata ruang, mustahil bisa dilanjutkan jual belinya,” tutupnya.