OKEBAJO.com || Dalam rangka persiapan pembentukan Keuskupan Labuan Bajo, Panitia Persiapan tingkat Keuskupan Ruteng, telah menugaskan tim khusus berdasarkan draf rekomendasi dari tim perumus yang bekerja selama ini. Sejak September 2022 dan pertemuan terakhir di Kevikepan Labuan Bajo, 11 April 2023.
Namun, sebelum itu, ada beberapa point penting untuk diserahkan kepada Uskup terpilih, untuk memutuskan tentang tawaran dari point-point rekomendasi, antara lain pemilihan wilayah Kevikepan; dibagi tiga, yaitu Kevikepan Bari (Pacar), Wae Nakeng, dan Labuan Bajo. Sebab wilayah pelayanan pastoral di Keuskupan Baru sangat luas.
Selain itu, jumlah imam masih terbatas (sekitar 54 orang). Juga, dibutuhkan pusat pelayanan dari kongregasi biarawan dan biarawati. Bagian yang prinsip dari rekomendasi tim perumus tingkat Keuskupan Ruteng adalah untuk diserahkan kepada bapak Uskup Baru. Tergantung dari pertimbangan beliau yang terpilih untuk memutuskannya secara mandiri.
Menurut rencana, pekerjaan panitia dan tim perumus sampai pada akhir April 2023 ini untuk diserahkan pada bapak Uskup Ruteng setelah melalui tahapan diskusi dan pembahasannya, untuk disempurnakan oleh tim kerja. Bahan-bahan ini menjadi sebuah rencana untuk dijadikan sebuah masukan bagi Uskup terpilih, dengan mempertimbangkannya sebagai sebuah keputusan Uskup Baru terpilih Labuan Bajo.
Menurut Panitia, tentang Kevikepan sudah diumumkan saat sidang post Natal, yakni Kevikepan Labuan Bajo, Wae Nakeng dan Pacar. Tapi dalam sidang baru-baru ini diusulkan Pacar diganti dengan Bari.
Bari realistik untuk pastarol masa depan. Kita ingat ketika dari Rangga pindah ke Labuan Bajo dahulu. Apalagi Bari memiliki aset tanah yang lebih luas dan berada pada posisi strategis poros lintas utara jalan negara trans Flores. Sehingga pandangan Panitia itu adalah faktual dan realistik untuk Bari, ibukota dari Kecamatan Macang Pacar sebagai pusat Kevikepan.
Peranan pendidikan sangat penting waktu itu dalam penyebaran agama Katolik. Anak-anak dapat pelajaran Agama. Guru-guru di luar jam sekolah jadi guru Agama mengajar Agama di kampung-kampung dengan bekal katekismus dan lentera.
Lima Umat Katolik Sulung di Manggarai
Pada tahun 1910 -1911, Kongregasi Serikat Jesuit masuk di tanah Manggarai.
Pater Henrikus Looijmans, S.J. membaptis untuk pertama umat Allah di Reo pada 17 Mei 1912. Ketika itu ada lima orang calon baptis yang dibaptis oleh Pater Henrikus Looijmans menjadi penganut agama Katolik perdana di Manggarai.
Adalah Katarina Arbero, Henricus, Agnes Mina, Caecilia Weloe dan Helena Loeoe. Dengan pembaptisan kelima orang tersebut menjadi peletak dasar berdirinya Gereja Katolik di wilayah Manggarai.
Pada tahun 1914, pelayananan pastoral gereja Manggarai diserahkan kepada SVD, Serikat Sabda Allah. Dengan kedatangan Mgr. P.Piet Noyen, SVD, dan Pater Wilem Baack, SVD, maka secara resmi pada tanggal 23 September 1920 berdirinya Serikat misionaris SVD di tanah Manggarai.
Serikat missiinaris SVD membuka Sekolah Rakyat (SR) Rekas dan Rekas dijadikan pusat misi di wilayah Manggarai Barat.
Sekolah Rakyat (SR) Rekas didirikan pada tahun 1921. Gedung SR jadi tempat ibadat hari Minggu. Dan sejak itu, Rekas sering dikunjungi misionaris karena ada sekolah dan ada guru yang mengajar.
Gereja Rekas berdiri tahun 1922 setahun setelah berdirinya SDK Rekas 1.
Pada tahun 1925 jumlah umat Katolik semakin bertambah menjadi 7.036 orang umat tersebar pada dua Paroki, yakni Paroki Rekas dan Paroki Lengko Ajang.
Tahun 1929-1931, mulai membangun Gereja Katedral di Ruteng.
Tanggal 8 Maret 1951, Tahta Suci Vatikan di Roma, menaikan status Gereja Manggarai di Ruteng menjadi Vikariat Apostolik Ruteng, dengan menunjuk pemimpin Vikaris Apostolik Ruteng adalah Mgr. Wihelmus Van Bekkum, SVD. Pada 3 Januari 1961, status Vikariat Apostolik Ruteng ditingkatkan menjadi Keuskupan Ruteng.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan Gereja Katolik di tanah Manggarai Raya masa lalu, selalu mengikuti denyut nadi para petani, nelayan dan orang kecil yang sedang mencari cahaya di tengah kehidupan umat yang haus akan terang Kristus. Setelah Kristus Bangkit dari Alam Maut menuju tanah Galilea yang aman, damai dan kondusif.
Kristus itu mewarta di tanah Nusa Lale, sejak 1910, melalui pewartaan dan pembawa Kabar Gembira tentang Garam dan Lilin Kristus yang melarut dan membawa terang dan kegembiraan di tengah umat Gereja Katolik tanah Manggarai kala itu.
Berbeda dengan Serikat Jesuit yang berpastoral secara sporadis saja. Sedangkan Serikat misionaris SVD mengawali misi penggembalaannya dengan berbagai strategi membuka Sekolah Rakyat di Rekas sebagai pusat misio untuk merambah wilayah Manggarai bagian Barat pada waktu itu. Dan Lengko Ajang untuk merambah ke seluruh wilayah Manggarai Timur.
Dari Rekas menyebar ke wilayah Ranggu pada 25 Maret 1936 sebagai Paroki Ranggu. Dibantu oleh para guru SR yang berlatar sekolah keguruan OVO. Mereka adalah pewarta Kabar Gembira tentang Yesus menuju Galilea, Yesus menuju tanah Manggarai, tana pede dise ende agu tana redong dise empo (tanah Manggarai warisan leluhur).
Berkembang pesat
Labuan Bajo, dalam pertumbuhan dan perkembangan gereja Katolik sungguh sangat pesat. Hal ini berangkat dari sebuah refleksi spiritual seorang misionaris, Pater Eichman (1930-1936) di Rekas.
Pater Eichman adalah sosok gembala yang memiliki bakat, talenta, serta berwibawa. Pastor ini mewartakan Terang Kristus kepada para murid Sekolah Rakyat Rekas waktu itu, termasuk Bapak Dula dari Rambang (orang tua kandung dari bapak Frans Dula Burhan, mantan Bupati Manggarai dan bapak Agustinus Ch. Dula, mantan Bupati Manggarai Barat).
Kini, Labuan Bajo, dengan pertumbuhan pariwisata holistik dan ekonomi dan ekologis yang berkelanjutan, wajar dan sudah tiba saatnya didorong untuk dijadikan sebagai Keuskupan di masa depan.
Geliat perkembangan suku bangsa dan interaksi sosial yang datang dan berdomisili di kota ini, semakin hari semakin tambah tumbuh, dan berkembang, beradaptasi dalam kebhinnekaan Tunggal Ika, multikural, indah, permai tanpa konflik sosial, kini dan yang akan datang. Semoga !
Bersambung…
*) Penulis, Fransiskus Ndejeng & Yosef Min Palem, Sekretaris Gereja Paroki MBSB, penulis sejarah Gereja Manggarai.