Oleh : Angelina Sartika Mutiara
Opini, Okebajo.com, – Ketika membicarakan kemiskinan, perempuan adalah elemen utama yang harus diperhatikan. Perempuan seringkali menjadi korban terbesar dalam situasi kemiskinan. Beban yang mereka pikul lebih berat dibandingkan laki-laki, terutama ketika mereka berperan sebagai pencari nafkah tunggal dalam keluarga. Situasi ini diperparah jika perempuan tersebut juga bertindak sebagai kepala keluarga.
Perempuan miskin seringkali menjadi korban pertama dalam keluarga karena faktor budaya dan negara yang mengabaikan kebutuhan mereka. Dalam banyak diskusi dan seminar tentang kemiskinan, perempuan seringkali diabaikan. Mereka tidak hanya jarang dibicarakan, tetapi juga jarang dilibatkan dalam perbincangan. Pada pertemuan di tingkat desa, perwakilan perempuan biasanya hanya dari kalangan elit, sementara perempuan lainnya sibuk mengurus konsumsi untuk pertemuan tersebut.
Budaya Patriarki yang Mengakar
Budaya patriarki dalam masyarakat Indonesia menempatkan perempuan pada posisi yang tidak adil. Mereka seringkali dianggap hanya memiliki fungsi reproduktif, sehingga ditempatkan di rumah untuk melahirkan dan mengasuh anak. Selain itu, perempuan juga diharuskan melakukan pekerjaan domestik yang dianggap sebagai tugas alamiah mereka. Ironisnya, meskipun pekerjaan ini bernilai ekonomi, perempuan yang melakukannya tidak dianggap sebagai pekerja, melainkan sebagai “pembantu”.
Sistem sosial dan budaya ini mengabaikan kontribusi besar perempuan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Laki-laki dipandang sebagai pencari nafkah utama dan kepala keluarga, sementara perempuan diposisikan sebagai subordinat yang mendukung peran laki-laki.
Diskriminasi dalam Berbagai Aspek Kehidupan
Pandangan bahwa perempuan memiliki keterbatasan dan tidak rasional menyebabkan mereka dijauhkan dari sektor publik yang kompetitif dan keras. Perempuan yang berkarir dan bersaing dengan laki-laki dianggap menyalahi kodrat mereka. Di sisi lain, laki-laki sebagai kepala rumah tangga ditempatkan sebagai penguasa dalam keluarga, memperkuat struktur patriarki yang mendominasi kehidupan sosial dan bernegara.
Budaya patriarki ini mendapat legitimasi dari berbagai aspek kehidupan, termasuk agama dan negara. Akibatnya, perempuan tidak hanya diabaikan dalam partisipasi publik, tetapi juga mengalami diskriminasi yang meluas. Diskriminasi ini menimbulkan berbagai masalah serius seperti kekerasan terhadap perempuan, beban ganda, marginalisasi, subordinasi, dan stereotip.
Upaya Menghapus Diskriminasi
Negara telah melakukan beberapa upaya untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan. Pada tahun 1984, Indonesia meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Kemudian, pada tahun 2000, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
Meskipun demikian, kemajuan yang dicapai masih sangat rendah. Komitmen pemerintah terhadap penghapusan diskriminasi dan pemberdayaan perempuan belum menunjukkan hasil yang signifikan. Anggaran untuk pemberdayaan perempuan di berbagai kabupaten/kota masih sangat minim, menunjukkan rendahnya prioritas terhadap kesejahteraan perempuan.
Arah Kebijakan yang Lebih Baik
Program MAMPU (Kemitraan Australia Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) merupakan salah satu inisiatif yang dirancang untuk mempercepat reformasi kebijakan dengan fokus pada lima tema: akses perempuan miskin kepada program perlindungan sosial, akses pekerjaan dan penghapusan diskriminasi di tempat kerja, kondisi tenaga kerja perempuan ke luar negeri, kepemimpinan perempuan untuk kesehatan reproduksi, dan pengurangan kekerasan terhadap perempuan.
Tema-tema ini diharapkan menjadi agenda bersama yang diadopsi dalam kebijakan pemerintah, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Dengan demikian, reformasi kebijakan yang berpihak pada perempuan dapat terwujud, menghapus diskriminasi, dan mencapai kehidupan yang lebih adil bagi semua gender.
Memperkuat Peran Perempuan dalam Masyarakat
Penting untuk memahami bahwa pemberdayaan perempuan tidak hanya tentang memperbaiki situasi individu perempuan, tetapi juga memperbaiki struktur sosial yang ada. Hal ini mencakup pendidikan, pelatihan, dan penyadaran tentang hak-hak perempuan serta potensi mereka dalam berbagai bidang. Salah satu langkah penting adalah memastikan perempuan memiliki akses yang sama terhadap pendidikan dan pelatihan keterampilan yang relevan. Pendidikan adalah kunci untuk membuka peluang ekonomi yang lebih baik dan mengurangi ketergantungan ekonomi perempuan pada laki-laki.
Edukasi dan Pelatihan sebagai Kunci
Edukasi adalah fondasi bagi pemberdayaan perempuan. Ketika perempuan memiliki akses yang sama terhadap pendidikan, mereka lebih mampu memperjuangkan hak-hak mereka dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka. Program-program pelatihan keterampilan yang fokus pada peningkatan kemampuan ekonomi perempuan, seperti pelatihan wirausaha, manajemen keuangan, dan teknologi informasi, sangat penting. Ini tidak hanya meningkatkan kemampuan perempuan untuk mandiri secara ekonomi, tetapi juga mengubah persepsi mereka dalam masyarakat sebagai kontributor penting bagi perekonomian.
Kesehatan dan Kesejahteraan Reproduksi
Aspek kesehatan, terutama kesehatan reproduksi, adalah elemen penting lainnya dalam pemberdayaan perempuan. Perempuan harus memiliki akses ke layanan kesehatan yang komprehensif dan berkualitas, termasuk layanan kesehatan reproduksi yang aman dan terjangkau. Ini bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga hak asasi manusia. Menjamin kesehatan reproduksi perempuan berarti mereka memiliki kontrol lebih besar atas kehidupan mereka dan dapat membuat keputusan yang lebih baik terkait keluarga dan karir.
Menghapus Kekerasan Berbasis Gender
Kekerasan berbasis gender adalah salah satu bentuk diskriminasi yang paling mendalam dan merusak. Menghapus kekerasan terhadap perempuan harus menjadi prioritas utama. Ini mencakup penerapan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku kekerasan, serta penyediaan dukungan yang memadai bagi korban kekerasan. Dukungan ini harus mencakup layanan kesehatan, bantuan hukum, serta program rehabilitasi dan reintegrasi yang membantu korban membangun kembali kehidupan mereka.
Memperkuat Kepemimpinan Perempuan
Kepemimpinan perempuan di berbagai sektor, baik itu dalam pemerintahan, bisnis, maupun komunitas, sangat penting untuk mencapai kesetaraan gender. Perempuan pemimpin dapat membawa perspektif yang berbeda dan solusi inovatif untuk berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Mendorong lebih banyak perempuan untuk mengambil peran kepemimpinan tidak hanya memperkuat posisi mereka, tetapi juga memberi contoh bagi generasi mendatang tentang pentingnya kesetaraan gender.
Mendorong Partisipasi Laki-laki
Perubahan tidak bisa terjadi tanpa partisipasi aktif dari laki-laki. Mengubah budaya patriarki membutuhkan keterlibatan laki-laki sebagai mitra dalam perjuangan kesetaraan gender. Laki-laki harus diajak untuk memahami manfaat kesetaraan gender, baik bagi perempuan maupun bagi mereka sendiri. Program-program edukasi dan kesadaran gender yang melibatkan laki-laki sebagai agen perubahan dapat membantu mengurangi resistensi dan mempercepat penerimaan budaya yang lebih inklusif dan setara.
Jalan Panjang Menuju Kesetaraan
Mewujudkan masyarakat yang adil dan setara gender adalah perjalanan panjang yang memerlukan komitmen, kerja keras, dan kolaborasi dari semua pihak. Diskriminasi terhadap perempuan bukan hanya masalah perempuan, tetapi masalah seluruh masyarakat. Menghapus diskriminasi gender dan memberdayakan perempuan adalah langkah penting menuju pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Dengan langkah-langkah konkret seperti memperkuat pendidikan, kesehatan, dan kepemimpinan perempuan, serta menghapus kekerasan berbasis gender, kita dapat membangun masyarakat di mana perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Reformasi kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dan program-program pemberdayaan yang efektif adalah kunci untuk mencapai tujuan ini. Hanya dengan demikian, kita bisa berharap untuk melihat perubahan nyata dalam kehidupan perempuan dan masyarakat secara keseluruhan. **
Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.
Catatan redaksi : Semua isi tulisan dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penuh dari penulis.