Mario Pranda : Kebijakan Pemecatan TKD Secara Massal Tidak Berpihak pada Rakyat

Avatar photo

Labuan Bajo, Okebajo.com – Kontroversi pemecatan ratusan Tenaga Kontrak Daerah (TKD) oleh petahana Edi Endi kembali mencuat dalam debat perdana Pilkada 2024 Kabupaten Manggarai Barat, Rabu (16/10/2024).

Dalam debat yang berlangsung di Aula Arnoldus Janssen Hall, Labuan Bajo, calon bupati Christo Mario Pranda tidak ragu menyoroti kebijakan tersebut, menuding adanya ketidakadilan dan inkonsistensi dalam penanganan nasib para TKD.

Mario Pranda secara tajam mengkritik kebijakan Edi Endi yang dianggap tidak berpihak pada rakyat, terutama para tenaga kontrak yang sudah tergolong kategori dua (K2). Menurutnya, pemecatan massal TKD tersebut tidak hanya merugikan para pekerja, tetapi juga menunjukkan wajah kekuasaan yang apatis terhadap nasib warganya sendiri.

Polemik Pemecatan dan Rekrutmen Baru

Dalam argumennya, Mario menekankan bahwa alasan pemecatan TKD dengan dalih beban anggaran bisa dimengerti, namun langkah antisipatif yang diambil oleh pemerintah daerah justru menimbulkan tanda tanya besar. Ia mengungkapkan bahwa meskipun banyak TKD yang telah diberhentikan, ada penerimaan pegawai baru yang dilakukan oleh pemerintah.

“Ingat, teman-teman yang dipecat ini sudah masuk K2 (Kategori 2), rata-rata banyak yang sudah ada di K2. Ketika mereka itu sudah dirumahkan, tapi kami menemukan ada penerimaan baru, dan itu menggunakan SK Dinas,” ungkap Mario menyentil keputusan yang tampak bertolak belakang tersebut.

Ia juga menyoroti pentingnya solusi kreatif yang melibatkan sektor swasta untuk menampung TKD yang diberhentikan. Hotel, restoran, dan tempat usaha di Labuan Bajo yang berkembang pesat dinilai bisa menjadi alternatif sementara bagi mereka, hingga keuangan daerah kembali stabil.

“Dari sini saya melihat bahwa pemerintah mendukung pengangguran yang terjadi di Kabupaten Manggarai Barat,” tegas Mario.

Ia lantas menyentil kembali celah politis di balik kebijakan Edi Endi.

“Kenapa ada yang bisa dipecat kenapa ada yang diterima kembali?” tanya Mario.

Sementara itu, tanggapan Edi Endi atas kritik Mario tampak berfokus pada aturan hukum. Ia merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2018, yang menurutnya mengatur bahwa hanya ada dua jenis pegawai dalam pemerintahan, yakni Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Berdasarkan aturan tersebut, kata Edi, pemecatan TKD di Manggarai Barat sudah sesuai aturan, karena tenaga honorer harus dihapuskan lima tahun setelah PP diterbitkan.

“Merujuk pada aturan pemerintah Nomor 48 Tahun 2018 bahwa hanya ada dua jenis pegawai di pemerintah, yang pertama ASN dan kedua PPPK. Dalam PP tersebut, mengamanatkan paling telat 5 tahun setelah diterbitkan PP, maka tidak ada lagi tenaga honor,” jelas Edy.

Namun, pernyataan Edi justru memicu kebingungan lebih lanjut. Ternyata, PP Nomor 48 Tahun 2018 tidak mengatur soal tenaga kerja daerah, melainkan tata cara pemberian hibah kepada pemerintah asing. Hal ini memicu kritik terhadap ketepatan alasan hukum yang digunakan oleh Edi untuk membenarkan pemecatan massal tersebut.

Sementara itu, Edi tidak menjawab secara langsung pertanyaan Mario tentang penerimaan pegawai baru di tengah pemecatan. Ia mengklaim pemecatan TKD tersebut sudah sesuai dengan prinsip efektivitas dan efisiensi. Setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melakukan evaluasi terhadap kompetensi dan kinerja Tenaga Kerja Daerah (TKD).

“Yang bisa bekerja tentu dengan kompetensi sebagaimana yang diharapkan,” jelas Edi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *