LABUAN BAJO |Okebajo.com|Kuasa Hukum Suwandi Ibrahim, Francis Dohos Dor, SH menilai Kepala BPN Manggarai Barat melakukan pembohongan publik.
Penilaian tersebut menanggapi
klarifikasi Kepala BPN Manggarai Barat Saudara Budi atas Kasus Lahan Pembangunan Hotel St. Regis Labuan Bajo terletak di Krangan yang telah diberitakan oleh media online sebelumnya.
Francis menjelaskan, klarifikasi Saudara Budi dalam pemberitaan itu berisi dua hal pokok.
Pertama, di atas lahan Krangan 11 ha yang dipermasalahkan pihak Suwandi Ibrahim itu ada 3 Sertifikat Hak Milik atas nama Paulus G. Naput, Yohanis V. Naput, dan Maria F. Naput. Sertifikat itu terbit pada tahun 2017 tanpa ada sanggahan dari pihak Suwandi Ibrahim atas permohonan ketiganya.
Kedua, Suwandi Ibrahim baru melakukan sanggahan pada tahun 2022 atas permohonan sertifikat tanah kurang lebih 6 ha dari a/n Karolus Sikone, Rosyana Mantuh, dan Elisabeth Eni (3 anak mantu Niko Naput), sehingga BPN Mabar tidak menerbitkan Sertifikat atas permohonan ketiga nama tersebut.
“Saudara Budi Kepala BPN Mabar melakukan pembohongan publik”, tegas Francis Dohos Dor.
Ia kemudian membeberkan faktanya. Bahwa pada tahun 2014 para Ahli Waris almarhum Ibrahim Hanta, yakni Nadi Ibrahim dan Abraham Hanta telah melakukan sanggahan atas permohonan pengajuan sertifikat di atas lahan warisan mereka seluas 11 ha di Krangan itu.
“Jika saudara Budi menyampaikan bahwa telah terbit Sertifikat tahun 2017 tanpa ada sanggahan, maka itu bohong. Justru atas sanggahan pihak kami tahun 2014, maka BPN Mabar mengeluarkan Surat Klarifikasi tanggal 25 Januari 2015 yang isinya merekomendasikan kepada Niko Naput untuk melakukan musyawarah dengan Ibrahim Hanta yang kemudian baru pada tanggal 11 Maret 2019 (4 tahun setelahnya), Niko Naput diduga mendesain Surat Kesepakatan antara dirinya dan Ibrahim Hanta yang sudah mati tentang persetujuan Ibrahim Hanta untuk tanahnya di Krangan disertifikatkan atas kepentingan Niko Naput”, ungkap Francis Dohos Dor, SH, Senin (13/3/2023).
“Aneh sekali kalau saudara Budi menginfokan bahwa Sertifikat telah terbit tahun 2017, lalu untuk apa Surat Kesepakatan Palsu tertanggal 11 Maret 2019 disampaikan pihak Niko Naput ke BPN Mabar jika tidak untuk tujuan terkait mendapatkan Sertifikat ?
“Saudara Budi berbohong lagi karena faktanya di atas 6 ha lahan di Krangan itu sudah muncul Peta Bidang atas nama ketiga anak mantu Niko Naput yang baru terbit tahun 2021”, kata Ffancis.
Menurut Francis, terbitnya Peta Bidang itu juga sangat aneh karena Pihak Niko Naput melakukan sanggahan atas permohonan Suwandi Ibrahim pada April 2021, tepat setelah keluarnya SP3 dari Polda NTT atas Penyidikan Laporan Pihak Suwandi terkait Dugaan Surat Kesepakatan Palsu Tanggal 11 Maret 2019 tersebut karena adanya perdamaian antara kedua pihak.
“Sanggahan Pihak Niko Naput atas Permohonan Pihak Kami di tahun 2021 itu, malahan kemudian pihak yang menyanggah diterbitkan Peta Bidang oleh BPN Mabar. Apa tidak perbuatan mafia namanya itu,” tegas Francis.
Menurit Kuasa Hukum Suwandi,
persoalan ini sederhana saja. Bahwa Pihak Niko Naput menggunakan alas hak penyerahan fungsionaris adat tahun 1991 yang sudah dicabut oleh fungsionaris adat di tahun 1998.
Ia jelaskan bahwa batas-batas tanah dalam alas hak penyerahan fungsionaris adat tahun 1991, pihak Niko Naput itu tidak ada yang berbatasan dengan pantai, tetapi berbatasan dengan jalan.
Lantas BPB Mabar terbit 3 Sertifikat tahun 2017 itu yang berbatasan dengan pantai dengan menggunakan alas hak penyerahan fungsionaris adat tahun 1991 yang tidak berbatasan dengan pantai. “Ini kan aneh !”, ujarnya.
Francis Dohos Dor, S.H mengingatkan BPN Mabar akan ketentuan Pasal 62 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011. Sertifikat dapat dibatalkan oleh BPN jika terbukti cacat administrasi sebagaimana terang dalam kasus lahan Krangan yang diklaim pihak Niko Naput tersebut diduga telah terang mengandung cacat administrasi alas hak penyerahan fungsionaris adat tahun 1991 yang sudah dibatalkan di tahun 1998. Dan juga tanah dalam alas hak penyerahan adat tahun 1991 pihak Niko Naput itu tidak ada yang berbatasan dengan pantai.
“Kesepakatan Jual Beli antara PT. Mahanaim Grup dan Pihak Niko Naput itu berdasarkan informasi yang saya dapatkan, itu terjadi di tahun 2014 mencakup total kurang lebih 27 ha lahan di Krangan yang diduga semuanya klaim milik Niko Naput, dengan perjanjian setelah terbit sertifikat baru akan dilakukan pelunasan jual beli.
Saya juga mendengar desas desus informasi diduga pihak penghubung kesepakatan jual beli tersebut di tahun 2014 itu adalah seorang pejabat sekarang yang sering nyambi juga dari dulu jadi calo/broker tanah. Itu desas desus yang saya dengar, ya, dibantah silahkan pada akhirnya semuanya akan terungkap.” kata Francis. ***