“Puting Beliung” Meriahkan HUT ke-78 RI Tingkat SMK Stella Maris

Avatar photo

Labuan Bajo | Okebajo.com | Sebuah fenomen alam yang agak langka, tampak begitu memukau di halaman tengah SMK Stella Maris Hari ini, Rabu (17/8/2023). Segenap anak Stella Maris yang sebelumnya ‘larut dalam euforia pementasan seni dan kompetis kreativitas, tiba-tiba mendapat suguhan atraksi menawan dari alam.

Entah dari mana asal dan apa penyebabnya, angin puting beliung memperlihatkan keindahannya secara terbuka. Sebuah hiburan yang sangat impresif, mengundang decak kagum, dan memunculkan seribu tanya. Ada yang secara spontan berujar: “Kode alam apa yang mau dibawa oleh angin ini?”

Boleh jadi, aksi puting beliung semacam ini, bagi sebagian orang menganggapnya sebagai hal yang jamak terjadi. Tetapi, ketika ‘peristiwa alam’ itu muncul persis di tengah suasana kegembiraan merayakan hari jadi Republik Indonesia, maka hal itu terasa spesial.

Secara sederhana ‘kehadiran sang puting beliung’ bisa ditafsir sebagai ‘dukungan alam’ terhadap acara seremonial yang tengah digelar. Dari kaca mata teologi natural, peristiwa itu menjadi penanda bahwa semesta ‘merestui’ dan turut berpartisipasi dalam kebahagiaan yang kita rasakan.

Mungkin tafsiran ini bertolak belakang dengan logika common sense bahwa ‘puting beliung’ identik dengan bencana. Puting beliung menjadi ‘simbol kehadiran badai’ yang bisa meluluhlantakkan apa saja yang dihadapinya, termasuk manusia. Di mana ada puting beliung, di situ kehidupan kita akan terancam.

Interpretasi yang lebih ‘menukik’ adalah alam mendukung ide dan praksis ‘penghancuran benih kolonialisme-imperialisme’ yang mewujud dalam aneka bentuk zaman ini. Debu penjajahan itu mesti ‘digasak’ ke lembah ketiadaan (nihilisme). Pasalnya, ‘kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Karena itu, segala bentuk penjajahan harus dihapuskan sebab tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan’, seperti yang termaktub dalam konstitusi negara kita.

Pementasan aneka seni dan lomba kreativitas tadi, sebetulnya lebih dari sekadar acara untuk memeriahkan peringatan HUT ke-78 RI, tetapi sebagai ekspresi dari ‘jiwa yang merdeka’. Anak-anak Stella Maris dengan leluasa menampilkan dan mengeksplorasi pelbagai potensi dirinya untuk ‘disuguhkan’ ke publik penonton.

Actus pengungkapan ‘mental merdeka’ itu, ternyata alam pun turut bersorak. Semesta seolah ‘turut bersukacita’ yang diwakili oleh tiupan puting beliung berdurasi hampir satu menit itu. Angin itu sukses membuat ‘debu dan dedaunan kering’ pada sebuah titik di depan satu pohon beringin berputar dan menari-nari dalam sebuah formasi spiral yang cantik.

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, angin puting beliung didefinisikan sebagai angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5 menit). Angin puting beliung sering terjadi di wilayah tropis diantara garis balik utara dan selatan, kecuali di daerah-daerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa

Tetapi, puting beliung yang ‘datang’ di kintal Stella Maris ini, sepertinya relatif sesuai dengan definisi di atas. Soalnya, angin ini datang tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar dan ‘bergoyang’ dari sisi Timur hingga berakhir di sisi Barat lapangan. Hanya saja, dalam catatan kami, tiupan angin ini berlangsung sesaat, tidak sampai 3-5 menit. Selain itu, tiupannya tidak terlalu kencang sehingga tidak menyebabkan bahaya yang serius.

Alih-alih datangkan katastrofi, justru puting beliung ini menjadi sebuah ‘tontonan’ yang mewah. Secara spontan anak-anak Stella Maris memberikan aplaus yang meriah pasca kejadian itu. Kehadirannya tidak dianggap sebagai hal yang menakutkan, tetapi menambah dan melengkapi aspek kesemarakan atraksi seni dan kreativitas. Sebuah persembahan alam yang patut disyukuri.

Sekadar untuk diketahui bahwa seusai seremoni ‘pengibaran bendera merah putih’, komunitas Stella Maris menggelar pementasan seni dan perlombaan. Pelbagai kegiatan itu, dihelat di ruang terbuka, lapangan tengah sekolah.

Lapangan itu menjadi ‘saksi’ munculnya peristiwa yang menakjubkan, alam ikut ‘bergoyang’ bersama segenap anggota komunitas yang memang tengah menikmati kebahagiaan yang besar.

Akhirnya, dari padang Stella Maris, kami mengucapkan Dirgahayu Republik Indonesia. Jadilah manusia yang ‘berjiwa merdeka’. Hanya dengan dan melalui kemerdekaan, kita bisa tiba di gerbang kesejahteraan. Tidak cukup hanya ‘berteriak merdeka’. Kita mesti bertindak sebagai pribadi yang sungguh-sungguh merdeka.

Oleh : Sil Joni*

*Penulis adalah Staf Pengajar di SMK Stella Maris Labuan Bajo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *