Maraknya Kasus Tanah di Labuan Bajo, Zulkarnain Djudje Sebut Haji Ramang Bukan Siapa-siapa Tapi Perusak

Avatar photo
Maraknya Kasus Tanah di Labuan Bajo, Zulkarnain Djudje Sebut Haji Ramang Bukan Siapa-siapa Tapi Perusak
Zulkarnain Djudje dan Haji Ramang Ishaka. Foto/Isth

Labuan Bajo, Okebajo.com – Akhir-akhir ini, nama Haji Ramang Ishaka terus menjadi perbincangan hangat di kalangan publik Manggarai Barat umumnya dan Labuan Bajo khususnya. Isu ini mencuat karena beberapa pihak menduga bahwa Haji Ramang adalah pemicu utama konflik tanah yang sedang memanas di Labuan Bajo. Beberapa masyarakat ulayat Nggorang bahkan menilai bahwa jabatan fungsionaris adat yang dipegangnya telah membuatnya merasa kebal hukum dan bebas menguasai tanah atas nama ahli waris ulayat Nggorang.

Jabatan fungsionaris adat ini tidak hanya memberikan pengaruh besar pada Haji Ramang, tetapi juga diduga menempatkan keluarganya dalam posisi yang sangat diagung-agungkan oleh berbagai pihak, termasuk Pemerintah Manggarai Barat, Pengadilan, dan aparat penegak hukum (APH). Mereka sering dijadikan saksi kunci, ahli waris, dan individu yang memiliki hak mutlak dalam menguasai, membagi, dan menata tanah di wilayah Manggarai Barat, khususnya di Labuan Bajo.

Kontroversi ini semakin memanas dengan maraknya kasus tanah yang diduga melibatkan mafia tanah di Labuan Bajo. Banyak yang menilai bahwa keberadaan dan pengakuan terhadap jabatan fungsionaris adat ulayat Nggorang, yang ditempati oleh Haji Ramang Ishaka, menjadi salah satu pemicu utama. Padahal, jabatan “Dalu” yang mereka klaim sebenarnya adalah jabatan pemerintahan, bukan fungsionaris adat.

Zulkarnain Djudje, anak dari alm. Adam Djudje, memberikan pandangannya yang cukup tajam dan terbuka. Kesaksiannya membuka tabir mengenai siapa sebenarnya Haji Ramang dan memperjelas berbagai tudingan yang selama ini mengelilinginya.

“Jadi menyangkut Haji Ramang itu sederhana saja. Apa yang saya tahu ini bukan rahasia lagi. Haji Ramang itu bukan siapa-siapa, itu jelas. Saya sudah berumur 60 tahun, jadi apapun yang dibuat oleh Haji Ramang saya tahu persis. Kebetulan orang tua saya (alm. Adam Djudje) pernah menata tanah sebanyak 16 lingko sebagai perpanjangan tangan dari Haji Ishaka (bapak dari Haji Ramang). Namun, Haji Ramang tidak pernah berterima kasih kepada orang tua saya. Jadi saya memberikan keterangan bahwa orang tua saya sebatas menata, karena orang tua saya bukan tu’a adat. Kemudian, apa yang dibuat oleh orang tua saya, kami sebagai ahli waris bertugas hanya untuk menjaga agar tidak dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak punya wewenang. Ternyata benar, yang terjadi itu dimanfaatkan oleh Haji Ramang untuk menata ulang tanah sehingga banyak yang tumpang tindih. Jadi Haji Ramang ini bukannya melanjutkan atau menjaga apa yang sudah dibuat oleh orang tuanya (Haji Ishaka), malah dia menata kembali. Bayangkan saja pak, bagaimana tanah yang sudah dibagi oleh orang tuanya lalu dia bagikan ulang, inikan tumpang tindih jadinya.” ungkap Zulkarnain Djudje Rabu, (19/6/2024)

Zulkarnain menambahkan bahwa Haji Ramang mulai aktif setelah pensiun dari PNS. Menurutnya, Haji Ramang tahu bahwa selama masih berstatus pegawai negeri, ia tidak bisa bebas melakukan tindakan yang kontroversial.

“Saya masih pegang dia punya pernyataan dulu waktu masih aktif PNS di Taman Nasional Komodo. Dia (Haji Ramang) bilang bahwa dia tidak mau terlibat apa-apa. Bahkan, pada saat kami mediasi di BPN Manggarai Barat beberapa waktu lalu karena terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan di Bou Batu, saat itu Haji Ramang tidak punya argumen yang kuat. Dia cuma bilang bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang tanah di Bou Batu.” Tambahnya

Zulkarnain juga menegaskan bahwa banyak orang sebenarnya tahu tentang perilaku Haji Ramang, tetapi memilih untuk diam karena tidak ingin repot. Ia yakin bahwa apa yang disampaikan oleh Edu Gunung yang diberitakan oleh media Komodoindesiapos.com juga hampir sama.

“Jadi bukan rahasia lagi. Dia memang itu perusak, dia ulahnya semua masalah tanah di Labuan Bajo bahkan apa yang disampaikan oleh pa Edi Gunung bahwa dia justru dilindungi. Ya, memang betul itu.” Ujarnya

Mengenai latar belakang keluarga Haji Ramang, Zulkarnain mengungkapkan bahwa Haji Ishaka, ayah dari Haji Ramang, hanyalah anak peliharaan Dalu Bintang.

“Ceritanya gini, Haji Ramang ini hanyalah orang biasa yang lahir dari orang tua bernama Ishaka. Ishaka ini anak peliharaan Dalu Bintang. Dulu itu Dalu Bintang tidak punya anak maka peliharalah ini Haji Ishaka. Kebetulan dulu itu Dalu Bintang memiliki banyak peliharaan kuda, maka dalam rangka itu Dalu Bintang mengangkat dan memelihara Haji Ishaka ini,” beber Zulkarnain Djudje

Zulkarnain menuturkan bahwa Ia juga sepakat dengan keterangan dari Edu Gunung yang ia baca dalam berita dan Ia mengakui bahwa itu benar adanya.

“Saya sepakat om Edu, ternyata om Edu lebih banyak tahu dan lebih tahu adat daripada Haji Ramang. Haji Ramang aslinya sedikitpun tidak punya turunan Dalu. Haji Ishaka aslinya pendatang dari Reo, sedangkan ibunya Haji Ramang keturunan Bugis, Makassar. Bahasa yang dipakai juga bahasa Bugis. Jadi saya juga berterima kasih kepada om Edu mewakili suara-suara kami. Apa yang om Edu sampaikan itu betul adanya dan itu yang sebenarnya Haji Ramang dan Sahir sembunyikan. Baik Haji Ramang dan Sahir sedikitpun tidak punya keturunan Manggarai. Jadi Jelas dia tidak bisa memahami dan mengerti tentang istilah “kapu manuk lele tuak” ungkapnya

Mengutip dari media Komodoindonesiapos.com, Praktisi Hukum di Manggarai Barat, Edu Gunung misalnya justeru memberikan pertanyaan kritis kepada Haji Ramang Ishaka soal pemahamannya mengenai apa itu fungsionaris adat. Hal itu dikatakan Edu Gunung lantara peran Haji Ramang dalam setiap kasus tanah yang selalu mengakui dirinya sebagai fungsionaris adat ulayat Nggorang.

Secara filosofi, Haji Ramang mengerti tidak yang dinamakan fungsionaris adat? Dia mengerti tidak secara filosofi? Yang kedua ungkapan ungkapan adat Manggarai, secara filosofia dia paham tidak, kita ambil contoh saja makna “kapu manuk lele tuak”? Dia paham tidak makna dari filosofis itu?,” ujar anak dari alm Dance Turuk saat ditemui di Labuan Bajo pada Sabtu, 15 Juni 2024 di kediamannya di Wae Kesambi.

Dengan tegas, Edu menjelaskan bahwa sesungguhnya Haji Ramang Ishaka bukanlah keturunan asli Manggarai. Silsilah keturunan Haji Ramang Ishaka justeru membukan keran informasi yang mengejutkan bahwa ayah dari Haji Ramang Ishaka, Ishaka bukanlah anak dari Dalu Bintang selaku “Dalu” ulayat Nggorang.

“Kalau orang tidak dilahirkan dari budaya itu, “ici tanah” itu, dia tidak memahami. Dan itu tidak menggetarkan hatinya ketika kalimat itu “kapu manuk lele tuak” diungkapkan. Haji Ramang inikan bukan turunan Manggarai asli mereka. Bahasa mereka setiap hari itu bahasa Bima dan bahasa Bajo. Kalaupun mereka berbahasa Manggarai ya karena mereka berbaur dengan orang Manggarai. Coba ditelusuri sejarahnya. Dan Bapak Ishaka itu orang tua mereka dari mana? asal usul mereka dari mana? Kenapa kok dia dianggap “Dalu” sebagai fungsionaris adat,” ujarnya.

Edu juga menjelaskan bahwa Hakumustafa bukanlan fungsionaris adat sebagaimana yang diakui oleh sebagian pihak. Menurutnya, Hakumustafa hanyalah “Kepala Hamente (kepala kampung) atau kepala Desa.

“Karena setahu saya, setahu saya sebenarnya Hakumustafa ini sebenarnya bukan fungsionaria adat yang berurusan masalah tanah. Dia itu dulu hanya sebagai kepala Hamente. Atau sekarang sama dengan kepala Kampung atau Kepala Desa,” ujarnya.

Kalau Bapak Hakumustafa dia memang itu dulu Tu,a Golo. Tu,a Golo di Nggorang. Dia dulu tinggal di Nggorang dia sebagai Tua, Golo. Kemudian dia pindah ke Labuan Bajo bawah jabatan itu ke sini (Labuan Bajo). Jabatan itu bawah ke sini. Saya tidak tahu bagaimana dalam prakteknya sehingga Ishaka ini sebagai Dalu dan Haku Mustafa ini Dalu Wakil. Ini namanya hantam kromo kalau dalam bahasa jawab. Artinya ala bisa karena biasa sehingga menjadi anggapan (sebagai Dalu),” tambahnya

Edu juga menepis anggapan umum selama ini yang menyebut bahwa Ishakalah orang yang menyerahkan tanah kepada Pemda Manggarai pada jaman dulu.

Saya punya dokumen penyerahan tanah 6 lingko tanah Pemda dulu kepada pemerintah Kabupaten Manggarai. Itu kalau tidak salah tahun 1961 yang menyerahkan tanah itu sebagai Tu,a Golo itu Hakumustafa bukan Ishaka. Ada dokumennya, coba buka dokumen penyerahan tanah Pemda. Yang menyerahkan itu waktu itu sebagai Tu,a Golo Nggorang Bapak (adalah) Hakumustafa. Ada Bapak Ishaka kalau saya tidak salah dia kepala Hamente,” ujarnya.

Apakah Ishaka ini anaknya Dalu Bintang?

“Setahu saya tidak ada hubungannya. Karena dia (Dalu bintang) tidak ada anaknya. Kalau Hakumustafa ini keponakan. Setahu saya, katanya Ishaka ini dulu anak dari Nggorang Reo. Dulu nama kecilnya Kongkeh. Entah bagaimana sampai di sini dipelihara oleh Dalu Bintang ini dulu. Katanya begitu. Saya tidak tahu Haji Umar Haji Ishaka bisa menceritakan sejarah itu,” ujarnya.

Sementara itu, Haji Ramang ketika dikonfirmasi media ini pada Rabu, 19/6/2024 siang belum memberikan jawaban. Pesan yang dikirim media ini via WhatsApp telah Ia baca namun hingga berita ini terbit Haji Ramang belum membalas pesan tersebut. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *