Laporan Polisi Dugaan Penipuan Haji Ramang ada Kaitan dengan Transaksi PPJB oleh Niko Naput dan Santosa Kadiman

Avatar photo

Labuan Bajo, Okebajo.com – Laporan polisi yang diajukan oleh Mikael Mensen dan Stephanus Herson Nomor: LP/B/79/VI/2024/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR, dan laporan polisi Nomor: LP/B/80/VI/2024/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR, tertanggal 29 Juni 2024 atas kasus dugaan penipuan dan penggelapan hak atas tanah di Keranga, Labuan Bajo, menjadi semakin panas dengan adanya dugaan keterlibatan Haji Ramang Ishaka.

Informasi yang dihimpun media ini bahwa laporan polisi tersebut ada keterkaitanya dengan transaksi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah seluas 40 hektar pada tahun 2014 di notaris Billy Ginta, antara pihak Niko Naput (penjual tanah) dan Santosa Kadiman (pembeli tanah).

Mikael Mensen dan Stephanus Herson, yang mengaku sebagai pemilik sah tanah tersebut, merasa dirugikan setelah mengetahui bahwa tanah mereka telah dialihkan kepada pihak lain tanpa sepengetahuan mereka.

Hal itu terungkap ketika mereka mengajukan permohonan sertifikat tanah di BPN Manggarai Barat pada bulan Februari 2020, mereka dikejutkan dengan adanya Gambar Ukur (GU) atas nama orang lain. Mereka menduga bahwa pembagian ulang tanah ini dilakukan oleh Haji Ramang pada tahun 2014, yang seharusnya tidak lagi memiliki hak untuk melakukan hal tersebut sejak 1 Maret 2013.

Surion Florianus Adu, salah satu saksi pelapor, menjelaskan bahwa tanah yang diduga dibagikan ulang oleh Haji Ramang ini diduga merupakan bagian dari 40 hektar yang di-PPJB-kan pada tahun 2014 oleh notaris Billy Ginta antara Niko Naput kepada Santosa Kadiman.

“Boleh jadi tanah ini bagian dari 40 hektar tanah Niko Naput yang dijual kepada Santosa Kadiman selaku pemilik hotel St. Regist berdasarkan akta PPJB tahun 2014 di notaris Billy Ginta,” kata Feri Adu.

Menariknya, kata Feri Adu bahwa dokumen pembuatan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah seluas 40 hektar antara Niko Naput (penjual) dan Santosa Kadiman (pembeli) pada tahun 2014, menimbulkan tanda tanya besar. Diduga, sebagian tanah yang dijual masuk dalam lahan milik Pemda Manggarai Barat bahkan juga diduga termasuk lokasi tanah milik Mikael Mensen dan Stephanus Herson.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tindakan ini juga termasuk penipuan karena dalam kesaksian Haji Ramang di sidang pengadilan Tipikor di Kupang tahun 2021, tanah atas nama Niko Naput seluas 10 hektar, 16 hektar milik Nasar Supu, dan 5 hektar atas nama Beatriks Seran telah dibatalkan oleh fungsionaris adat pada tahun 1998.

Para pelapor, Mikael Mensen dan Stephanus Herson, menambahkan bahwa kasus ini mencakup berbagai pelanggaran seperti pemberitahuan bohong, pemalsuan surat, dan pembagian tanah yang bukan haknya, yang semuanya diatur dalam undang-undang.

Feri Adu, yang juga menyoroti kasus ini, menegaskan bahwa Haji Ramang harus bertanggung jawab penuh atas pelanggaran hukum adat yang diduga telah dilakukannya. Ia berharap laporan pidana ini akan membuka semua kesaksian serta alat bukti yang terkait dengan kepemilikan lahan di Keranga.

“Artinya, apa dasar surat pembatalan yang dikeluarkan fungsionaris adat untuk Niko Naput dan Beatriks Seran? Haji Ramang yang mengaku sebagai fungsionaris adat Ngorang dan ahli waris Niko Naput berkewajiban menunjuk titik-titik batas lahan 40 hektar berdasarkan PPJB notaris, 27 hektar berdasarkan kesaksian saksi Miseltus Jemau yang dihadirkan ahli waris Niko Naput di pengadilan Negeri Labuan Bajo pada 24 Juni 2024 kemarin, dan berdasarkan batas-batas warkah Beatriks Seran dan Niko Naput 16 hektar yang semuanya berada di lokasi Keranga,” ungkap Feri

Sementara, Santosa Kadiman selaku pemilik PT. Mahanaim Group, kini menjadi sorotan publik terkait keterlibatannya dalam pembelian tanah yang tengah bersengketa di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Tanah seluas 11 hektar ini sedang diperebutkan oleh ahli waris alm. Ibrahim Hanta dan Niko Naput.

Saat ini, sengketa lahan tersebut masih terus bergulir dan menyita perhatian terutama untuk mengetahui siapa sebenarnya pemilik lahan di lokasi Hotel ST. Regis yang sedang dibangun di Kerangan, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, NTT.

Sidang di Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada tanggal 30 Mei dan 6 Juni 2024 menghadirkan saksi-saksi dari keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta. Sidang ini semakin menarik perhatian publik karena setiap fakta yang terungkap menambah kompleksitas kasus tanah 11 hektar di Keranga, sekaligus menunjukkan kemungkinan keterlibatan Santosa Kadiman pemilk PT. Mahanaim Group dalam semua proses yang patut dipertanyakan ini. Semua pihak menantikan perkembangan lebih lanjut dalam persidangan ini untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.

Upaya media untuk mendapatkan konfirmasi dari Santosa Kadiman sejak Jumat, 7 Juni 2024, melalui pesan WhatsApp dan panggilan telepon, tidak membuahkan hasil. Bahkan media ini juga berkali-kali menghubungi sekertaris pribadinya juga tidak ada jawaban. Sikap diam Kadiman memicu spekulasi di kalangan masyarakat, yang berharap ia memberikan klarifikasi untuk menjernihkan berbagai tudingan yang beredar.

Hal serupa, media ini telah berupaya untuk mendapatkan konfirmasi dari Haji Ramang namun pada tanggal 13 Juni 2023 Ia menghubungi wartawan via telepon menyampaikan bahwa dirinya keberatan untuk menyampaikan informasi kepada wartawan terkait masalah ini. Tanggal 19 Juni 2023 wartawan kembali melakukan konfirmasi namun lagi-lagi pesan yang dikirim via WhatsApp dibaca dan tidak memberikan balasan.

Kejanggalan dalam Proses PPJB

Feri Adu, seorang warga ulayat Kedaluan Nggorang Labuan Bajo, mengungkapkan bahwa sekitar 13 hektar tanah milik Niko Naput yang di-PPJB-kan oleh notaris Billy Yohanes Ginta, ternyata masuk dalam total 30 hektar tanah Pemda Manggarai Barat. Feri mempertanyakan bagaimana proses PPJB ini bisa luput dari pengamatan penyidik saat penanganan kasus korupsi aset Pemda pada tahun 2020.

Ia menjelaskan bahwa salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah diduga sekitar 13 hektar tanah milik Niko Naput telah di-PPJB-kan oleh notaris Billy Yohanes Ginta yang masuk di dalam dari total 30 hektar tanah Pemda Manggarai Barat di lokasi Torolema Batu Kalo.

“Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa proses PPJB ini bisa luput dari pengamatan penyidik pada saat penanganan kasus korupsi tanah Pemda pada tahun 2020 lalu? ,” tanya Feri

Sebagai salah satu masyarakat ulayat Kedaluan Nggorang Labuan Bajo Manggarai Barat, Feri Adu berpendapat bahwa sebaiknya semua masalah tanah diselesaikan melalui jalur perdata.

“Proses perdata memungkinkan semua dokumen dan bukti dibuka di persidangan, sehingga hal-hal tersembunyi dapat terungkap. Sebaliknya, jika hanya mengandalkan proses pidana, pasti ada pihak yang akan menjadi korban dan masuk penjara, sementara kebenaran substantif tentang status tanah semakin sulit diungkap,” ungkap Feri

“Pada tahun 2020 lalu dalam kasus tanah Torolema Batu Kalo, harapan awal saya adalah agar penyelesaian dilakukan melalui gugat-menggugat di pengadilan. Dengan cara ini, semua dokumen akan terbuka untuk diuji dan keadilan bisa ditegakkan,” tambahnya

Diberitakan sebelumnya, berdasarkan keterangan dari Kuasa Hukum ahli waris Ibrahim Hanta, DR. (c) Indra Triantoro, S.H., M.H. mengungkapkan bahwa tanah ini diduga telah diklaim oleh Niko Naput, yang kemudian menjualnya kepada Erwin Kadiman Santosa dan PT. Mahanaim Group. Kemudian pada tahun 2014 dibuatkan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) oleh Notaris Billy Yohanes Ginta S.H., M.Kn., yang diduga menggunakan dokumen kepemilikan tidak sah.

“Mengapa dokumenya kami duga tidak sah ? Ya karena dasar penerbitan akta PPJB itu mereka gunakan dokumen Warkah penyerahan adat tertanggal 21 Oktober 1991 yang sangat jelas dokumen Warkah tersebut telah dibatalkan oleh Ulayat pada tahun 1998. Lalu PPJB tersebut luasnya 40 hektar yang didalamnya termasuk tanah seluas 11 Hektar yang saat ini sedang bersengketa antara pihak ahli waris Ibrahim Hanta dan Niko Naput bahkan lebih mengejutkan lagi sebagian dari 40 hektar PPBJ tersebut diduga termasuk tanah milik Pemda Manggarai Barat,” jelas Indra. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *