SHM Tanah 16 Ha Anak-anak Niko Naput Diterbitkan BPN Mabar Diduga Pakai Alas Hak Tanah Palsu

Avatar photo

Labuan Bajo, Okebajo.com – Dasar penerbitan SHM Tanah 16 hektar dari anak-anak Nikolaus Naput di BPN Manggarai Barat diduga menggunakan alas hak tanah palsu. Hal itu diperkuat dengan adanya pengakuan dari Kepala BPN Manggarai Barat, Gatot Suyanto saat beraduiens dengan pihak keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta Pada Selasa, 27 Agustus 2024 yang lalu saat aksi demonstrasi damai di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat untuk menuntut pembatalan dua Sertifikat Hak Milik (SHM), yaitu SHM No. 05245 atas nama Maria Fatmawati Naput dan SHM No. 02549 atas nama Paulus Grant Naput.

Keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta menilai penerbitan sertifikat tersebut cacat yuridis dan administratif, sehingga mengindikasikan adanya keterlibatan mafia tanah di balik proses penerbitannya.

Pengakuan Kepala BPN Soal Ketiadaan Alas Hak Asli

Jon Kadis, S.H., menjelaskan bahwa dalam audiensi antara pihak keluarga Ibrahim Hanta dan BPN, Kepala Kantor BPN Manggarai Barat, Gatot Suyanto, mengakui bahwa alas hak asli, yang menjadi dokumen mutlak untuk penerbitan sertifikat, tidak ditemukan dalam warkah asli di kantor BPN.

“Waktu demo di BPN, saat beraudiensi itu, Gatot Suyanto sudah nyatakan alas hak Asli yang sebagai dasar mutlak penerbitan SHM atas nama Maria dan Paulus itu tidak ada di dalam warkah asli BPN,” ungkap Jon

Ia mengungkapkan bahwa warkah asli dan alas hak asli ini adalah dua hal yang sangat berbeda, warkah itu sekumpulan berkas yg terdiri dari : Surat ukur, sidang panitia A , surat lurah, surat camat, alas hak asli tanah, dan surat pengukuhan adat. Sedangkan alas hak tanah asli adalah bukti kepemilikan tanah yang sah sebelum SHm dan alas hak ini harus asli dalam proses pembuatan SHM.

“Jangan kita terjebak antara warkah asli dan alas hak tanah asli. Kalau warkah selalu asli di dalam map di BPN. Nah, isi warkah aslinya itu harus ada Asli alas hak tanah (16 hektar nazar sopu 11 maret 1990),” tegas Jon Kadis

Menurut Jon, ketiadaan alas hak asli menjadi bukti kuat bahwa sertifikat tersebut diterbitkan tanpa dasar hukum yang jelas. Hal ini diperparah dengan adanya tumpang tindih lokasi yang mencakup tanah 11 hektar milik ahli waris Ibrahim Hanta, yang secara adat telah diakui sejak 11 Maret 1990.

Perubahan SHM jadi SHGB

Pada bulan Desember tahun 2023 yang lalu, Gatot Suyanto selaku Kepala BPN Manggarai Barat sengaja mengubah SHM nomo 05245 atas nama Maria Fatmawati Naput menjadi SHGB dengan nomor 00176 dengan luas 27.720 m2 atas tanah sengketa tersebut.

Pihak ahli waris alm. Ibrahim Hanta menilai, perubahan status SHM menjadi SHGB tersebut diduga ada konspirasi antara pihak BPN Manggarai Barat bersama Maria Fatmawati Naput dan juga Ika Yunita (Sekertaris pribadi Kadiman Santosa, pemilik hotel st. Regis dan atau pembeli tanah dari Nikolaus Naput). Kuat dugaan bahwa adanya konspirasi karena obyek tanah tersebut masih dalam status sengketa yang mana laporan pidana di polres Manggarai Barat yang diajukan oleh Muhamad Rudini hingga saat ini belum ada SP3, dan juga gugatan perdata di PN Labuan Bajo.

Diketahui pada bulan September 2023 lalu, Ika yunita yang menandatangani permohonan pengajuan perubahan SHM jadi SHGB tersebut ke BPN Manggarai Barat atas nama Maria Fatmawati Naput.

Status tanah yang masih bersengketa tersebut sebelumnya terdaftar sebagai Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 02545 atas nama Maria Fatmawati Naput yang diterbitkan pada 31 Januari 2017 sudah berubah menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) nomor 00176 tertanggal 20 Desember 2023 padahal sebelum ada perubahan status SHM menjadi SHGB obyek sengketa tersebut, pihak penggugat telah mengajukan permohonan pemblokiran ke BPN Manggarai Barat pada 29 September 2022.

Upaya ini dilakukan untuk mencegah adanya perubahan status atau penambahan pihak lain yang terlibat dalam sengketa tanah hingga proses hukum selesai. Pemblokiran ini berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/B/240/IX/2022/Polres Manggarai Barat yang dilaporkan pada 13 September 2022.

Informasi yang diperoleh media ini bahwa keluarga ahli waris almarhum Niko Naput, diduga telah mengklaim kepemilikan tanah tersebut dan telah berhasil mendapatkan sertifikat SHM atas nama anak-anaknya pada tahun 2017 dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Manggarai Barat.

Sementara pihak ahli waris almarhum Ibrahim Hanta yang mengaku sebagai pemilik atas lahan obyek sengketa tersebut telah menempuh dua jalur hukum untuk melawan dugaan praktik mafia tanah ini, yaitu laporan pidana ke Polres Mabar dan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.

Kemudian laporan secara pidana ke Polres Mabar dengan Nomor Laporan No.LP/B/240/IX/2022/Polres Manggarai Barat Tanggal 13 September 2022, Pihak PT. Mahanaim Group, Maria Fatamawati Naput dan Paulus G. Naput telah diperiksa. Sedangkan upaya hukum secara perdata di Pengadilan Negeri Labuan Bajo dengan register perkara No.1/Pdt.G/2024/Pengadilan Negeri Labuan Bajo. Selain itu telah dilaporkan juga kepada Satgas mafia tanah Kejaksaan Negeri Labuan Bajo.

Laporan pidana yang kedua di Polres Manggarai Barat oleh Muhamad Rudini dilakukan pada Senin, 27 Agustus 2024 dengan Nomor: LP/B/124/VIII/2024/Polres Manggarai Barat/Polda NTT terkait dugaan perbuatan melawan hukum dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.02545 dan SHM No.02549 oleh BPN Manggarai Barat.

Laporan kedua tersebut sebagai tindaklanjut surat resmi dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang ditujukan kepada Muhamad Rudini sebagai ahli waris dari Alm. Ibrahim Hanta dengan Nomor: R-860/D.4/Dek.4/08/2024 tertanggal 23 Agustus 2024.

Tidak hanya pihak BPN Manggarai Barat, laporan tersebut melibatkan sejumlah pihak, termasuk Paulus Grant Naput, Maria Fatmawati Naput, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat, dan Santosa Kadiman selaku Dirut PT. Bumi Bangun Internasional, dan Santosa Kadiman sebagai perorangan (pihak pembeli dalam PPJB 40 hektar pada tahun 2014).

Jon Kadis menjelaskan bahwa surat dari Kejaksaan Agung yang ditandatangani oleh Dr. Supardi, S.H., M.H., Direktur Ekonomi dan Keuangan, mengungkapkan hasil Operasi Intelijen yang dilakukan di Labuan Bajo pada bulan Mei 2024 lalu, dimana Kejagung menyarankan kepada pihak keluarga untuk mengambil langkah hukum, baik melalui jalur pidana, perdata, maupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait klaim kepemilikan tanah yang telah diterbitkan sertifikat oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat.

“Bahwa dalam surat tersebut, Kejagung menemukan adanya cacat yuridis dan/atau administrasi dalam proses penerbitan SHM oleh BPN Manggarai Barat. Hal ini memicu tindakan hukum yang kini diambil oleh keluarga ahli waris untuk mempertahankan hak atas tanah yang dimiliki oleh almarhum Ibrahim Hanta,” kata Jon

“Dengan adanya rekomendasi dari Kejaksaan Agung ini, harapanya ini menjadi titik terang bagi keluarga ahli waris dalam memperjuangkan keadilan atas hak milik kami yang diduga telah diserobot oleh orang lain,” lanjut Jon

Selama proses penanganan kasus ini, baik di polres Manggarai Barat maupun di Pengadilan Negeri Labuan Bajo terungkap fakta-fakta yang mengejutkan terkait status kepemilikan lahan yang diklaim oleh keluarga ahli waris Niko Naput.

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun media ini, beberapa fakta yang ditemukan oleh pihak penggugat (keluarga ahli waris Niko Naput) selama persidangan yang telah digelar di Pengadilan Negeri Labuan Bajo diantaranya :

Pertama, berdasarkan keterangan dari Muhammad Rudini selaku ahli waris almarhum Ibrahim Hanta bahwa tanah yang menjadi sengketa ini adalah warisan dari ayahnya, yang telah dikuasai keluarga mereka sejak tahun 1973 dan diperoleh berdasarkan tata cara budaya Manggarai “Kapu Manuk Lele Tuak”, namun, pada tahun 2017, tiba-tiba muncul dua sertifikat yang diterbitkan BPN Manggarai Barat atas nama orang lain di atas tanah tersebut.

Kedua, menanggapi laporan Laporan pada tanggal 8 Januari 2024, ke Satgas mafia tanah Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, pada tanggal 16 Januari 2024, tim dari Kejaksaan Negeri Labuan Bajo yang dipimpin oleh Kasi Pidsus Bapak Wisnu Sanjaya, S.H., bersama tim BPN Manggarai Barat yang dipimpin oleh Kasi Sengketa Bapak Putu dan Bapak Jonas, turun ke lokasi untuk memeriksa tanah tersebut dan mencocokkan lokasi dengan Warkah atau bukti penyerahan tanah adat pada tanggal 2 Mei 1990.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, tim BPN dan tim Kejari sepakat bahwa kedua tanah yang sudah di SHM atas nama Paulus G. Naput (pihak tergugat 1) dan Maria F. Naput (pihak tergugat 2) tersebut terbukti salah lokasi, salah ploting, atau salah penunjukan batas-batas. Lokasi sebenarnya berdasarkan peta warna merah seluas 16 Ha, bukan di peta warna hijau yang merupakan lokasi tanah milik penggugat seluas 11 Ha.

Atas dasar itu, pihak penggugat menduga kuat bahwa kedua SHM yang terbit pada 31 Januari 2017 oleh BPN Manggarai Barat adalah hasil praktik mafia tanah, karena letak lokasi dua SHM tersebut tidak sesuai dengan bukti penyerahan tanah/Warkah/alas hak tanggal 2 Mei 1990 yang batas-batasnya jelas dan menjadi dasar penerbitan kedua SHM tersebut.

Ketiga, selama persidangan yang digelar di PN Labuan Bajo Sejak Januari 2024 hingga saat ini BPN Manggarai Barat belum mampu bukti Warkah asli sebagai dasar penerbitan SHM atas nama ahli waris Niko Naput. Ketidakmampuan ini semakin memperkuat dugaan adanya permainan curang dalam penerbitan sertifikat tersebut.

Keempat, Notaris Bily Ginta dengan sengaja membuat akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara Niko Naput (Penjual) dengan Santosa Kadiman (Pembeli) pada tahun 2014 lalu dengan luas 40 hektar tanpa melihat status kepemilikan tanah yang sah. mereka membuat akta PPJB menggunakan 2 surat penyerahan tanah adat tanggal 21 Oktober 1991 dan penyerahan adat 10 Maret 1990 yang sudah sangat jelas statusnya telah dibatalkan pada 17 Januari 1998 oleh pihak ulayat.

Kelima, diduga bahwa Haji Ramang Ishaka, dengan surat pengukuhan yang dikeluarkannya menjadi dasar untuk menerbitkan SHM atas nama keluarga ahli waris Niko Naput, sementara sudah sangat jelas tahun 1998 adanya surat pembatalan dari ulayat.

Keenam, Berdasarkan pengakuan saksi tergugat dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada Senin (24/6) bahwa Haji Ramang dan Syair hadir di lokasi pengukuran pada tahun 2014, bersama dengan pihak BPN Manggarai Barat. Dari keterangan saksi Ini bertentangan dengan pernyataan Haji Ramang pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa ia tidak berhak lagi menata atau membagi tanah tersebut dan surat pernyataan secara rertulis tersebut telah ditandatangani diatas materai, dan disaksikan oleh 8 orang tokoh.

Ketujuh, Pada 10 Maret 2021, sidang Pengadilan Tipikor Kupang menjadi saksi atas pengakuan mengejutkan di bawah sumpah dari Fungsionaris Adat Nggorang, Haji Ramang Ishaka. Saat persidangan yang memeriksa kasus korupsi aset Pemda Manggarai Barat saat itu, Haji Ramang dengan tegas mengakui bahwa tanah di Keranga, yang diklaim oleh Nikolaus Naput, sudah dibatalkan pada tahun 1998.

Pengakuan ini sudah tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan memiliki kekuatan hukum yang tetap karena sudah ada putusan yang ingkrah.

Kesaksian ini sangat penting dalam kasus sengketa tanah Keranga. Haji Ramang, dalam kapasitasnya sebagai Fungsionaris Adat, memberikan bukti yang menguatkan bahwa tanah tersebut bukanlah milik Niko Naput.

Berikut ini pernyataan Haji Ramang Ishaka mengutip dari hasil BAP kasus aset Pemda Manggarai Barat yang salinanya diperoleh media ini.

“Ayah saya (Haji Ishaka) sebagai Dalu meninggal pada tahun 2003 dan sebagai penggantinya adalah kakak saya yaitu Haji Umar Ishaka. Namun dalam pelaksanaan fungsi sehari-hari dilakukan oleh saya, karena Haji Umar tidak sehat Fisik dan mental. Sedangkan Haku Mustafa sebagai Wakil Fungsionaris adat meninggal pada tahun 2000 dan kedudukannya digantikan oleh saya,” kata Haji Ramang

Perkembangan penanganan kasus di PN Labuan Bajo

Berita media ini sebelumnya, Putusan Menang bagi Ibrahim Hanta Sengketa Tanah Keranga 11 Ha, Terobosan Keadilan Hakim Berantas Mafia Tanah di Labuan Bajo.

Setelah melalui proses hukum yang panjang dan melelahkan, Pengadilan Negeri Labuan Bajo akhirnya memutuskan sengketa tanah seluas 11 hektar di Keranga, Labuan Bajo, yang telah berlangsung bertahun-tahun. Dalam perkara ini, ahli waris dari almarhum Ibrahim Hanta dinyatakan menang melawan pihak tergugat, ahli waris dari almarhum Nikolaus Naput.

Keputusan ini diumumkan pada sidang yang digelar Rabu, 23 Oktober 2024 dengan mengabulkan sebagian besar gugatan Penggugat, Muhamad Rudini, ahli waris alm.Ibrahim Hanta dan Siti Lanung.

Tanah yang sebagian tertulis telah disertifikatkan atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput seluas +-5 ha, serta sebagiannya 6 ha yang sudah diukur ke atas nama keluarga alm.Nikolaus Naput, total +-110.000 m2 (11 ha) di atas tanah di Kerangan, dinyatakan dalam kategori Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, dan Majelis Hakim memutuskan bahwa tanah 11 ha tersebut sah milik Ibrahim Hanta dan Siti Lanung..

Sengketa ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Labuan Bajo dengan nomor perkara 1/Pdt.G/2024/PN LBJ tertanggal 5 Januari 2024.

Tergugat dalam perkara ini adalah: Paulus Grant Naput (Tergugat I), Maria Fatmawati Naput (Tergugat II), Erwin Kadiman Santoso (Tergugat III), PT. Mahanaim Group (Tergugat V), dan BPN Manggarai Barat (turut Tergugat I), Kepolisian Resort Mabar (Turut Tergugat II).

Putusan Pengadilan

Penggugat ahli waris almarhum Ibrahim Hanta melalui Penasihat Hukum (PH), Dr (c) Indra Triantoro, SH dan Jon Kadis, SH menginformasikan isi keputusan perkara tersebut sebagai berikut.

Pertama, tanah +-110.000m2 (11 ha) adalah sah milik Ibrahim Hanta dan Siti Lanung.

Kedua, menyatakan Tergugat I, Tergugat II, III dan V telah melakulan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena telah melakukan pengukuran atau ploting batas-batas diatas tanah dengan luas 16 ha, yaitu SHM no.02549 luas 28.313 m2, SHM no. 02545 luas 27.724 m2 yang tidak benar, 5 bidang tanah dari barat ke timur arah jalan, bukan dari barat ke utara, sehingga yang terjadi adalah salah lokasi atau salah ploting.

Ketiga, menyatakan Tergugat I, II, III dan V telah melakukan PMH karena telah melakukan perikatan jual beli tanah tanpa hak, yang mana para Tergugat telah mengetahui adanya permasalahan hukum di atas tanah yang dijualbelikan.

Keempat, menyatakan Turut Tergugat I telah melakukan PMH karena tidak dengan cermat menerbitkan 2 (dua) SHM, yaitu atas nama nama Tergugat I dan Tergugat II yang terbit tanggal 31 Januari 2017 tersebut sebelumnya atas obyek sengketa.

Kelima, menyatakan tidak sah dan tidak mengikat serta batal demi hukum perbuatan pembebanan dengan perikatan apapun atas obyek sengketa yang dilakukan Tergugat I, II, III dan V.

Keenam, menyatakan sertifikat hak milik atas nama Tergugat I (SHM no.02649 luas 28.313 m2) dan atas nama Tergugat II (SHM no.02545 luas 27.724 m2), kedua SHM aquo terbit tanggal 31 Januari 2017 tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Ketujuh, menghukum para Tergugat dan para Turut Tergugat dengan membayar biaya perkara sejumlah Rp.3.218.500.

Lebih lanjut disebutkan oleh PH Penggugat bahwa dalam sidang perkara ini sebelumnya, Tergugat I dan Tergugat II yaitu Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput (mewakili ayah dan ibu mereka, alm. Nikolaus Naput dan Beatrix Seran Nggebu) tidak memiliki alas hak atas tanah.

“Adapun klaim mereka atas tanah total 40 ha berdasarkan surat pemberian tanah dari Fungsionaris adat/ulayat, namun tanah itu sudah dibatalkan oleh fungsionaris ulayat juga, karena tumpang tindih diatas tanah orang lain, termasuk tumpang tindih diatas tanah Pemda. Tanah 40 ha tersebut telah dilakukan akta Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) dengan pembeli Erwin Kadiman Santoso (Hotel St Regis) pada Januari 2014. Dari total 40 ha itu, terdapat surat alas hak 16 ha (sudah batal pula), dimana 11 ha-nya di-inklud- kan tanah milik Ibrahim Hanta. Sudah tanpa alas hak, salah lokasi pula. Dengan keputusan perkara ini, maka PPJB 40 ha tersebut batal demi hukum”, ucap Jon Kadis, SH., di Labuan Bajo.

Ditanya apakah terhadap keputusan ini para Tergugat melakukan upaya hukum naik banding, dijawab Jon Kadis bahwa itu adalah hak mereka.

“Upaya banding itu adalah hak Tergugat. Tapi begini ya, saya melihat bahwa tidak ada celah lagi bagi para Tergugat untuk melakukan naik banding, atau midalnya lanjut kasasi ke MA. Kenapa? Muhamad Rudini juga, sebelum putusan perkara ini, sudah mengadu kepada Satgas Mafia Tanah Kejagung. Dari hasil operasi intelijen Kejagung ditemukan penerbitan SHM-SHM di atas tanah Ibrahim Hanta tersebut cacat yuridis dan cacat administrasi, termasuk tanpa alas hak. Dan Dirjen maupun Irjen Kejagung sudah menyurati Kementrian ATR/BPN agar memfolow up hasil penemuan tersebut,” Jelas Jon Kadis

Selain itu, kata dia ahli waris Ibrahim Hanta juga telah melakukan secara Pidana di Polres Mabar, yang salah satu pihak Terlapornya adalah Haji Ramang Ishaka.

“Pelapor dan para saksi melihat Haji Ramang datang ke lokasi untuk turut ukur tanah yang dalah lokasi itu. Proses pemeriksaan laporan sedang berjalan. Jadi, dimana lagi celah dan alasan kebenaran para Tergugat untuk melakukan upaya hukum banding tersebut? Itu membuang waktu, energi dan biaya saja”, tutup Jon Kadis, SH.

Jon Kadis menuturkan bahwa dengan adanya putusan ini, penggugat kini memiliki kepastian hukum untuk menguasai kembali lahan seluas 11 hektar di Keranga.

Menurutnya, putusan ini memberikan kejelasan bagi para pihak yang terlibat, sekaligus menegaskan bahwa sistem hukum berjalan sesuai dengan harapan para penggugat.

Oke Bajo

Okebajo.com adalah portal berita online yang selalu menghadirkan berita-berita terkini dan dikemas secara, Berimbang, Terpercaya dan Independen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *