Labuan Bajo, Okebajo.com – Fakta mencengangkan akhirnya terkuak. Barang bukti 101.600 bungkus rokok ilegal senilai Rp 2,49 miliar yang sempat disita oleh TNI Angkatan Laut di Labuan Bajo pada 27 Maret 2024, ternyata… telah dikembalikan ke pihak perusahaan. Tak hanya itu pelanggaran yang terindikasi serius ini diselesaikan cukup dengan pembayaran denda administratif.
Ahmad Faisol, Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Labuan Bajo, akhirnya angkat bicara. Dalam keterangannya kepada Okebajo.com pada Minggu, (8/6), Faisol membeberkan bahwa kasus rokok ilegal tersebut tidak ditindak secara pidana, melainkan hanya dianggap pelanggaran administratif.
Menurutnya bahwa penanganan terhadap barang bukti tersebut dibagi ke dalam dua kategori pelanggaran yaitu pidana dan administratif.
“Rokok yang termasuk pelanggaran pidana kami musnahkan. Tapi kalau hanya pelanggaran administratif seperti salah peruntukan pita cukai, barang dikembalikan ke pabrik asal di bawah pengawasan,” jelas Faisol, Minggu, (8/6) siang.
Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan pencacahan yang dilakukan Bea Cukai terkait kasus penyelundupan rokok ilegal tahun 2024 tersebut ditemukan berbagai jenis rokok yang dipilah sebagai berikut:
1. 36 Karton BKC (Barang Kena Cukai) HT jenis SKM merek MARLIN dilekati pita cukai sesuai peruntukannya (legal),
2. 11 Karton BKC HT jenis SKM merek Trek 20 dilekati pita cukai sesuai peruntukannya (legal),
3. 53 Karton BKC HT jenis SKT merk SUMBER HARUM MANGGA 16 dilekati pita cukai sesuai peruntukannya (legal),
4. 13 Karton BKC HT jenis SKM merk TREK 20 kedapatan dilekati pita cukai tahun 2024 isi 12 dengan personalisasi FADILAH>00 sehingga dilekati pita cukai salah peruntukannya (ilegal)
5. 9 Karton BKC HT jenis SKT merk SUMBER HARUM MANGGA 16 kedapatan dilekati pita cukai tahun 2023 isi 12 dengan personalisasi MASTPIECE01 dilekati pita cukai salah peruntukannya (ilegal).
“Total barang yang dikategorikan ilegal mencapai 323.200 batang rokok dengan nilai Rp 370,56 juta dan potensi kerugian negara Rp 222,83 juta,” ungkap Faisol.
Alih-alih dimusnahkan atau dibawa ke ranah hukum, semua ini diselesaikan dengan Surat Tagihan Cukai (STCK) senilai Rp 338,44 juta kepada pabrik. Rincianya, senilai Rp28.108.800 (sumber Harum Mangga) dan Rp310.336.000 (Trek). Tak ada penyidikan. Tak ada tersangka. Tak ada proses pidana.
“Untuk kategori rokok legal tentu kita kembalikan kepada pemiliknya sedangkan yang kategori ilegal sebetulnya ini ranah pelanggaran adminstrasi saja, tidak ada penyidikan dan juga tidak ada bahasa ada tersangka dan lain sebagainya. Itu yang bertanggung jawab adalah pabriknya,” ungkapnya.
Ia mengaku bahwa pihak bea cukai Labuan Bajo pada tahun 2024 itu telah mengembalikan barang bukti ke pabrik namun tetap dalam pengawasan.
“Kita lakukan pengawalan ke sana, lalu kita serah terima kan ke pihak bea cukai di Malang, Jawa Timur yang kemudian diserahkan ke pabrik. Tidak sampai di situ, nanti selanjutnya ada kena denda lagi. Jadi karena ditemukan adanya pelanggaran administrasi maka sanksinya adalah bayar denda. Jadi kalau ditemukan adanya kesalahan peruntukan maka subyeknya adalah pihak pabriknya, bukan distributornya. Kalaupun ada pihak distributor ataupun sales yang kena tangkap ya tetap subyeknya adalah pabrik karena yang membayar denda adalah pabriknya,” jelasnya.
Ketika ditanya secara langsung nama perusahaan yang memproduksi rokok-rokok ilegal tersebut, Faisol enggan menyebutkan secara gamblang.
“Itu kita bisa cek sendiri di bungkus rokoknya,” jawab Faisol merujuk pada jenis rokok ilegal yang telah disebutkan sebelumnya.
Faisol mengungkapkan bahwa sepanjang pengalaman mereka, hanya ada satu kasus rokok ilegal yang masuk ranah pidana, yakni pada tahun 2023.
“Kayak kemarin itu kan ada yang dari Kabupaten Ende, itu dipidana sejak 2023. Dan saat itu ada langkah alternatif untuk masuk ke ranah administrasi. Dengan syarat membayar denda. Pada saat sudah masuk pidana lalu kemudian dia minta untuk diadministrasikan untuk kepentingan Negara ya maka dia membayarnya dendanya 3 kali lipat. Tapi ini kan biasanya harus ada persetujuan terlebih dahulu dan barangnya tetap dimusnahkan. Jadi beda kalau ditemukan hanya pelanggaran admistrasi maka barang buktinya dikembalikan ke pabrik,” jelasnya.
Berbeda dengan kasus tahun 2024 yang disebutnya murni pelanggaran administratif.
Menanggapi dugaan adanya keterlibatan oknum Bea Cukai dalam “permainan rokok ilegal”, Faisol menekankan bahwa pengawasan internal terus dilakukan. Ia menyebut adanya program pembinaan mental, integritas, dan sanksi bagi pegawai.
“Yang pertama sekali itu yang namanya pemberantasan itu tidak hanya masalah penindakan, tapi termasuk masalah pencegahan. Jadi tidak hanya penindakan ke eksternal tapi juga pengawasan ke internal. Jadi gampang sekali, untuk eksternal kita kasih sosialisasi, kasih publikasi. Jadi sosialisasinya juga tidak hanya tentang rokok ilegal itu mengurangi penerimaan negara atau daerah tetapi juga rokok ilegal itu dapat membahayakan bisa saja berlipat ganda dari bahaya rokok legal. Sedangkan untuk para pegawai ada yang namanya bimbingan mental yang di dalamnya ada integritas, ada tentang keagamaan, dan tentang sanksi jika ada yang melanggara aturan,” jelas Faisol.
Faisol juga mengklaim bahwa sistem pengawasan berjalan reguler dan responsif. Bila ada laporan A1 (informasi terpercaya), Bea Cukai langsung melakukan tindakan.
Faisol menegaskan bahwa koordinasi Bea Cukai dengan aparat penegak hukum seperti TNI AL, Polres, dan Kejaksaan berjalan baik.
“Saya rasa ya, salin menguatkan. Bahkan kita secara informal selalu berkomunikasi. Macam kemarin itu ada penangkapan dari pihak Lanal ya itu karena adanya saling koordinasi,” ungkapnya.
Diketahui bahwa pada Rabu (27/03/2024) lalu, Satuan Tugas Pengamanan (Satgaspam) Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Labuan Bajo berhasil menggagalkan peredaran rokok ilegal ‘Sumber Harum Mangga’ sebanyak 101.600 yang dikemas dalam 127 kardus dan diperkirakan bernilai sekitar Rp 2,49 miliar dari sebuah truk ekspedisi di Pelabuhan Multipurpose Pelindo, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Komandan Lanal (Danlanal) Labuan Bajo Letkol Laut (P) Iwan Hendra Susilo yang menjabat saat itu dalam konferensi pers pada (28/3/2024) di Mako Lanal Labuan Bajo menjelaskan bahwa dugaan pelanggaran dalam peredaran rokok tersebut adalah tidak memiliki pita cukai sesuai aturan.
“Tiap bungkus rokok berisi 16 batang. Namun, cukai per bungkus hanya untuk 12 batang. Dugaan pelanggaran lainnya yang ditemukan adalah tidak memiliki surat distributor rokok. Surat jalan juga tidak sah karena tidak dicantumkan CV pengirim dan penerima barang,” kata Iwan
Pihaknya juga telah menyerahkan barang bukti dan terduga yang terlibat dalam peredaran rokok ilegal itu kepada Bea Cukai dan Polrea Manggarai Barat untuk dilaksanakan proses hukum lebih lanjut terhadap pelaku. **