Labuan Bajo, Okebajo.com – Drama konflik tanah di jantung pariwisata Labuan Bajo kian panas. Setelah menjual tanah dengan 14 dokumen sah, lalu menerima uang muka, kini Muhamad Saing Makasau justru membatalkan sepihak Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan dalih tanah tersebut termasuk sempadan pantai.
Namun alasan itu justru membuka ruang keraguan besar: Benarkah tanah itu tidak bisa disertifikatkan, atau ini hanya permainan licik untuk membatalkan transaksi yang sah?
“Kalau memang benar sudah tiga kali ajukan berkas ke BPN dan selalu ditolak, kenapa tidak pernah bisa tunjukkan satu pun bukti tanda terima pengajuan itu? Apa yang disembunyikan?”
kata Jon Kadis, SH, Kuasa Hukum Lie Sian.
Transaksi Sah, Uang Masuk, Tanah Ditinggal Terbengkalai
Pada 13 Februari 2024, Lie Sian dan Muhamad Saing menandatangani PPJB atas sebidang tanah di Desa Gorontalo, Labuan Bajo. Uang muka dibayar. Dokumen lengkap. Tanah sudah dipagari dan tidak disengketakan siapa pun.
Namun alih-alih menuntaskan kewajiban sebagai penjual, Saing justru menarik dokumen yang sudah ia serahkan, kemudian muncul surat BPN bulan Oktober 2024 yang menyebut tanah tersebut berada di wilayah sempadan pantai.
“Surat BPN itu muncul setelah dokumen diserahkan secara parsial. Tapi tidak pernah ada bukti kalau 14 dokumen itu benar-benar diajukan. Jangan-jangan memang belum pernah diajukan karena sejak awal niatnya tidak baik,” tegas Jon Kadis.
Saing Dianggap Berusaha Membatalkan Transaksi Sah dengan Skenario Licik
Menurut Jon, ini adalah modus klasik tapi dikemas modern: transaksi dilakukan, dokumen diserahkan sebagian, lalu penjual mencari celah hukum untuk mundur dari perjanjian, dengan menggunakan dalih teknis seperti “sempadan pantai”.
“Ini bukan soal sempadan atau bukan. Ini soal etika dan hukum. Kalau dia bilang tanah itu bermasalah, kenapa dulu tandatangan PPJB dan terima uang? Kenapa para aparat desa dan camat ikut legalisasi dokumen itu? Semua itu tidak mungkin terjadi kalau tanah itu milik negara atau sempadan pantai,” papar Jon.
Sejumlah Dokumen Sah: Tidak Ada Indikasi Sempadan Pantai
Jon merinci bahwa semua dokumen sudah diperiksa, antara lain:
• Surat Waris
• Surat Keterangan Riwayat Tanah
• Surat Bebas Sengketa
• SPPT PBB
• Sketsa tanah dan batas lapangan
• Surat dari Kepala Desa dan Camat
• Pernyataan dari Tu’a Adat Gorontalo
“Batas utara itu jalan, bukan laut. Lalu di mana sempadannya? Jangan buat rakyat terlihat bodoh. Kalau merasa punya kebenaran, tunjukkan buktinya, bukan cuma wacana,” tantang Jon.
Jika Tak Pernah Ajukan ke BPN, Ini Bisa Masuk Unsur Dugaan Penipuan
Sikap tarik-ulur dari pihak Saing membuat tim kuasa hukum Lie Sian menduga ada unsur kesengajaan untuk menghambat proses sertifikat dan menggagalkan transaksi demi alasan pribadi atau keuntungan lebih besar.
“Kami menduga ada niat jahat sejak awal. Kalau dokumen tidak pernah diajukan ke BPN, atau disengaja hanya ajukan sebagian, lalu tiba-tiba bilang tanah itu sempadan—maka itu bisa masuk dugaan penipuan,” tegas Jon.
Tantangan Terbuka: Tunjukkan Bukti atau Akui Permainan!
Publik kini menunggu langkah berani dari Muhamad Saing. Jika memang benar telah tiga kali ajukan dokumen ke BPN, mana buktinya? Mana surat tanda terima dari BPN? Mana berita acara pemeriksaan lapangan?
“Kalau Saing tidak bisa menunjukkan itu, maka seluruh narasi soal sempadan pantai adalah dongeng. Maka publik pantas menduga ini semua adalah bagian dari skenario untuk membatalkan jual beli yang sah,” kata Jon.
Di sisi lain kata Jon bahwa publik bertanya: apakah Pemerintah Desa Gorontalo berbohong bahwa tanah itu sesungguhnya sempadan pantai (untuk publik) tapi ia menyatakan dalam surat resmi bahwa tanah milik?
Lie Sian telah menyerahkan semua bukti otentik. Sementara dari pihak Saing, tidak satu pun bukti pengajuan 14 dokumen itu diajukan ke BPN.
“Kami tidak minta banyak. Kami cuma minta Saing jujur. Jangan berdiri di atas uang orang lain sambil membuat cerita baru. Tunjukkan bukti, atau biarkan hukum bicara,” tutup Jon.
Kuasa hukum Lie Sian juga menyampaikan permohonan dan harapan kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara ini:
“Kami berharap dengan sangat bahwa Majelis Hakim dalam perkara Nomor 19/Pdt.G/2025/PN Lbj dapat memutus perkara ini dengan penuh keberanian dan berpihak pada kebenaran hukum.”
Diketahui, perkara ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Ibu Ida Ayu Widyarini, SH., M.Hum., dan dijadwalkan putusan akan dibacakan pada 12 Agustus 2025 mendatang di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.
“Kami percaya, keadilan akan hadir untuk klien kami. Karena kebenaran tidak butuh narasi, ia hanya butuh keberanian untuk dibela,” tutup Jon Kadis.