Manggarai Barat, Okebajo.com – Program revitalisasi satuan pendidikan yang digulirkan Direktorat Sekolah Menengah Pertama, Direktorat Jenderal PAUD Dasmen, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, kini menuai sorotan di Kabupaten Manggarai Barat. Pasalnya, proses pembentukan Panitia Proyek Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) di SMP Negeri 1 Pacar diduga penuh manipulasi dan minim transparansi.
Proyek pembangunan yang sedang berjalan sejak 1 Agustus 2025 itu mencakup pembangunan toilet, ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS), dan laboratorium komputer dengan pagu anggaran Rp799 juta yang bersumber dari APBN tahun anggaran 2025. Namun, hingga lebih dari sebulan sejak dimulai, publik belum mendapatkan akses informasi mengenai struktur P2SP, hasil musyawarah, maupun siapa saja pihak yang seharusnya dilibatkan.
Upaya media untuk meminta dokumen resmi terkait struktur panitia, dasar perencanaan pengadaan barang/jasa (PBJ), serta proses penunjukan tim perencana dan pengawas berakhir buntu. Kepala SMP Negeri 1 Pacar, Fernandes Goa, saat dikonfirmasi pada Selasa (16/9/2025), menolak menunjukkan dokumen tersebut.
“Untuk dokumen itu, kami belum bisa serahkan. Kalau mau tahu detail kegiatan, silakan datang wawancara ke sekolah,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Ia menambahkan akan menjelaskan komposisi P2SP secara langsung, meski ketika ditanya alasan penolakan menunjukkan dokumen, jawabannya terkesan janggal:
“Tidak ada alasannya. Penting kami mengamankan dokumen itu,” katanya singkat.
Lebih mengejutkan, Ketua Komite SMP Negeri 1 Pacar, Frans Auni, mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses pembentukan panitia. Menurutnya, keterlibatan komite hanya sebatas dimintai fotokopi KTP oleh kepala sekolah.
“Saya hanya diminta KTP, selebihnya tidak pernah dilibatkan. Padahal proyek sudah berjalan sebulan,” ungkap Frans kepada media ini.
Tak hanya komite, sejumlah warga yang juga orangtua murid mengaku tidak tahu menahu soal proyek ini. Mereka mengeluhkan tidak adanya sosialisasi yang jelas dari pihak sekolah.
“Kami orangtua tidak pernah dengar ada rapat atau musyawarah soal proyek ini. Tiba-tiba sudah ada pembangunan saja,” kata satu orangtua siswa yang namanya tidak mau disebutkan.
Hal senada disampaikan J sekaligus orangtua murid.
“Kalau memang ada dana miliaran masuk ke sekolah, seharusnya kami juga tahu. Tapi sampai sekarang tidak pernah ada informasi resmi. Kalau memang benar ada itu proyek kami berharap kedepannya pungutan uang komite bisa dipangkas untuk anggaran penyediaan fasilitas sekolah,” ujarnya.
Pernyataan masyarakat ini jelas bertolak belakang dengan klaim Kepala Sekolah yang menyebut semua pihak telah dilibatkan aktif dalam pekerjaan proyek.
Padahal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), setiap badan publik, termasuk sekolah negeri, wajib memberikan akses informasi kepada masyarakat mengenai penggunaan anggaran, proses perencanaan, hingga pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari APBN/APBD. Pasal 9 UU KIP menegaskan bahwa badan publik harus mengumumkan secara berkala informasi tentang program dan kegiatan yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat luas.
Sementara itu, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah juga menekankan bahwa komite sekolah memiliki peran strategis dalam memberikan pertimbangan, dukungan, dan pengawasan terhadap penggunaan dana pendidikan. Jika komite tidak dilibatkan, maka jelas ada pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan.
Ketidakjelasan ini menimbulkan tanda tanya besar: benarkah proses pembentukan panitia proyek senilai hampir Rp800 juta ini sesuai prosedur? Publik berharap pihak berwenang segera turun tangan agar pengelolaan dana pendidikan benar-benar transparan, akuntabel, dan tidak menimbulkan dugaan praktik manipulatif di lingkungan sekolah. **