Labuan Bajo, Okebajo.com – Setelah Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo pada 17 September 2025 menolak seluruh gugatan Muhamad Saing Makasau terkait sengketa akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah seluas 1.500 m² yang terletak di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, kini justru pihak pembeli tanah atau tergugat , Lie Sian dilaporkan ke polres Manggarai Barat dengan tuduhan pencemaran nama baik
melalui pemberitaan di media Okebajo.com yang diterbitkan pada pada 28 Juli 2025 dengan judul “Kuasa Hukum Lie Sian Ungkap Dugaan Tipuan Berkas oleh Muhamad Saing”.
Dua hari setelah putusan PN Labuan Bajo, Lie Sian menerima surat panggilan klarifikasi dari Polres Manggarai Barat, tertanggal 23 September 2025.
“Lucu sekali. Gugatan di PN Labuan Bajo itu dia kalah, tapi justru kami yang dituduh mencemarkan nama baik. Kami malah berpikir untuk melapor balik atas dugaan penipuan dan pemerasan,” kata Lie Sian dengan nada kesal, Rabu, Pagi (24/9).
Tak hanya Lie Sian, pengacaranya Jon Kadis, S.H. juga ikut dilaporkan.
“Benar, saya dapat surat panggilan untuk klarifikasi di Polres. Katanya ada dugaan pencemaran nama baik. Padahal, bagian mana ucapan yang dianggap mencemarkan itu? Aneh sekali,” kata Jon, Rabu pagi (24/9)
Padahal, kata Jon Kadis, SH., bahwa putusan hakim sudah jelas yaitu tanah yang disengketakan tidak masuk kawasan sempadan pantai, sebagaimana alasan utama gugatan Muhamad Saing.
Diketahui, perkara ini bermula ketika pemilik tanah, Muhamad Saing Makasau, menjual lahannya kepada Lie Sian, seorang pengusaha kuliner dengan harga Rp1 miliar. Pada Februari 2024, pembeli (Lie Sian) sudah menyerahkan uang muka Rp120 juta kepada pemilik tanah (Muhamad Saing) dengan kesepakatan awal bahwa pelunasan akan dibayar ketika SHM sudah diterbitkan oleh BPN Manggarai Barat.
Namun beberapa bulan kemudian, Muhamad Saing justru menggugat pembeli ke pengadilan Negeri Labuan Bajo dengan alasan pelunasan tidak bisa dilakukan. Dalihnya, SHM tidak bisa diterbitkan karena tanah tersebut masuk dalam kawasan sempadan pantai berdasarkan surat klarifikasi dari BPN.
Berbicara kepada Okebajo.com beberapa waktu lalu, Hipatios Wirawan selaku kuasa hukum dari Muhamad Saing Makasau, Ia menyebut bahwa perkara tersebut adalah murni gugatan pembatalan PPJB, bukan perkara sengketa hak milik.
“Kami ingin meluruskan bahwa perkara ini bukanlah sengketa hak milik tanah seperti yang coba dibangun oleh Pak Jon. Ini murni gugatan pembatalan PPJB karena objek jual beli ternyata tidak bisa disertifikatkan, dan bukan karena wanprestasi pembayaran,” kata Wira, Rabu, (23/7) yang lalu.
Menurut Wira bahwa dalam isi perjanjian dalam PPJB yang ditandatangani bersama pada Februari 2024 disebutkan dengan jelas bahwa pembayaran dilakukan bertahap, dan pelunasan akan dilakukan hanya setelah sertifikat terbit.
“Jangan bicara soal surat warisan, surat keterangan dari desa, dari kecamatan ataupun riwayat kepemilikan jika tidak memahami isi PPJB yang jadi dasar hubungan hukum ini. Faktanya, permohonan sertifikat oleh klien kami ditolak tiga kali oleh BPN, bukan sekali. Jadi logikanya, bagaimana mungkin jual beli dilanjutkan jika objeknya tidak bisa dieksekusi?” ungkap Wira.
Pernyataan tersebut dibantah keras oleh Jon Kadis, SH. Menurut Jon, bahwa pernyataan tersebut tidak berdasar karena tidak disertai bukti konkret.
“Silakan buktikan! Mana bukti fisik atau surat tanda terima dari BPN yang menunjukkan bahwa benar ada tiga kali permohonan resmi disertai dokumen lengkap? Klien kami belum pernah melihat satupun bukti itu,” tegas Jon Kadis.
Menurut Jon bahwa hal ini bisa dikategorikan pembohongan kepada publik.
“Kenapa? Di persidangan, sama sekali tidak ada bukti tanda terima di BPN Manggarai Barat. Sekurang-kurangnya ada 14 surat keterangan alas hak milik yang perlu dilampirkan saat permohonan ke BPN. Karena kalau surat alas hak tersebut diserahkan kepada BPN, sudah pasti SHM tersebut bisa diterbitkan”, Ujarnya.
Menurutnya, logika hukum pertanahan sangat sederhana, jika syarat permohonan tidak lengkap, maka berapa pun kali diajukan, pasti selalu ditolak.
“Pertanyaannya adalah: apakah memang benar semua persyaratan sudah diserahkan? Atau justru ada sengaja disembunyikan, demi skenario tertentu?. Kami menduga kuat ada surat-surat penting yang justru tidak dilampirkan dalam permohonan ke BPN. Seperti surat PBB, surat ulayat dari Tua Golo, surat kepala desa, surat camat, dan dokumen fisik lainnya. Padahal semua itu sudah lengkap dan telah kami minta berulang kali,” ujarnya.
Jon Kadis menuturkan bahwa dalam PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli), disebutkan jelas bahwa pengurusan sertifikat dilakukan secara bersama-sama oleh penjual dan pembeli. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: pembeli berinisiatif, tapi penjual menghindar.
“Klien kami berkali-kali mengajak penjual ke kantor BPN untuk menyerahkan bersama dokumen yang lengkap. Tapi selalu ditolak, bahkan dokumen-dokumen penting ditahan tanpa alasan yang sah. Lalu sekarang bilang sertifikat ditolak? Ya wajar saja, kalau syaratnya tidak lengkap!”
Sementara itu Hipatios Wirawan mengkalim bahwa klienya telah mengirimkan surat resmi kepada BPN Labuan Bajo untuk meminta penjelasan tertulis, dan hasilnya tegas: tanah tersebut masuk sempadan pantai dan zona pariwisata, sehingga tidak bisa diterbitkan sertifikat kepemilikan pribadi.
“Itu bukan lisan, tapi surat resmi dari institusi negara. Kami bersurat, kami datang, dan kami tempuh prosedur sesuai hukum. Jadi jangan asal tuduh ada mafia tanah hanya karena sertifikatnya tidak bisa keluar,” ujarnya.
Wira juga mengungkapkan bahwa karena tanah tersebut tidak bisa disertifikatkan, sebagaimana syarat pelunasan dalam PPJB maka pihak melakukan gugatan ke PN Labuan Bajo untuk pembatalan akta PPJB tersebut. Dan kliennya punya itikad baik untuk siap mengembalikan uang muka (DP) senilai Rp120 juta,
Argumen itu dipatahkan oleh majelis hakim PN Labuan Bajo. Dalam putusannya 17 September 2025, hakim menyatakan bahwa surat klarifikasi BPN yang dijadikan dasar gugatan tidak memiliki kekuatan hukum karena hanya berisi “indikasi”, bukan keputusan final.
Ia menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan lapangan menunjukkan tanah tersebut berada di belakang jalan setapak yang dibangun oleh Pemda yang menjadi batas sempadan pantai.
“Jelas tanah itu tidak termasuk kawasan sempadan pantai. Gugatan penggugat terbukti tidak berdasar,” tegas Jon Kadis, kuasa hukum Lie Sian.
Lie Sian pun mengaku bahwa semua dokumen surat tanah sudah lengkap dan hanya menunggu proses penerbitan SHM.
“Kami kaget waktu digugat. Semua surat tanah lengkap dan jelas berstatus hak milik warisan. Karena itu, kami berani membeli. Putusan hakim yang menolak gugatan ini sudah membuktikan bahwa posisi kami benar,” kata Lie Sian, Rabu (24/9/2025).
Jon Kadis pun menduga langkah yang diambil oleh pihak Muhamad Saing terkait laporan atas pencemaran nama baik di Polres Manggarai Barat itu hanyalah upaya menutupi kelemahan gugatan yang sudah dipatahkan di pengadilan.
“Ini semacam serangan balik. Gugatan mereka kandas, maka dibuatlah laporan untuk menekan kami,” katanya.
Lie Sian menambahkan bahwa Ia menduga ada kepentingan lain.
“Bisa saja tanah ini sebenarnya sedang diincar oleh pihak lain dengan harga lebih tinggi. Pola-pola seperti ini mirip praktik mafia tanah.” kata Lie Sian.
Dikonfirmasi media ini pada Rabu, (24/9/2025)buntuk dimintai tanggapan terkait putusan PN Labuan Bajo tersebut, Muhamad Saing enggan berkomentar banyak dan menyarankan wartawan untuk konfirmasi langsung kepada Kuasa Hukumnya.
“Kordinasi saja dgn Pa Wira, trimakasih,” ujar Muhamad Saing.
Sementara itu, Hipatios Wirawan, S.H selaku kuasa hukum dari Muhamad Saing belum berhasil dihubungi. Meskipun media ini telah berupaya melakukan konfirmasi pada Rabu (24/9) pagi namun pesan yang dikirim via WhatsApp belum dibaca. **