Labuan Bajo | Okebajo.com | Semangat pemberdayaan ‘Pahlawan Pariwisata’ lokal membara di Desa Wisata Wae Lolos, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur dalam acara Bootcamp UMKM Sektor Pariwisata yang difasilitasi oleh Bank Indonesia pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Kegiatan ini bukan sekadar pelatihan, melainkan suntikan inspirasi dan praktik langsung yang bertujuan mengubah kunjungan biasa menjadi pengalaman wisata yang mendalam dan berkesan.
Salah satu sesi yang paling menggugah adalah berbagi pengalaman dari I Wayan Sumiarsa, Ketua Pokdarwis Desa Wisata Panglipuran, Bali, sebuah desa yang diakui sebagai salah satu yang terindah di dunia. Wayan membawa pesan kunci: kekuatan storytelling dan harmoni hidup adalah aset pariwisata yang tak ternilai.
Cerita di Balik Keindahan
Di hadapan puluhan peserta, Wayan Sumiarsa menekankan bahwa wisatawan, terutama mancanegara, tidak hanya mencari keindahan visual, tetapi juga makna dari cerita di balik setiap pengalaman.
“Di sinilah peran guide lokal menjadi kunci untuk mengubah kunjungan biasa menjadi pengalaman berkesan,” ungkap Wayan.
Ia menjelaskan, di Panglipuran, keindahan desanya bukan hanya tentang tata ruang yang rapi, tetapi tentang cara hidup warganya yang memegang teguh filosofi Tri Hita Karana—menjaga hubungan baik dengan Tuhan, sesama, dan alam. Kesederhanaan, kebersamaan, dan keharmonisan hidup inilah yang membuat wisatawan merasakan ketenangan otentik.
“Di desa kami, budaya bukan hanya cerita masa lalu, tetapi cara hidup sehari-hari. Dan mungkin itulah yang membuat Panglipuran menjadi salah satu desa terindah di dunia, bukan karena bangunannya, tetapi karena keharmonisan warganya,” tegasnya.
Storytelling dalam Pariwisata
Storytelling, menurut Wayan, adalah seni menghidupkan kembali nilai budaya, sejarah, dan tradisi, mengajak wisatawan merasakan makna, emosi, dan keterlibatan, jauh melampaui sekadar menyampaikan fakta.
Standar Pelayanan dan Etika Lokal
Sementara itu, Oyan Christian, S.T., Ketua DPD ASITA Provinsi NTT, membekali peserta dengan materi Peningkatan Kompetensi Layanan Pariwisata (Hospitality Excellence). Oyan menggarisbawahi pentingnya melayani wisatawan dari hati (Heart Service), komunikasi efektif, serta memiliki kepekaan dan empati.
Ia juga menekankan etika pariwisata yang tak terpisahkan: menghormati budaya dan adat lokal, menjaga lingkungan, serta mendukung ekonomi lokal.
Pada hari kedua, semangat ini diuji dalam praktik. Bank Indonesia membawa peserta terjun langsung ke berbagai spot wisata di Desa Wisata Seribu Air Terjun—nama lain dari Wae Lolos—untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat.
Komitmen Lokal adalah Kunci Sukses
Menutup kegiatan, Yose Shariati Januar dan Ferry Christian Ndolu dari Bank Indonesia menegaskan kembali komitmen lembaga mereka dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui sektor pariwisata. Namun, mereka memberikan penekanan yang menggugah, bahwa Bank Indonesia hanyalah fasilitator. Bukan penentu.
“Bank Indonesia bukan penentu kesuksesan Desa wisata bapak ibu. Peran BI hanya bagian kecil dari kerja pengembangan desa wisata. Semangat dan konsistensi bapak ibu di desa wisatalah yang menentukan sukses atau tidak,” pungkas Yose.
“Heroesnya ada di bapa ibu semua,” lanjutnya, menekankan bahwa kunci sukses sejati terletak pada aksi nyata dan konsistensi masyarakat lokal setelah pelatihan ini. Pesan ini menjadi penutup yang membakar semangat, menandai dimulainya babak baru bagi Desa Wisata Wae Lolos dan Desa Golo Loni untuk bersinar, menempatkan para guide lokal dan Pokdarwis sebagai pahlawan sejati yang akan merajut cerita indah pariwisata di Nusa Tenggara Timur. *
(Robert Perkasa)