Labuan Bajo, Okebajo.com – Konflik tanah seluas 3,1 hektare di Bukit Kerangan, Labuan Bajo, kembali memanas. Tujuh warga pemilik lahan secara resmi telah melaporkan seorang oknum TNI AD dari Kodim 1630/Manggarai Barat ke POMDAM IX/Udayana di Denpasar pada Selasa (4/11/2025) yang lalu. Laporan itu dilayangkan karena adanya dugaan intimidasi, intervensi, dan tindakan yang dinilai tidak netral dalam sengketa perdata yang tengah bergulir di pengadilan.
Mustarang, salah satu pemilik lahan, menuturkan bahwa pada Minggu sore, 26 Oktober 2025, warga melakukan pemagaran secara damai. Situasi telah kondusif setelah kehadiran polisi dari Polres Manggarai Barat. Namun kata dia, suasana berubah ketika seorang oknum TNI datang pada malam hari menggunakan kendaraan dinas dan meminta pagar yang baru dipasang agar dibongkar.
“Padahal semua pihak sepakat lahan itu status quo selama proses hukum berjalan. Tiba-tiba oknum TNI datang, minta bongkar pagar,” ujar Mustarang.
Muhamad Hatta menambahkan bahwa pagar pihak Santosa Kadiman yang lebih dulu dibangun sejak berbulan-bulan justru tidak disentuh.
Kuasa hukum warga, Dr (c) Indra Triantoro, S.H., M.H., dari Sukawinaya-88 Law Firm & Partners, menyebut tindakan oknum tersebut sudah masuk ranah intervensi yang tidak semestinya dilakukan aparat militer.
“Klien kami bahkan diajak naik kendaraan untuk ‘membongkar pagar’. Di tengah jalan dia sadar sedang sendirian lalu memilih turun. Ini tindakan yang tidak wajar,” tutur Indra.
Besoknya, oknum yang sama mendatangi rumah Zulkarnain Djuje dan berbicara selama satu jam untuk meminta pagar dibongkar.
“Saya sudah bilang, silakan komunikasikan saja lewat pengacara kami,” ungkap Zulkarnain.
Ni Md. Widyastanti, S.H. salah satu anggota tim kuasa hukum warga menyebut bahwa konflik ini tidak berdiri sendiri. Lahan 3,1 hektare warga tumpang tindih dengan klaim 40 hektare yang dipegang Erwin Santosa Kadiman serta anak-anak Nikolaus Naput berdasarkan PPJB 2014.
Namun Ia menegaskan bahwa klaim tersebut sudah dinyatakan cacat hukum.
“PPJB itu dibuat di atas tanah tanpa alas hak yang sah. Bahkan surat tanah 1990–1991 sudah dibatalkan fungsionaris adat sejak 1998,” jelas Ni Md. Widyastanti, S.H.
Putusan kasasi Mahkamah Agung tanggal 8 Oktober 2025 memperkuat posisi warga karena menyatakan klaim 40 hektare tersebut tidak sah.
“Setelah inkrah MA, Santosa Kadiman dan Nikolaus Naput tak punya hak apa pun lagi di lokasi itu. Kalau masih kuasai lahan orang, itu PMH,” tegasnya.
Hal senada Jon Kadis,S.H menduga bahwa dengan munculnya oknum TNI dalam konflik ini bukan peristiwa tunggal, melainkan memiliki kepentingan tertentu.
“Kami meminta POMDAM memeriksa kemungkinan adanya aliran dana dari Santosa Kadiman. Rakyat tidak boleh ditakuti oleh aparat,” kata Jon Kadis, S.H., tokoh adat sekaligus anggota tim hukum.
Ia menegaskan warga tetap menghormati institusi TNI, namun meminta tindakan tegas bila benar ada oknum yang menyalahgunakan jabatan.
Kodim 1630 Mabar : ‘Tidak Ada Intimidasi, Tidak Ada Backing’
Sementara itu, Komando Distrik Militer (Kodim) 1630/Manggarai Barat dengan tegas membantah tuduhan adanya oknum anggota TNI yang disebut-sebut membekingi mafia tanah di wilayah Keranga, Labuan Bajo.
Melansir dari media Harianlabuanbajo.com, Komandan Kodim 1630/Manggarai Barat, Letkol Inf Budiman Manurung, menegaskan bahwa pemberitaan yang beredar di beberapa media online yang bahkan tidak memiliki kantor resmi di Manggarai Barat tidak memiliki dasar fakta lapangan.
“Berita yang menyebut ada anggota kami berinisial LMFP melakukan intimidasi, ancaman, atau membekingi pihak tertentu sama sekali tidak benar. Yang bersangkutan sedang menjalankan tugas sesuai fungsi dan tanggung jawabnya sebagai aparat teritorial,” tegas Dandim, Jumat (14/11/2025).
Menurutnya, pemberitaan tersebut tidak berimbang dan tidak pernah mengonfirmasi pihak Kodim sebelum ditayangkan.
“Tuduhan seperti itu bisa mencemarkan nama baik institusi TNI dan menyesatkan opini publik,” lanjutnya.
Ia menjelaskan bahwa keberadaan aparat TNI di sekitar Bukit Kerangan semata-mata untuk menjaga keamanan wilayah dan mencegah potensi bentrok antar warga akibat sengketa lahan yang masih berproses hukum di pengadilan, dan adanya penutupan akses jalan sepihak oleh sekelompok masyarakat di dekat area yang bersengketa hukum.
“Anggota kami hadir untuk memastikan situasi kondusif, bukan untuk berpihak pada siapa pun. Tidak ada perintah ataupun tindakan yang bersifat memihak,” jelasnya.
Kodim 1630/Manggarai Barat menegaskan bahwa TNI selalu menjunjung tinggi netralitas dan profesionalisme. TNI tidak memiliki kewenangan untuk campur tangan dalam urusan perdata, termasuk perkara sengketa tanah.
“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Jika nanti ada anggota yang benar-benar terbukti melanggar aturan, pasti akan kami tindak. Namun tuduhan yang beredar saat ini tidak memiliki bukti dan tidak berdasar,” ujar Dandim Budiman Manurung.
Sebagai bentuk ketegasan, Kodim 1630/Manggarai Barat memastikan akan menempuh langkah hukum terhadap pihak-pihak yang telah menyebarkan berita tidak benar dan merugikan nama baik institusi TNI.
“Kami tidak akan tinggal diam. Pemberitaan yang menyesatkan dan tanpa konfirmasi jelas telah melanggar etika jurnalistik. Kami akan menempuh langkah hukum sesuai ketentuan yang berlaku untuk menjaga kehormatan satuan dan anggota kami,” tegasnya.
Dandim 1630 Mabar juga mengingatkan agar seluruh media tetap memegang prinsip verifikasi dan keberimbangan berita sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“TNI terbuka terhadap klarifikasi, namun kami menuntut profesionalisme media. Jangan sampai kebebasan pers digunakan untuk menyebarkan fitnah,” ucapnya.
Di akhir pernyataannya, Letkol Inf Budiman Manurung menegaskan komitmen jajarannya untuk terus hadir menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat Labuan Bajo.
“TNI lahir dari rakyat, bekerja untuk rakyat, dan akan selalu bersama rakyat. Kami tidak akan membiarkan nama baik prajurit kami dicemarkan oleh informasi yang tidak benar,” tutupnya
Namun kuasa hukum warga menyebut bantahan itu tidak sesuai fakta.
“Itu bohong. Belasan keluarga kami ada di lokasi, dengar jelas apa yang diucapkan. Polisi saja bilang situasi kondusif kok. Lalu mengapa pagar Santosa Kadiman yang menutup jalan sejak April tidak dianggap masalah?” kata Indra.
Proses di Pomdam Terus Berjalan
Ketika ditanya perkembangan laporan, Indra menegaskan proses sedang berlangsung.
“Kami dan publik berharap Pomdam tidak hanya menegur, tapi memeriksa oknum tersebut secara resmi. Jika terbukti, maka bantahan Dandim di sejumlah media adalah bentuk pembohongan publik.” tegas Indra.
Sementara itu, Penyelidik Pomdam IX Udayana, Mayor Dewa, membenarkan laporan tersebut. Ia menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi lintas satuan untuk memastikan oknum yang dilaporkan tidak ikut mencampuri sengketa lahan.
“Laporan sudah kami terima dan kami koordinasikan kepada kesatuan oknum tersebut. Kami juga berkoordinasi dengan intel Kodam, intel Korem, intel Kodim, termasuk Subdenpom Ende. Sejak adanya laporan, oknum tersebut tidak mencampuri atau terlibat sengketa tanah. Jika di kemudian hari terbukti masih terlibat, akan dilakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut,” kata Mayor Dewa melalui pesan WhatsApp, Jumat (14/11/2025) melansir dari flores.pikiran-rakyat.com.
Pemilik Tanah Tunjukkan Bukti Foto Aktivitas Oknum TNI
Seorang pemilik tanah, Kusyani, menunjukkan foto oknum TNI berseragam yang diduga mengawal pembongkaran pondok dan pembangunan pagar milik pihak lawan.
“Ini faktanya. TNI ada di lokasi, kawal bongkar paksa pondok saya,” kata Kusyani.
Ia juga menyoroti pemasangan spanduk yang mengklaim tanah atas nama ahli waris Nikolaus Naput berdasarkan “surat perolehan adat 1991”.
Padahal, menurut kesaksian Haji Ramang di Pengadilan Tipikor Kupang tahun 2021, sertifikat tersebut sudah dibatalkan fungsionaris adat sejak 1998, dan lokasi tanahnya berada di sisi timur Jalan Labuan Bajo–Batu Gosok, bukan di atas lahan para warga pelapor.











