DPRD Manggarai Barat Wajib Cerdas dalam Menyikapi Kebijakan Pembangunan di TN Komodo

Avatar photo
Iklan tidak ditampilkan untuk Anda.

Oleh : Surion Florianus Adu, Forum Alumni Kader Konservasi Taman Nasional Komodo (FA-K2T) Manggarai Barat.

Opini, Okebajo.com – Lembaga DPRD Manggarai Barat kembali menjadi sorotan publik setelah mengeluarkan pernyataan menolak pembangunan sarana pariwisata (sarpas) di Zona Pemanfaatan Taman Nasional Komodo (TNK). Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar: benarkah sikap tersebut lahir dari kajian yang matang, atau sekadar respons terhadap tekanan demonstrasi?

Iklan tidak ditampilkan untuk Anda.

Sebelumnya, pada tahun 2023, DPRD Manggarai Barat juga menyatakan penolakan terhadap pembangunan sarana pariwisata di Loh Buaya, Pulau Rinca. Namun faktanya, pembangunan itu tetap berjalan dan kini terbukti membawa dampak positif bagi pariwisata daerah. Ironisnya, pihak-pihak yang dulu menolak pun kini ikut menikmati hasil pembangunan tersebut.

Kini sejarah tampaknya berulang. DPRD kembali menyuarakan penolakan, kali ini terhadap rencana pembangunan sarana wisata oleh pihak swasta di Pulau Padar. Publik pun wajar bertanya: apakah keputusan sebesar itu hanya sebegitu “murah” nilainya di hadapan tekanan segelintir kelompok demonstran?

Minim Referensi, Lemah Kajian

Keputusan DPRD Manggarai Barat dinilai mencerminkan minimnya pemahaman dan referensi terkait sistem pengelolaan kawasan konservasi, khususnya TN Komodo. Padahal, kebijakan pembangunan sarana wisata di dalam kawasan TNK telah diatur secara jelas melalui mekanisme hukum negara.

Dasar hukum tersebut tertuang dalam Keputusan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor 21/IV-SET/2020 tertanggal 19 Oktober 2020, yang memperbarui SK sebelumnya (2012). Dalam aturan tersebut, zonasi TN Komodo seluas 173.300 hektare di Kabupaten Manggarai Barat sudah diatur dengan sangat detail: mulai dari zona inti, zona rimba, zona perlindungan bahari, hingga zona pemanfaatan wisata darat dan bahari.

Artinya, semua kegiatan pariwisata dan pembangunan di TNK bukanlah aktivitas liar, melainkan telah diatur sesuai peruntukannya dalam zonasi resmi negara.

Pentingnya Kajian, Bukan Tekanan Massa

Lembaga DPRD sejatinya merupakan representasi rakyat sekaligus mitra strategis pemerintah dalam pembangunan daerah. Maka, setiap keputusan seharusnya lahir dari kajian yang cermat, analisis hukum yang kuat, dan perspektif jangka panjang untuk kepentingan masyarakat Manggarai Barat.

Jika DPRD hanya mengambil sikap karena tekanan demonstrasi kelompok tertentu tanpa memperhatikan regulasi dan arah kebijakan nasional, maka lembaga ini justru berpotensi dianggap “tidak patuh” terhadap kebijakan negara. Hal tersebut tentu sangat memprihatinkan.

Seruan Kecerdasan Politik DPRD

Forum Alumni Kader Konservasi TNK (FA-K2T) Manggarai Barat menegaskan, sudah saatnya DPRD Manggarai Barat bersikap lebih cerdas, objektif, dan berbasis kajian dalam menanggapi isu pembangunan di kawasan TN Komodo.

Miris rasanya jika DPRD Manggarai Barat hingga hari ini belum sepenuhnya memahami sistem pengelolaan kawasan TNK. Padahal, semua regulasi sudah sangat jelas mengatur zonasi dan peruntukan kawasan.

Pembangunan sarana pariwisata di TNK, jika sesuai regulasi dan prinsip konservasi, tidak hanya memperkuat sektor pariwisata, tetapi juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Oleh karena itu, DPRD seharusnya hadir sebagai lembaga yang memberi kepastian hukum dan dukungan konstruktif, bukan sekadar mengikuti arus penolakan tanpa dasar. **

Oke Bajo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *