Oleh : Fransiskus Ndejeng *)
OKEBAJO || Ketiga, Alasan Budaya
Bangsa Manggarai dan keManggaraiannya berpijak, ditenun, dan dianyam oleh budaya Manggarai. Budaya dalam arti luas mencakup semua hal, yaitu religi/ritus-ritus , bahasa, organisasi sosial, sistem mata pencaharian/ ekonomi, pengetahuan, teknlogi, kesenian, olahraga, permainan, dan cagar budaya.
Budaya adalah jembatan jiwa dan benang roh yang menjadi jembatan, ikatan, dan tenunan bisa bersifat personal/individual, sosial, ekologis, historis dan spritual/ religius bagi semua warga “bangsa Manggarai”.
Budaya Manggarai memang secara fakta tidak bersifat homogen, tetapi, roh dan jiwanya selalu satu dan mau bersatu dalam ungkapan klasik orang Manggarai, sebagai berikut.
Ca kuni agu kalo, wae mokel’m awon, selat Sapen rahit salen, tacik Flores dumpu le’en, tacik Sawu dumpu lau’n (Manggarai dibatasi bagian Timur, berbatasan dengan Wae Mokel; bagian Barat, berbatasan, dengan selat Sape. Bagian Utara dengan laut Flores, bagian Selatan, berbatasan dengan laut Sawu).
Ulun leen wa’in laun, Par awo, kolepn sale, tanan wa, awang etan (Manggarai terbentang dari bagian Utara (kepala), dan Selatan sebagai ekor, bumi dipijak, dan langit dijunjung).
Hituy tana serong dise empo, mbate dise ame, letang dise ema, pede dise ende (tanah Manggarai sebuah warisan leluhur, dan titipan orangtua).
Maram pati sua tukan ca kali rangan agu urat, pati telu wekin ca kali wakar agu nain (biar dibagi dua wilayah Keuskupan Manggarai dan dibagi atas tiga wilayah administrasi pemerintahan, tetapi, tetap satu jiwa dan satu hati Manggarai).
Manggarai osang raes, ca adak randang tana, ca ruku kukut pucu: ca mbaru bate kaeng, ca golon bate lonto/ca beo bate elor, ca compang bate takung/ca natas bate labar, ca uma bate dua’t, ca wae bate teku (Manggarai satu rumah adat, satu adat rame randang tanah, satu hati: Satu rumah adat, satu kampung dan halaman bermain, satu kebun mencari sumber hidup, satu tempat air yang mengalir untuk ditimba).
Dalam semua ungkapan ini multikulturalisme, kemajemukan, Bhinneka Tunggal Ika, u nus in pluribus, ca leleng do, do leleng ca.
Kedua, Merancang Aset Milik Bersama dan Sistem Pengelolaannya dengan Dasar Pertimbangan, sebagai berikut ;
1). Tim Investigasi dan Ekonomi Keuskupan Ruteng telah melakukan inventarisasi dan pemetaan terhadap seluruh aset yang dimiliki Keuskupan Ruteng.
2). Tim Investigasi dan Ekonomi Keuskupan Ruteng telah melakukan serangkaian kajian proposal kerjasama dengan berbagai pihak sampai akhirnya ditandatangani perjanjian kerjasama dengan pihak mitra termasuk kerjasama pemanfaatan lahan di Wae Nahi untuk pembangunan usaha Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).
3). Kesenjangan sosial ekonomi yang tinggi antara wilayah Manggarai Barat dengan wilayah Manggarai lainnya, salah satu dampak dari ditetapkannya Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata premium.
4). Kebutuhan pengembangan dan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan paroki-paroki di seluruh wilayah Manggarai yang asalnya satu Keuskupan.
Aset Milik Bersama
Aset yang menjadi milik dan dikelola bersama hanya tanah yang terikat kontrak dengan pihak ketiga.
Bentuk pengelolaannya :
1). Unit-unit usaha yang sudah dimulai/dikerjasamakan sebelum terbentuknya Keuskupan Labuan Bajo (pemekaran dari Keuskupan Ruteng), pengelolaannya menjadi tanggungjawab Keuskupan Ruteng baik secara yuridis maupun operasionalnya. Keuskupan Labuan Bajo bertanggungjawab memberikan bantuan dalam pelaksanaan kerjasama.
2). Keuntungan/pendapatan bersih dari kerjasama dengan pihak lain dalam pengelolaan aset bersama menjadi hak bersama Keuskupan Ruteng dan Labuan Bajo. Pembagian keuntungan dilakukan sesuai dengan kesepakatan dengan mempertimbangkan porsi tanggungjawab pengelolaannya.
Merancang Yayasan Milik Bersama dan Sistem Pengelolaannya
A. Pengantar Keuskupan Labuan Bajo memiliki wilayah tersendiri.
Wilayah gerejawi Keuskupan baru ini sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Keuskupan induk. Namun, setelah berdiri sendiri, maka sebagian wilayah induk ini menjadi wilayah Keuskupan baru. Pemisahan wilayah ini berdampak pada pemisahan aset.
B. Yayasan Aset Bersama
Aset yang ada di wilayah Keuskupan baru yang sebelumnya dimiliki Keuskupan induk tentu menjadi kewenangan Keuskupan baru. Misalnya, Yayasan Sukmamabar. Namun, aset-aset Keuskupan induk yang berada dalam wilayah Keuskupan baru dan berkekuatan hukum tentu tidak serta merta bisa dipisahkan.
Demikian juga aset-aset yang terdapat di Keuskupan Ruteng dan dilihat pengembangannya akan lebih baik jika dikelola bersama. Status aset seperti ini perlu dibicarakan ke dalam antara kedua Keuskupan.
Aset-aset yang dimaksud dan alasan bersifat interdiosesan adalah :
1). Yayasan Sukma (STIPAS)
2). Yayasan Sukmatim (Seminari Pius XII Kisol)
3). Yayasan Sukmamabar (Seminari Yohanes Paulus II Labuan Bajo)
4). Yayasan Ernesto (SMP dan SMA St. Klaus Werang dan Kuwu).
5). Yayasan St. Paulus (Unika St. Paulus Ruteng).
C. Dasar Pengelolaan Bersama Menjadi Penting karena beberapa alasan :
(1). Tenaga yang belum bekerja (terutama tenaga imam) pada lembaga-lembaga itu berasal dari dua Keuskupan. (2). Siswa/siswi dan mahasiswa/mahasiswi berasal dari dua Keuskupan. (3). Lapangan kerja lulusan Unika St. Paulus dan St. Sirilus terdapat pada dua Keuskupan. (4). Aset dari beberapa Yayasan itu terdapat di dua wilayah Keuskupan (Unika St. Paulus Ruteng). (5). Aset dari beberapa Yayasan itu terdapat di dua wilayah Keuskupan (Unika St. Paulus dan St. Sirilus). (6). Sekolah-sekolah milik kongregasi yang terdapat di dua wilayah Keuskupan.
D. Bentuk Pengelolaannya
(1). Menyesuaikan dan/atau mengubah nomenklatur Yayasan.(2). Menyesuaikan dan mengubah AD/ART. (3). Menyesuaikan dan /atau mengubah struktur Yayasan : Pembina, Pengawas, Pengurus harian, dan lain-lainnya.
Merancang Program Pastoral Bersama dan Pola Implementasinya yang Bersifat Interdiosesan
Terbentuknya Keuskupan Labuan Bajo merupakan langkah maju bagi karya pastoral di Keuskupan Ruteng yang membawahi tiga wilayah Kabupaten Manggarai Raya.
Pembagian wilayah gerejani ini berdampak pada pelayanan pastoral yang semakin efektif dan efesien, wilayah pelayanan semakin mudah dijangkau dan semakin mudahnya koordinasi antarpelayan pastoral, parokial dan umat.
Pemisahan ini berdampak pada kemandirian Keuskupan baru yang terbentuk baik kemandirian finansial , personalia, maupun program-program pastoral yang akan dijalankan. Namun, mengingat prinsip kesatuan (teologis, hostoris, kultural, dan lain-lain (bdk. Point Prinsip Kesatuan) dan hasil Sinode III yang belum selesai diimplementasikan, maka dirasa penting tetap adanya program pastoral bersama antar dua Keuskupan.
Pelayan Pastoral baik Paroki, DPP, maupun Umat telah memahami dan menyadari pola pastoral yang dikembangkan oleh Keuskupan Ruteng dengan menerapkan pola 3 M (Melihat, Menilai, Memutuskan) serta pola monitoring dan evaluasi yang terukur dan berkelanjutan.
Beberapa program pastoral yang dapat dilakukan bersama-sama, seperti :
(1). Pertemuan berkala Kuria dua Keuskupan yang ditentukan berdama untuk membahas kebijakan-kebijakan kelulusan menyangkut kebijakan dan program bersama seperti on going formation untuk para imam, retret, Festival Golo Koe dan Golo Curu, aset, hari stidi, dan lain-lain.
2). Pertemuan berkala Puspas dua Keuskupan yang ditentukan bersama untuk merancang, memonitor, dan mengevaluasi program pastoral bersama, terutama program yang bersinggungan langsung dengan konteks kedua Keuskupan. Seperti pastoral ekologis, pastoral pariwisata, pastoral budaya, dan inkulturasi, dan lain-lainnya.
3). Jika dibutuhkan, Puspas dua Keuskupan membentuk litbang/pusat kajian bersama untuk bidang pastoral tertentu.
4). Puspas dua Keuskupan merancang sesi bersama terkait isue bersama dua Keuskupan pada Sinode IV Keuskupan Ruteng.
5). Puspas dua Keuskupan merancang bersama pastoral paroki yang berbatasan, pantai utara dan pantai selatan.
6). Puspas dua Keuskupan merancang bersama Festival Golo Koe.
7). Peningkatan kapasitas para pelayan pastoral Puspas dua Keuskupan) Ketua Komisi dan Staf) jika dibutuhkan.
8). Kerjasama dalam pendampingan dan pembinaan (on going formation) para imam (retret, hari stidi, pelatihan, dll).
9). Dua Keuskupan membangun dan mengelola rumah jompo bagi para imam, satu di daerah panas (Labuan Bajo) dan satunya lagi di wilayah sejuk (Ruteng).
10). Membahas isue bersama dalam sesi ulasan pada kesepakatan Sinode di dua Keuskupan.
Tim perumus Proposal Pembentukan dan/atau Pemekaran Keuskupan Labuan Bajo Keuskupan Ruteng: Romo Alfons Segar, Pr.(Vikjen), Romo Mansfred Habur, Pr (Sekjen), Romo Dr. Marthen Chen, Pr. (Direktur Puspas), Romo Robertus Pelita, Pr (Direktur PSE).
Anggota Tim work : Romo Dr. Maksimus Regus, Pr., MA., Romo Dr. Inosensius Sutam, Pr. Vikep Ruteng, Romo Gradus Janur, Pr., Vikep Borong, Romo Simon Nama, Pr., Vikep Reo, Romo Herman Ando, Pr., dan Vikep Labuan Bajo, Romo Rikard Manggu, Pr. *
Bersambung…
*) Penulis, Seksi HAK DPP Paroki Roh Kudus Labuan Bajo (Gereja Katedral masa depan Keuskupan Labuan Bajo).