Labuan Bajo | Okebajo.com | Bisnis kuliner menjadi salah satu sektor usaha yang sedang tumbuh menggeliat. Bisnis ini menjanjikan seiring dengan perkembangan kepariwisataan Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super premium.
Namun, perkembangan bisnis kuliner yang sedang menanjak itu tidak seiring sejalan dengan ketersediaan fasilitas yang menunjang bisnis tersebut berjalan maksimal. Tidak semua pelaku usaha kuliner mendapatkan fasilitas yang memadai dan nyaman dalam berusaha.
Di Kampung Ujung Labuan Bajo, contohnya. Sejumlah pelaku usaha kuliner di sana mengeluhkan fasilitas yang buruk dan biaya tagihan listrik yang tidak wajar.
Pada Sabtu, 29 April 2023 malam, para pelaku usaha kuliner menuturkan kekecewaan yang mereka alami selama menjalankan usaha di kampung Ujung Labuan Bajo.
Fasilitas booth minimalis
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, Koperasi dan UKM Kabupaten Manggarai Barat telah menerapkan sistem penggunaan booth 1×24 jam bagi 80 pelaku UKM. Mereka telah tergabung dalam kelompok Kuliner Kampung Ujung Labuan Bajo.
Namun, dalam perjalanan, penerapannya mengecewakan. Mereka kecewa lantaran fasilitas yang tersedia tidak memadai.
Dalam rancangan awal, para pelaku usaha kuliner akan disiapkan 40 unit booth yang digunakan untuk berjualan berbagai macam jenis kuliner di Kampung Ujung Labuan Bajo.
Rancangan awalnya ada 40 booth yang disiapkan untuk 80 orang anggota kelompok kuliner Kampung Ujung. Anggaran untuk pengadaan 1 unit booth sebesar Rp10 juta. Jadi untuk 40 unit booth sebesar Rp400 juta.
Sumber dana untuk pengadaan 40 booth bersumber dari dana CSR sebesar Rp200 juta dan dana urunan yang dibebankan kepada 80 orang anggota sebesar Rp200 juta.
“Kesepakatan antara pihak Dinas dengan 80 anggota kelompok, yakni pengadaan 1 unit booth Rp5 juta per anggota menggunakan dana CSR dan 5 juta menggunakan dana urunan.
Karena jumlah booth yang disiapkan hanya 40 unit, maka per unit booth untuk 2 orang pelaku usaha kuliner. sistemnya shift siang dan malam”, tutur seorang pelaku UKM kepada Okebajo.com, Sabtu (29/4/2023) sekitar pukul 03.45 Wita.
“Namun, kami kecewa ketika kondisi booth yang ada ini sangat jauh dari yang kami harapkan. Fasilitas maupun spek bahan-bahannya berkualitas buruk. Padahal, kalau hitungan riil, total biaya pengadaan booth itu tidak sampai Rp10 juta per booth,” ketusnya.
Menurut mereka, Jenis bahan pembuatan booth hanya menggunakan sing spandek untuk dinding dan atap, dan plat besi untuk lantai dek. Kerangka menggunakan holo.
“Ketika musim hujan, air masuk ke dalam booth”, ujarnya kecewa.
Tagihan listrik maksimalis
Tidak hanya fasilitas booth yang mereka sesalkan. Ada lagi yang lebih mengecewakan, yaitu meteran dan instalasi listrik yang tidak sesuai dengan kesepakatan awal.
Belum tersedia meteran listrik sampai sekarang. Selama ini menggunakan loss strom. Hanya ada 1 buah terminal 4 colokan. Tidak ada lampu. Mereka siapkan sendiri.
Akibatnya, setiap minggu mereka harus membayar tagihan listrik sebesar Rp150.000 per booth. Hal ini tentu saja tidak wajar.
“Padahal, jika dihitung secara riil beban biaya pemakaian arus listrik untuk 2 bola lampu ukuran 25 Watt selama 1 minggu tidak sampai sebesar itu biayanya. Apalagi, pemakaian arus ini hanya bisa digunakan pada malam hari saja dan siang harinya tidak memakai arus”, ujar mereka.
Manajemen keuangan tidak transparan
Dari 40 booth, sisa 26 booth yang masih aktif hingga saat ini. Setiap minggu mereka kumpulkan uang untuk membayar tagihan listrik sebesar Rp3.900.00.
Tetapi yang disetor ke pihak PLN hanya Rp3.010.400. Sisanya tidak jelas digunakan untuk apa.
Mereka menilai manajemen keuangan kompak yang tidak transparan ini tentu saja sulit untuk mendapatkan keuntungan dan usaha mereka susah berkembang. *