Melindungi Lingkungan dan Suara Masyarakat Lokal, AMMARA Kupang Melawan PLTP Pocoleok

Avatar photo
Melindungi Lingkungan dan Suara Masyarakat Lokal, AMMARA Kupang Melawan PLTP Pocoleok
Melindungi Lingkungan dan Suara Masyarakat Lokal, AMMARA Kupang Melawan PLTP Pocoleok. Foto/ Bryan Galung

Kupang | Okebajo.com | Pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Pocoleok, Kecamatan Satarmese, Manggarai, Nusa Tenggara Timur menuai konflik sosial. Kecaman pun datang dari berbagai elemen masyarakat.

Pembangunan PLTP ini merupakan pengembangan dan Perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu unit 5-6 di Wilayah Poco Leok, Kecamatan Satar Mese,  Kabupaten Manggarai, NTT.

Proyek geotermal merupakan keputusan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Surat Keputusan Nomor 2268 K/30/MEM/2017 tentang penetapan Pulau Flores sebagai pulau panas bumi.

Keputusan ini ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Manggarai melalui Surat Keputusan Bupati Manggarai Nomor HK/417/2022 tanggal 1 Desember 2022 tentang Penetapan Lokasi pengeboran Perluasan Pembangkit listrik Panas Bumi (PLTP) Ulumbu Unit 5-6.

Semenjak  hadirnya proyek ini, masyarakat Pocoleok menimbulkan pro kontra. Penolakan dinyatakan dengan berbagai aksi unjuk rasa.

Mereka meminta agar pemerintah menghentikan kelanjutan proyek geothermal ini.

Beberapa LSM dan Ormas juga turut menggalang dukungan penolakan terhadap kehadiran proyek ini.

Argumentasi penolakan hampir senada. Bahwa kehadiran geotermal membawa dampak destruktif bagi ruang hidup masyarakat.

Berdasarkan hasil kajian dan advokasi yang dilakukan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) di lokasi wilayah PLTP Ulumbu  terdapat beberapa dampak negatif dari geotermal, di antaranya; rusaknya komoditi dan lahan pertanian, tercemarnya air dan mengganggu kesehatan warga serta berpotensi menyebabkan bencana alam longsor, kepadatan tanah berkurang dan kering.

Dilain sisi geotermal ini bisa mengganggu eksistensi sosial budaya dari orang Manggarai itu sendiri dikarenakan potensi konflik terkait pembebasan lahan antara pihak PLTP dan masyarakat adat setempat.

Menyikapi penolakan warga, pemerintah juga tidak tinggal diam. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meloloskan proyek ini.

Konflik horisontal

Pada tanggal 9 Juni 2023, PT. PLN kembali memasuki lahan warga Pocoleok mamatok lahan untuk proyek Geotermal. Kegiatan tersebut ditentang warga setempat dengan melakukan aksi pengadangan kendaraan pihak PT. PLN.

Pada tanggal 19 Juni 2023, komunitas warga adar Gendang Lungar, Tere, Jong, dan Rebek berkumpul di Posko pemantauan aktivitas proyek pemantauan di Pocoleok.

Mereka menggelar aksi damai sebagai simbol penolakan terhadap proyek geotermal.

Pada hari yang sama terdapat kelompok  masyarakat melakukan deklarasi mendukung pembangunan geotermal Pocoleok.

Polemik memanas

Pada 21 Juni 2023, ratusan warga Pocoleok berkumpul di lokasi Meter, salah satu titik menuju Lingko Tanggung yang merupakan salah satu target pengeboran proyek ini.

Dalam aksi dari masyarakat terjadinya tindakan represif dan kriminalisasi oleh aparat penegak hukum hingga menyebabkan beberapa di antara  masa aksi mengalami luka-luka.

Aparat penegak hukum (APH) seharusnya hadir menjadi penengah dan bukannya memihak kepada salah satu pihak.

Tindakan represif yang sudah mereka tunjukkan membuktikan bahwa APH tidak menjalankan fugsinya melindungi masyarakat beserta hak-haknya untuk menyampaikan pendapat.

Namun, justru menampilkan sikap arogansi demi membantu memuluskan proyek geotermal di Pocoleok.

Kecaman AMMARA Kupang

Aliansi Mahasiswa Manggarai Raya (AMMARA) Kupang yang terdiri dari (Ikatan Mahasiswa Pedalaman Imam Keuskupan Ruteng (TAMISARI) Kupang, Persatuan Mahasiswa Manggarai (PERMAI) Kupang, Persatuan Mahasiswa Manggarai Barat (PERMABAR) Kupang, dan Himpunan Pelajar Mahasiswa Manggarai Timur (HIPPMATIM) Kupang mengecam keras tindakan represif APH dan Pemda Manggarai.

AMMARA menilai bahwa Pemerintah aptis terhadap penolakan masyarakat dan ormas yang menolak kehadiran geotermal ini.

Semestinya perlu mengedepankan ruang dialog antara pihak yang pro dan kontra demi menghindari berbagai konflik di tengah masyarakat.

Mendengarkan aspirasi masyarakat setempat merupakan sebuah keharusan bagi Pemda dan PT. PLN. Karena, pada akhirnya warga Poco leok sendiri yang akan merasakan dampak buruk dari kehadiran geotermal.

AMMARA Kupang sangat sepakat dengan masyarakat Poco Leok yang menolak karena akan merusak ruang hidup, membunuh aktivitas perekonomian serta meluluh lantakan warisan leluhur yang sangat melekat dalam kehidupan mereka.

Pemda Manggarai tidak menunjukkan eksistensinya untuk turut menjadi lembaga yang mempertahankan kearifan lokal dan mengedepankan kepentingan masyarakatnya sendiri.

Pemda Manggarai hadir mempermudah masuknya proyek yang tidak membawa keuntungan bagi masyarakat dan justru berupaya mengeksploitasi kekayaan alam di manggarai dan mengabaikan masyarakat lokal.

Sebelumnya AMMARA sudah memastikan bahwa hal seperti ini pasti akan terjadi.

Karena menurut AMMARA Kupang itu merupakan cara busuk pemerintah untuk meloloskan proyek-proyeknya dan bukan hal yang baru bagi masyarakat Manggarai.

Berkaca dari kasus pertambangan sebelumnya di wilayah Manggarai.

Pernyataan sikap

AMMARA Kupang juga melayangkan pernyataan sikap dan poin tuntutan terkait penolakan pembangunan  pengeboran Perluasan Pembangkit listrik Panas Bumi (PLTP) Ulumbu.

Adapun pernyataan sikap AMMARA Kupang , sebagai berikut :

  1. Mengecam keras tindakan Pemda Manggarai dan PT. PLN yang tidak menghormati hak-hak masyarakat adat Poco Leok dengan mengabaikan berbagai upaya penolakan kehadiran Proyek Geotermal.
  2. Mengutuk keras berbagai upaya Pemda Manggarai dalam memuluskan proyek Geotermal yang telah menimbulkan konflik horizontal di masyarakat Poco Leok.
  3. Mengecam dan mengutuk keras tindakan represif oleh aparat penegak hukum terhadap masyarakat Poco Leok.
  4. Menyayangkan sikap apatis yang DPRD Kabupaten Manggarai yang hanya mempertontonkan dan tidak menanggapi konflik yang timbul dari hadir proyek Geotermal.

Oleh karena itu, AMMARA Kupang menyampaikan poin tuntutan :

  1. Meminta Bupati Manggarai mencabut SK No: HK/417/2022, pada tanggal 1 Desember 2022. Tentang Penetapan Lokasi pengeboran Perluasan Pembangkit listrik Panas Bumi (PLTP) Ulumbu unit 5-6.
  2. Mendesak Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Untuk mencabut surat keputusan No: 2268 K/30/MEM/2017 tentang penetapan Pulau Flores sebagai pulau panas bumi. Dan mengeluarkan keputusan penghentian total pembangunan proyek Geotermal di Poco Leok, Manggarai dan seluruh daratan Flores.
  3. Mendesak DPRD Kabupaten Manggarai dan Provinsi NTT untuk turun langsung ke Poco Leok serta mendengar aspirasi masyarakat adat setempat.
  4. Mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolres Manggarai.
  5. Mendesak PT. PLN untuk menghentikan segala bentuk aktivitas eksplorasi di wilayah Pocoleok.

AMMARA Kupang, turut meminta segenap elemen masyarakat untuk lebih peduli dan menolak segala upaya yang berusaha menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat.

AMMARA Kupang juga akan tetap mengawal persoalan ini dan siap melakukan aksi besar-besaran untuk menindaklanjuti pernyataan ini.

Jangan lupa baca berita menarik dari Oke Bajo di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *