Pembabatan Hutan Mangrove oleh PT. KNM, Polres Mabar Akan Lakukan Penyelidikan

Avatar photo
Pengrusakan kawasan hutan mangrove oleh PT.KNM di kawasan Ketentang, Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, NTT. Foto/Ist

Labuan Bajo, Okebajo.com, – Keindahan alam Labuan Bajo sebagai kota super premium mulai tercoreng oleh tindakan merusak lingkungan yang dilakukan oleh PT. Karya Nusa Mahardika (KNM).

Dari tahun 2021, mereka diduga merusak hutan mangrove yang berlokasi di Pinggir Pantai, Jalan Ketentang – Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo – Kabupaten Manggarai Barat, untuk membangun pusat pendistribusian material pembangunan Resort dan Hotel Wae Watu miliknya.

Tindakan ini mendapat perhatian serius dari Kapolres Manggarai Barat, AKBP Ari Satmoko. Ia menegaskan bahwa pihak polres Mabar akan melakukan penyelidikan menyeluruh dan siap untuk tindakan tegas jika terbukti adanya pelanggaran.

“Terkait PT. KNM itu saya sudah perintahkan untuk lakukan Lidik, namun sampai sekarang belum ada laporan. pada intinya kita siap untuk lakukan penyelidikan,” jelas Kapolres Mabar, Jumat, (29/09/2023) siang.

Sebelumnya, dari hasil penelusuran, lokasi tersebut telah mengalami perubahan drastis, dengan bangunan permanen yang berdiri di atas bekas pohon mangrove yang telah ditebang.

Salah satu pekerja dilokasi mengungkapkan, penebangan yang dilakukan sejak tahun 2021, dan setelahnya pihak PT.KNM menimbun kawasan tersebut dan perlahan mendirikan bangunan permanen.

“Ia sekitar 2021 ini pohon-pohon dulu di angkat pakai eksavator. Io setelah itu bangun ini bangunan”, tutur pekerja.

Pekerja itu juga membeberkan, bahwa saat ini lokasi tersebut dijadikan sebagai tempat tinggal sementara para pekerja PT.KNM yanh tengah membangun hotel di lokasi yang tidak jauh dari kawasan pembabatan mangrove.

Dilansir dari berbagai sumber, merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang pada Pasal 35 huruf (f) dan (g) menyatakan : “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang :

(f). melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-pulau kecil;

(g). menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain“.

Jika larangan tersebut dilanggar, maka sesuai Bab 17 tentang Ketentuan Pidana Pasal 73 ayat (1) huruf (b) menyatakan : “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap orang yang dengan sengaja : (b). menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove, melakukan konversi Ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *