Budaya | Okebajo.com | Pada tahun 2009 hingga 2010, sebuah karya monumental bernama Sitolu Harajaon dibangun di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.
Proyek ini terinspirasi oleh visi dan mimpi dari almarhum Jasmin Limbong, Kepala Dinas Nakerkoperindag Kabupaten Samosir pada masa itu.
Dalam mimpinya, beliau diberi petunjuk untuk menciptakan sebuah simbol yang mampu merangkum kearifan lokal dalam bentuk patung Sitolu Harajaon atau patung Dalihan Natolu.
Ia pun memperoleh petunjuk bahwa di Desa Garoga ia bisa mendapatkan pohon yang diperlukan untuk membuat patung yang diinginkannya.
Sungguh menakjubkan. Setibanya di Desa tersebut, ternyata ada 3 pohon yang sama persis seperti yang ia lihat dalam mimpinya.
Dengan hati penuh harap, dia pun bertanya kepada warga setempat mengenai siapa pemilik dari pohon-pohon tersebut. Warga dengan suka cita menceritakan, bahwa pohon-pohon tersebut dimiliki oleh keluarga perantau bermarga Rumahorbo yang berada di Jakarta.
Setelah mendengar informasi tersebut, dengan tekad yang bulat Jasmin Limbong segera menemui keluarga Rumahorbo di Jakarta dan menyampaikan apa yang menjadi mimpi dan cita-citanya.
Tak disangka, keluarga Rumahorbo dengan suka rela memberikan pohon-pohon itu untuk dibuat menjadi patung tanpa meminta imbalan apapun.
Saat itu juga Jasmin Limbong mengundang seluruh keluarga Rumahorbo untuk kembali ke Desa Garoga mengikuti upacara penebangan pohon yang sudah disiapkan yang dipandu oleh Tetua Adat dari Desa Tomo, Kecamatan Simanindo.
Diukir 10 ahli ukur
Setelah pohon ditebang dan siap diukir menjadi patung, Jasmin Limbong segera mengumpulkan 10 ahli ukur yang berasal dari sekitaran Desa Tuktuk dan Desa Tomo untuk menciptakan patung sesuai dengan cita-citanya.
Mereka secara gotong royong bekerja mengukir patung tersebut hingga rampung pada tahun 2010.
Libatkan ahli dan pakar budaya
Selain proses pembuatan patung yang intensif, pemilihan lokasi penempatan patung juga menjadi perhatian serius. Termasuk menggali filosofi yang terkandung di dalamnya baik dari sisi seni dan budaya Batak.
Oleh sebab itu dilaksanakanlah Seminar di Jakarta dengan mendatangkan ahli-ahli dan pakar-pakar budaya. Termasuk mengundang Uskup Medan Emeritus Abe Sinaga dan dosen-dosen budaya dari Universitas Sumatera Utara.
Sementara menunggu Keputusan resmi Pemerintah Kabupaten Samosir mengenai lokasi pendirian patung, patung Sitolu Harajaon kemudian dipindahkan oleh Dinas Nakerkoprindag dari Kecamatan Simanindo ke salah satu hulu sungai di Kecamatan Pangururan, tepatnya hilir sungai di belakang SMA Negeri 1 Kelurahan Pintusona.
Patung dikuburkan selama hampir 14 tahun
Tujuan pemindahan ini adalah untuk merendam dan mengubur patung guna memperkuat struktur dan memastikan ketahanannya.
Patung ini diawasi oleh salah satu staf Dinas Nakerkoperindag bermarga Siregar yang tinggal dekat dengan lokasi penguburan patung.
Namun hingga bapak Jasmin Limbong dan Siregar meninggal dunia, patung Sitolu Harajaon tidak pernah berdiri dan masih tetap terkubur sampai dengan tahun 2022.
Di sisi lain, dalam konsep perencanaan Waterfront Pangururan dan kawasan Tele yang sudah dimulai sejak tahun 2019, ada rencana untuk membangun wahana totem dunia.
Tim perencana dan ahli budaya menganggap budaya totem sebagai bagian penting dari identitas kultural Samosir yang banyak ditemukan di Desa Tomo, Desa Ambarita dan Kelurahan Tuktuksiadong.
Wahana ini akan menampilkan ragam totem. Termasuk dari berbagai daerah di Indonesia, seperti, Papua, Kalimantan dan masyarakat Dayak serta dari negara lain seperti Afrika, Selandia Baru dan Jepang.
Lokasinya direncanakan di segmen 4 depan eks gedung Perhubungan atau dekat eks gedung Kominfo di Desa Partomuansada.
Melihat kesempatan ini, Pemkab Samosir mengusulkan agar Patung Sitolu Harajaon menjadi bagian dari wahana totem dunia tersebut.
Setelah proyek Waterfront Pangururan disetujui, PT. Hutama Karya sebagai Kontraktor yang ditunjuk oleh Kementerian PUPR mulai berkordinasi dengan Pemkab Samosir untuk melakukan pencarian patung yang dimaksud.
Dalam upaya ini, dua staf dari Dinas Nakerkoperindag yang pernah bertanggung jawab menjaga patung tersebut, yakni Situmorang dan Sitinjak dipanggil untuk membantu menemukan lokasinya.
Karena patung tetsebut telah terkubur dan tidak pernah muncul ke permukaan selama hampir 14 tahun terakhir menyebabkan letak pastinya tidak diketahui. Upaya pencarian ini menjadi satu tantangan serius karena kurangnya informasi mengenai keberadaan patung tersebut setelah begitu lama terkubur.
Gali patung pakai excavator
Berkat kerja sama dari masyarakat lokal, orang tua, tokoh masyarakat dan nelayan yang pernah melihat patung tersebut, dilakukanlah penggalian menggunakan excavator.
Pada hari pertama, satu patung terbesar berhasil ditemukan. Situmorang yang sebelumnya pernah menjaga patung tersebut mengidentifikasinya sebagai patung Hula-hula. Meskipun upaya pencarian dua patung yang lainnya berlanjut hingga sore, namun penggalian terpaksa dihentikan saat malam tiba.
Keesokan harinya pada pukul 07.00 WIB pencarian kembali dilanjutkan hingga patung Boru dan Patung Dongantubu berhasil ditemukan pada pukul 14.00 WIB.
Meski patung-patung tersebut masih dalam kondisi baik, namun di beberapa sisi masih membutuhkan sedikit perbaikan.
Tim perencana dari Jakarta segera berkoordinasi dengan para ahli ukur yang pernah terlibat dalam pembuatan patung tersebut guna melanjutkan dan menyempurnakannya.
Kini, patung Sitolu Harajaon telah berdiri dan diresmikan pada tanggal 23 November 2023 sebagai bagian dari wahana totem dunia di Waterfront Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. *
Sumber : Samosir Vision