Oleh : Sil Joni *)
Opini, Okebajo.com, – Teringat kisah sewaktu masih menjadi studen dulu. Ketika malam Minggu tiba, kesempatan untuk bergaul dengan buku, cukup terbuka. Boleh dibilang, Malam Minggu menjadi saat yang ditunggu-tunggu. Gairah ‘melahap’ buku, begitu bergelora kala itu.
Kebiasaan itu, meski tidak seintensif dulu, masih dipraktekkan hingga saat ini. Saya selalu mempertahankan tradisi baca walau dari sisi durasi mengalami penurunan. Saya selalu merasa ‘ada yang kurang’ ketika Malam Minggu itu, berlalu begitu saja.
Jaman telah berubah. Tradisi membaca di malam Minggu tinggal kenangan masa lalu. Generasi milenial dan apalagi generasi Z tak tertarik lagi dengan aktivitas membaca buku berbasis kertas. Minat baca kita terus mengalami penurunan.
Orang muda, termasuk remaja yang menghabiskan Malam Minggu dengan membaca buku, pastilah masuk kategori makhluk langka dan bahkan dianggap gila. Buku, bukan opsi favorit untuk melaksanakan aktivitas rekreatif di Malam Minggu itu.
Coba tengok ke lingkungan sekitar kita. Berapa banyak remaja dan mahasiswa kita yang menghabiskan ‘malam mingguannya’ dengan membaca atau menulis? Jawabannya adalah kosong. Sulit sekali mendapatkan sosok siswa dan mahasiswa yang menjadikan ‘buku’ sebagai teman pergaulannya di malam Minggu seperti saat ini.
Kelesuan dalam ‘melahap buku’ jelas berimbas pada kualitas penalaran mereka dalam berpikir, berbicara dan menulis. Bagaimana mungkin logikanya jernih, jika tidak ada ‘sesuatu’ yang masuk dalam kepalanya. Saya berpikir, jika spirit literasi ini ‘tidak menjalar dan mengakar’ dalam tubuh siswa, maka sampai kapan pun, mutu lulusan pendidikan kita di NTT, tetap berada pada posisi buncit.
Karena itu, rasanya ada semacam ‘lompatan’ ketika mereka harus menggarap makalah, laporan, skripsi dan tugas akademik lainnya sementara mereka tak punya bekal yang cukup untuk menggauli aktivitas literasi itu. Efeknya adalah mereka tergoda menempuh jalan pintas. Kasus plagiarisme dan pencurian karya orang kerap terjadi di lembaga pendidikan kita. Dasarnya adalah para siswa kita tidak terbiasa dengan ‘rupa-rupa kerja intelektual’.
Malam Minggu sebetulnya tidak identik dengan ‘malam senang-senang (hura-hura). Kita bisa mengisi malam itu dengan kegiatan yang bersifat rekreatif dan produktif sekaligus. Membaca novel misalnya, bisa menjadi opsi cerdas untuk ‘menghabiskan’ malam mingguan yang menyenangkan itu.
Akhirnya, dari bumi Watu Langkas, saya mengucapkan selamat berakhir pekan. Berharap buku tetap menjadi sahabat dalam bercakap-cakap di Malam Minggu ini. Tak semua ‘warisan masa lalu’, tak laku di era posmodern ini.
*) Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.